Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Jiwa Kebijaksanaan dan Mewariskan Dharma
Di dunia, jiwa kebijaksanaan
harus berlanjut. Ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi adalah ajaran yang membumi. Kita
mempraktikkan secara nyata semangat cinta kasih, welas asih, sukacita, dan
keseimbangan batin dalam ajaran Buddha. Kita terus menyerukan agar semua orang memiliki
kesepahaman tentang penderitaan di dunia ini karena setelah Buddha mencapai
pencerahan, ajaran yang pertama kali Beliau babarkan adalah penderitaan.
Ini karena semua makhluk tidak
memahami hukum sebab akibat sehingga melakukan berbagai karma buruk. Beberapa
tahun belakangan ini, kita melihat kondisi iklim yang ekstrem. Kita juga
melihat gejolak pikiran manusia. Setiap kali melihat dan merasakannya, saya
dari dalam lubuk hati bersyukur atas kebijaksanaan Buddha.
Di zaman Buddha, tepatnya
sekitar 2.500 tahun lalu, pikiran manusia masih lebih polos. Di zaman Buddha, populasi
manusia belum banyak. Jadi, pada zaman itu juga tidak ada isu pencemaran udara.
Di masa itu, pikiran manusia masih lebih murni dan polos. Namun, mengapa Buddha
membabarkan tentang penderitaan?
Penderitaan ini pun
memiliki sebab yang telah terakumulasi dan akhirnya menghasilkan buah. Dari
kehidupan ke kehidupan, pandangan, pemikiran, dan perbuatan manusia terus terakumulasi sehingga
berpengaruh pada fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran
dunia ini. Bodhisatwa sekalian, kalian harus menjunjung ajaran Buddha. Kebijaksanaan
dan welas asih Buddha harus dipraktikkan di tengah masyarakat.
Ajaran Buddha adalah obat
mujarab untuk menyelamatkan dunia. Ajaran-Nya dapat membimbing kita untuk
menuju arah hidup yang benar dan membuat kita memahami dari mana kita datang dan
ke mana kita akan pergi. Sesungguhnya, Buddha telah menunjukkan jalan dan
memberi jawaban bagi kita tentang asal mula kehidupan kita.
Dari segi pemikiran, kita
harus kembali pada makna luhur kehidupan ini. Kita harus memiliki pandangan tentang
kehidupan sebagai satu kesatuan, bukan semata-mata individual. Kita harus
memandang semuanya sebagai satu kesatuan dan memahami dari mana kita datang dan
ke mana kita pergi setelah meninggal. Semua ini adalah pelajaran penting yang harus
kita pelajari dengan sungguh-sungguh.
Apakah kita hanya
menjalani hidup dengan sia-sia sambil menunggu tua, sakit, dan meninggal? (Tidak)
Di dunia ini, segalanya mengalami fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan,
dan kehancuran. Pada diri kita, ada fase lahir, tua, sakit, dan mati. Kematian
adalah proses yang sangat alamiah. Kematian tidaklah menakutkan. Yang
ditakutkan adalah selama kita hidup, apakah kita berada di arah yang benar dan
adakah pikiran kita menyimpang sehingga melakukan karma buruk yang tidak bisa
ditebus. Sudahkah kita memanfaatkan kehidupan kita untuk melakukan sesuatu yang
bermakna bagi masyarakat?
Inilah Jalan Bodhisatwa. Tubuh
kita adalah pemberian orang tua. Sudahkah kita memanfaatkan tubuh pemberian
orang tua ini untuk membantu mereka melakukan kebajikan bagi dunia? Jadi,
sebagai biksuni, kita memberi persembahan terbesar bagi orang tua, bagi umat
manusia, dan bagi ajaran Buddha. Ini karena kita mendedikasikan diri bagi
berlanjutnya pewarisan ajaran Buddha.
Setelah meninggalkan
keduniawian, kita mendedikasikan diri untuk mewariskan ajaran Buddha. Bagi
perumah tangga dan para Qingxiushi, mereka juga juga sepenuh hati menerapkan
ajaran Buddha dalam kehidupan sehingga kebenaran ini dapat tersebar. "Setelah
melenyapkan penderitaan, kemudian membabarkan Dharma." Kita harus berbagi
kebenaran. Kita berusaha melenyapkan penderitaan
semua makhluk.
Setelah menolong mereka, kita
juga membimbing mereka agar kehidupan mereka lebih bermakna. Kita berharap
ajaran Buddha dapat dipraktikkan secara nyata di dunia karena tanggung jawab
atas dunia ini tidak mungkin dipikul hanya oleh satu atau beberapa orang. Sedikit
orang tak akan mampu memikulnya karena tanggung jawab ini sangatlah berat. Karena
itu, dibutuhkan banyak orang yang bertekad untuk sama-sama memikulnya. Jadi,
kita harus menggenggam jalinan jodoh. Saya berharap kalian dapat meneruskan jiwa
kebijaksanaan.
Jiwa kebijaksanaan Tzu
Chi bergantung pada sumbangsih kalian. Kalian hendaknya bersumbangsih dengan
sepenuh hati. Kini, lewat telepon seluler saja kita dapat memperoleh banyak
berita tentang berbagai penderitaan di dunia dan apa kontribusi Tzu Chi untuk meringankan semua itu. Semua ini adalah
Dharma yang dipraktikkan di dalam kehidupan sehari-hari di dunia. Jadi, ini
juga disebut "memutar roda Dharma". Dharma bagaikan roda.
Di dalam Sutra dijabarkan
tentang Tiga Kereta, yaitu kereta kambing, kereta rusa, dan kereta lembu putih.
Dengan kesungguhan hati dari kita semua, Dharma ini akan berputar seperti roda.
Begitu kita menggerakkan roda ini, ia akan terus bergerak dan membawa kita ke
pantai kebahagiaan. Inilah yang disebut "memutar roda Dharma". Banyak
hal yang tak habis diucapkan. Saya harap kalian menganggap Griya Jing Si sebagai
rumah kalian dan rumah bagi silsilah Dharma kita.
Kelanjutan dari silsilah
Dharma ini bergantung pada kalian yang lebih muda untuk mewariskannya dari
generasi ke generasi. Untuk mewariskan Dharma ini, dibutuhkan bimbingan dan
pendampingan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, barulah kekuatan cinta
kasih dapat bertahan selamanya untuk menjaga kelangsungan misi Tzu Chi. Inilah
harapan terbesar saya. Terima kasih atas kekuatan cinta kasih kalian yang terus
berlanjut tanpa henti.
Penderitaan
adalah buah dari akumulasi karma buruk
Ajaran
Buddha adalah obat penyelamat dunia
Mendedikasikan
diri bagi masyarakat luas
Meneruskan
jiwa kebijaksanaan dan mewariskan ajaran Jing Si
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Februari 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Februari 2018