Ceramah Master Cheng Yen: Meneruskan Semangat di Jalan Tzu Chi
“Para teman lama ini bernomor anggota komite di bawah 1500 dan telah bergabung dengan Tzu Chi setidaknya 30 tahun. Master berpesan agar kita "tidak melupakan". Jadi, lihatlah, meski mereka telah berambut putih, tetapi bagaimana? Kehidupan mereka tidak berlalu sia-sia,” tutur Li Jing Qi, relawan Tzu chi.
“Dari semua yang duduk di sini, Anda yang paling tua, 90 tahun. Tadi saya sempat melihat dan menyapa Anda. Anda sedang piket di bawah, Benar?” tanya Li Jing Qi.
“Saya piket mendampingi lansia di hari Jumat,” jawab Lai Yang Su-mei.
“Anda berikrar menjadi orang yang menjaga orang lain, tidak mau dijaga oleh orang lain. Anda yang berikrar seperti itu, benar?” tanya Li Jing Qi.
“Sekarang sudah ada televisi dengan sambungan internet. Saya bisa mendengar ceramah Master di rumah. Cucu saya memasangkan televisi itu untuk saya. Ceramah pagi Master setiap hari bisa saya ikuti dari rumah. Praktis sekali. Saya sangat berterima kasih kepada Master. Saya sungguh berterima kasih kepada Master. Saya ingin mengikuti langkah Master tanpa pernah mundur, selamanya berjalan mengikuti Master dan tidak akan tertinggal,” ujar Lai Yang Su-mei.
“Setelah mendengar Master berbicara di Shinmin tentang melestarikan lingkungan dengan kedua tangan yang tengah bertepuk saat itu, saya mulai melakukannya sampai sekarang. Sekarang saya melakukan daur ulang setiap hari,” kata Jian Su-juan, relawan Tzu Chi.
“Di Tzu Chi, kehidupan saya menjadi berwarna. Kini saya telah menuju usia 87 tahun. Saya ingin menulis naskah kehidupan saya. Saya merasa sampai usia 50 tahun, saya hanya mengikuti nasib, tetapi 37 tahun terakhir ini, saya mengubah nasib. Nasib saya berubah saat saya bertemu dengan Tzu Chi. Jadi, selama 37 tahun ini, kehidupan saya amat berwarna. Kini saya ingin menulis kehidupan berwarna saya di Tzu Chi,” tutur Cai Xie Shen, relawan Tzu Chi.
Saya telah mendengar dan melihat bahwa kehidupan setiap relawan dan kehidupan saya selalu terhubung dan berkaitan selamanya. Dalam kehidupan ini, waktu terus berlalu. Tadi pagi, di ruang rapat di lantai atas, saya mendengar dan melihat para relawan berbagi tentang kisah lebih dari 30 tahun lalu. Saat itu semuanya masih sangat muda. Waktu terus berjalan dan mengakumulasi segala hal.
Anak-anak tumbuh besar, berkarier, dan berkeluarga. Bagi kita, dalam setiap detik, kehidupan terus tergerus. Hidup bagaikan mendaki gunung. Para pendaki mulai mendaki dari kaki gunung. Setelah tiba di puncak, mereka masih harus turun.
Generasi senior membawa generasi junior mendaki gunung. Generasi junior juga mengikuti generasi senior menuruni gunung ini. Demikianlah kehidupan. Ada dataran rendah, ada pula pegunungan. Tidak mungkin ada gunung tanpa dataran rendah. Begitulah kehidupan.
“Master yang terkasih, harap Master menjaga kesehatan. Kami membutuhkan Anda untuk membimbing dan melihat kami meneruskan Tzu Chi dari generasi ke generasi. Meski kekuatan kami sangat kecil, tetapi kami memiliki keyakinan dan kegigihan serta keberanian seperti singa. Kami akan terus berusaha. Saya menerima tongkat estafet.”
“Kakek Guru, saya menerima tongkat estafet.”
Kita yang dapat menciptakan berkah pasti selalu memiliki berkah, tetapi kita juga harus tahu bahwa kehidupan tak luput dari hukum alam. Saya sering mengingatkan semua orang bahwa kita harus meyakini hukum sebab akibat. Sebab dan kondisi yang kita tanam di masa lalu, pada kehidupan ini harus kita terima buahnya. Begitu pula dengan saya. Kondisi fisik saya tidak baik.
“Saat berkunjung ke Griya Jing Si, saya melihat Master sedang diinfus. Master keluar dari ruangan. Saya berpikir, "Mengapa guru ini seperti itu?" Di sana ada banyak orang dan Master keluar sambil diinfus. Master melihat saya dan bertanya, "Anda datang dari mana?" Saat itu RS Tzu Chi di Hualien sedang dibangun. Jadi, kami sering naik kereta api ke Hualien setiap bulan. Saya menjawab, "Saya berasal dari Taichung." Zheng Ming-hua menceritakan.
