Ceramah Master Cheng Yen: Mengarahkan Pikiran ke Arah Kebajikan
“Saya bukan buta, hanya tak dapat melihat dengan jelas. Meski tidak dapat melihat, saya percaya atas apa yang Tzu Chi lakukan karena saya dapat "melihat" dengan telinga. Saya bukan melihat dengan mata,” kata Lin Rong-quan relawan Tzu Chi.
“Saya adalah lansia, saya juga butuh bantuan,” kata warga.
“Tak apa, Anda dapat berdonasi semampunya. Berdana bukanlah hak khusus orang berada. Orang yang kurang mampu juga bisa berdana. Master bilang lakukan saja yang dapat kita lakukan. Banyak-banyaklah berbuat baik dan menjalin jodoh baik. Saya merasa diri saya masih berguna dan masih dapat mengajak orang berbuat baik. Dengan adanya keyakinan, keuletan, dan keberanian, tiada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini,” pungkas Lin Rong-quan.
Kita harus bersungguh hati untuk memahami batin kita sendiri. Apakah batin kita itu? Batin atau pikiran adalah pemimpin segala sesuatu.
Kita sering mengatakan bahwa hati semua makhluk dan hati Buddha adalah sama. Hati Buddha benar-benar murni bagaikan cermin. Ini adalah perumpamaan yang sering kita gunakan. Sebaliknya, batin manusia penuh ketidaktahuan.
Cermin batin kita telah tertutup oleh banyak hal sehingga tidak dapat merefleksikan kebenaran sejati di balik kondisi luar. Kita tidak bisa merefleksikannya.
Saat hati Buddha berhadapan dengan kondisi, hati ini tetap menjadi penentu mengenai kondisi seperti apa yang akan dibuat. Segala sesuatu berjalan sesuai rencana hati ini. Hati atau pikiran bagaikan pelukis. Jadi, hati kita dapat berpikir ke mana arah kehidupan yang harus dituju agar kehidupan kita menjadi bernilai.
Sebelum melangkah, kita telah memikirkan dan menetapkan arah. Saat mulai melangkah, tidak ada lagi penyesalan. Kita melangkah maju dengan tekun dan bersemangat hingga tiba di tempat yang kita tuju. Ini juga bergantung pada pikiran sebagai pemimpin.
Artinya, arah yang kita tuju di masa depan direncanakan dan dijalankan oleh diri kita sendiri. Kita berjalan menuju kondisi yang kita tuju. Ini juga bergantung pada pikiran kita. Jadi, pikiran pun adalah pelopor segala sesuatu. Namun, kita makhluk awam kerap kali menutup pintu hati kita.
Buddha datang ke dunia untuk membuka pintu hati kita. Jadi, pikiran adalah pelopor segala sesuatu.
Saat ingin melakukan sesuatu, semua orang hendaknya berkomunikasi, saling mengasihi, dan bergotong royong. Dengan demikian, kekuatan akan terhimpun. Setiap individu hendaknya bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Ini tentu mudah diucapkan di mulut. Namun, untuk berkomunikasi dan bergotong royong, sesungguhnya cukup sulit. Demikianlah kehidupan.
Contohnya, di mana terjadi bencana, kita pergi ke sana untuk memberi bantuan. Berapa banyak kekuatan yang harus kita kerahkan untuk membantu para korban bencana?
Ada orang berkata, "Para warga di sana biasanya sudah hidup kekurangan. Kini mereka tertimpa bencana pula. Bukankah lebih baik kita memberi mereka lebih agar bukan hanya kebutuhan pangan saja yang terpenuhi? Dalam kondisi bencana yang sementara ini, akankah lebih baik jika selain memberi makanan, kita juga memperbaiki tempat tinggal mereka atau memberi mereka modal usaha kecil? Kita beri mereka bantuan yang sedikit lebih banyak."
Di sisi lain, ada pula orang yang berpikir, "Kita membantu mereka karena ada bencana. Mereka mulanya sudah terbiasa hidup sulit. Sementara ini, mereka tertimpa bencana. Kita beri bantuan makanan saja sudah cukup. Untuk apa kita membangun rumah untuk mereka? Untuk apa kita memberi lebih?"
Pandangan setiap orang berbeda-beda. Ini karena hati mereka tidak memelopori mereka untuk bertindak, padahal hati ini memiliki kendali. Kita harus tahu bahwa dalam kehidupan ini, hati, Buddha, dan semua makhluk adalah sama.
Orang hidup kekurangan akibat karma masa lalu. Kini kita telah bertemu mereka dan dapat menjadi pengondisi matangnya berkah mereka. Jalinan jodoh berkah ini ada karena orang yang menolong dan yang ditolong memiliki jalinan jodoh masa lalu. Kini mereka tertimpa bencana.
Orang yang memiliki berkah hendaknya segera menolong dan membantu mereka. Dengan bantuan lebih, selain terlepas dari derita akibat bencana, mereka dapat mengubah kondisi kehidupan mereka. Pemberi dan penerima harus saling berterima kasih. Kali ini kita berterima kasih kepada mereka. Kelak, mereka berterima kasih kepada kita.
Contohnya, saat ini insan Tzu Chi di seluruh dunia bersumbangsih untuk membantu penanganan pandemi COVID-19.
Sebagai Bodhisatwa dunia, selain menjaga diri sendiri, insan Tzu Chi juga memperhatikan orang yang membutuhkan. Insan Tzu Chi berusaha mengatasi berbagai kesulitan. Semua ini dilandasi oleh rasa tak sampai hati. Semua orang bersatu dalam cinta kasih. Dengan cinta kasih, semua orang saling mendampingi dan bersumbangsih bagi orang-orang yang menderita.
Bukan hanya menyediakan alat pelindung diri dan kebutuhan penanganan wabah, insan Tzu Chi juga memberi bantuan kepada orang-orang yang kurang mampu, yang kini kehilangan pekerjaan. Bagaimana insan Tzu Chi membantu mereka? Apakah dengan sikap sebagai pemberi? Tidak.
Insan Tzu Chi memberi dengan penuh cinta kasih. Ini adalah ungkapan cinta kasih yang tulus. Mereka bersumbangsih dengan penuh kelembutan. Inilah yang dilakukan insan Tzu Chi saat ini. Saya sungguh bersyukur.
Belakangan ini saya sering mengatakan bahwa kita harus memupuk berkah. Berkah yang kita tanam di kehidupan lampau telah kita tuai pada kehidupan sekarang. Penderitaan orang lain memberi kita kesempatan untuk kembali memupuk berkah. Meski berkah masa lalu kita belum habis kita terima, janganlah menunggu hingga berkah itu habis. Bagaimana jika di kehidupan mendatang kita tak memiliki berkah karena tidak menanamnya saat ini? Jadi, kini kita harus segera menanam berkah bagi kehidupan mendatang.
Saat berkah dari kehidupan lampau masih ada saat ini, kita hendaknya kembali menciptakan berkah yang baru dan memupuknya untuk dibawa ke kehidupan mendatang. Inilah yang disebut memupuk berkah.
Dari kehidupan ke kehidupan, kita terus memupuk berkah. Jadi, saat melatih diri, Buddha juga memupuk jalinan jodoh dengan semua makhluk dari kehidupan ke kehidupan.
Segala sesuatu
dipelopori oleh pikiran
Menetapkan
tekad untuk berjalan ke arah kebajikan
Menolong yang
menderita dengan welas asih dan kebijaksanaan
Menggarap
ladang berkah dan menjalin jodoh baik
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 13 Oktober 2020