Saat itu dia datang ke Hualien. Saat dia melihat saya, saya sedang diinfus. Selama beberapa hari ini, sesungguhnya saat berada di sini pada siang hari, semua orang melihat saya baik-baik saja. Begitu masuk ke dalam, saya tidak sanggup bergerak. Saya sungguh merasa "bahagia dan penuh berkah". Begitulah kehidupan, kehidupan yang penuh berkah.
Saat pertama kali menjalin jodoh dengan kalian, saya tengah membawakan seminar "Kehidupan Bahagia". Saat itu saya mengimbau untuk melestarikan lingkungan dengan tangan yang saat itu sedang bertepuk. Jadi, mengenai kehidupan yang bahagia dan penuh berkah, saat bertemu relawan, saya sering berkata, "Kalian sungguh bahagia dan penuh berkah."
Kalian tentu tahu maksud dari bahagia dan penuh berkah ini. Tahu? (Tahu) Orang yang saya sebut penuh berkah adalah orang-orang yang bersumbangsih. Namun, kita semua juga harus bersyukur, bersyukur kita pernah bersumbangsih dengan bahagia sehingga kehidupan kita menjadi bernilai.
Dahulu, sebelum bersumbangsih di Tzu Chi, kehidupan kita berlalu sia-sia. Banyak orang mengatakan, "Kamu telah bersusah payah." Susah payah berarti kita telah bekerja hingga berkeringat demi menyelesaikan suatu hal. Namun, saat kita bersumbangsih dan memperoleh suatu pencapaian, kita seharusnya penuh berkah, bukan bersusah payah.
Kita sungguh penuh berkah. Jadi, saya mengganti istilah "susah payah" dengan "penuh berkah". Inilah kehidupan yang bahagia. Berkat segala usaha kalian semua, Tzu Chi bisa menciptakan berkah bagi dunia seperti hari ini.
“Melihat badai salju di Mongolia, Master sangat khawatir dan berkata, "Suhu udara di sana mencapai minus 30 derajat Celsius." Saya percaya Master khawatir karena memikirkan kami yang hendak pergi ke sana. Master khawatir apakah murid-muridnya dari Taiwan ini mampu menyesuaikan diri dengan suhu udara minus 30 derajat Celsius. Saya melihat Master sangat khawatir.” Luo Ming-xian menceritakan.
”Saya melihat relawan saat itu juga tidak banyak. Jadi, saya mengajukan diri untuk pergi dengan berani. Saya melihat dan berpikir mengapa di dunia ini ada orang yang begitu menderita. Jadi, saat itu saya berikrar. Saat melapor kepada Master sepulang dari sana, saya mengatakan bahwa saya ingin menjadi tangan, kaki, dan mata bagi Master. Di mana pun orang yang menderita membutuhkan saya, saya bersedia untuk berusaha semaksimal mungkin. Sejak saat itu, saya sungguh mengubah kehidupan saya secara total. Saya bersedia untuk terus berjalan mengikuti Master. Terima kasih, Master,” tambahnya.
Mendengar semua orang berbagi kisah dan kenangan, saya duduk di sana dan ingin terus mendengar lebih banyak kisah serta jejak kehidupan dari lebih banyak orang. Terlahir di dunia ini, kita sangat beruntung karena dapat berkumpul dalam keluarga besar Tzu Chi.
Saudara sekalian, kini kita dapat saling berbagi kisah. Apakah kelak masih ada kesempatan seperti ini, saya tidak tahu. (Ada) Jadi, kalian semua harus menghargai jalinan jodoh satu sama lain, juga menghargai jalinan jodoh dengan saya.
Kita berjodoh untuk berkumpul dalam keluarga besar dan dunia Tzu Chi. Kita tidak boleh menyerah pada usia tua. "Titipkan" 50 tahun usia kalian kepada saya. Saya sendiri juga "menitipkan" 50 tahun usia saya sehingga kini saya juga baru berusia 30-an tahun. Dengan begitu, berarti kalian ada yang baru berusia belasan tahun dan dua puluhan tahun. Tidak banyak yang sudah tiga puluhan tahun.
Singkat kata, kita semua masih harus berusaha. Kita masih menanti untuk "menitipkan" lima puluh tahun kedua usia kita. Singkat kata, selama-lamanya, kita menjalankan dan meneruskan Tzu Chi. Paham? (Paham) Baik, dari kehidupan ke kehidupan, kita berikrar demi semua makhluk, juga demi ajaran Buddha. Harap semua orang bersatu hati.
Bersumbangsih
dengan bahagia tanpa menyia-nyiakan waktu
Meyakini
hukum sebab akibat dan menjalin jodoh baik
Berikrar
demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk
Selamanya
meneruskan semangat di jalan Tzu Chi
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 01 Desember 2020