Ceramah Master Cheng Yen: Mengembangkan Kebijaksanaan di Setiap Waktu
Di salah satu
wilayah, ada sekelompok petani yang selalu meminjam uang untuk membeli bibit
padi dan harus membayarnya dengan bunga yang sangat tinggi. Karena itu, setiap
tahun, setelah membayar utang, penghasilan yang tersisa tidak seberapa. Akibatnya,
terciptalah lingkaran keburukan. Para petani kurang mampu tetap hidup
kekurangan. Tahun ini, demi membagikan barang bantuan, relawan kita pergi ke
desa-desa di Provinsi Leyte berdasarkan informasi dari warga setempat. Setelah
melakukan survei dan memastikan bahwa orang-orang di sana membutuhkan bantuan, relawan
kita pun membagikan beras bantuan. Walikota Tanauan mewakili para petani mengungkapkan
rasa terima kasih, “Saya datang ke sini karena saya ingin berterima kasih
secara langsung kepada Yayasan Buddha Tzu Chi. Kami harus membalas budi Tzu
Chi. Kami juga harus menolong orang lain seperti Tzu Chi menolong kami pada
saat itu.”
Setiap keluarga yang menerima bantuan sangat tersentuh dan bersyukur. Mereka semua tahu tentang semangat celengan bambu Tzu Chi. Mereka mengumpulkan botol plastik dan menyisihkan koin ke dalamnya. Dengan cara inilah mereka membalas budi Tzu Chi. Ini membuat mereka berkesempatan untuk menciptakan berkah. Mereka merasa bahwa mereka juga bisa menolong orang lain. Donasi mereka bagaikan tetesan air yang terkumpul di dalam bejana. Saat di dalam bejana yang penuh air terdapat setetes air milik mereka, mereka pun akan sangat gembira. Perasaan penuh syukur tergambar di wajah mereka. Cara mereka mengungkapkan rasa syukur sungguh membuat orang tersentuh. Jika cinta kasih dihimpun sedikit demi sedikit maka akan terbentuk kekuatan besar. Inilah yang terjadi di Filipina. Kini, saya sungguh sangat bersyukur beras cinta kasih dari Taiwan telah disalurkan ke berbagai negara, termasuk ke negara-negara di Afrika. Mereka juga sangat bersyukur.
Singkat kata, kekuatan cinta kasih bisa membawa kehangatan bagi dunia. Di dunia ini, banyak orang yang berhati dingin dan berpikiran tidak selaras. Hanya kekuatan cinta kasihlah yang bisa menyelaraskan pikiran manusia dan membangkitkan cinta kasih orang-orang untuk bersumbangsih bagi orang yang menderita. Ini sungguh menyentuh. Jadi, kita harus lebih bekerja keras. Mendengar, membabarkan, dan mewariskan Dharma merupakan hal yang sangat penting. Setiap pendengar Dharma juga memiliki tanggung jawab untuk membabarkan dan mewariskan Dharma. Pada saat yang sama, kita juga harus bertanggung jawab atas kehidupan kita. Waktu berlalu dengan sangat cepat. Seiring berlalunya waktu, kehidupan kita juga semakin berkurang. Satu hari berlalu, kehidupan kita berkurang satu hari. Satu tahun berlalu, kehidupan kita juga berkurang satu tahun.
Bodhisatwa Samantabhadra memperingatkan kita bahwa seiring berjalannya waktu, kehidupan manusia juga semakin berkurang. Berlalunya satu hari berarti kehidupan kita berkurang satu hari. Karena itu, kita harus menggenggam setiap waktu dan bertanggung jawab atas kehidupan kita. Meski kehidupan kita semakin berkurang, tetapi kita harus menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita. Jiwa kebijaksanaan dapat bertumbuh jika kita mendengar Dharma. Dengan mendengar Dharma, kita bisa lebih memahami kebenaran di dunia ini. Saat kita menyerap kebenaran ke dalam hati dan memiliki arah tujuan yang benar maka kebijaksanaan kita akan berkembang. Inilah kehidupan yang bijaksana. Jika kita memiliki kebijaksanaan, kita akan memanfaatkan waktu untuk membawa manfaat bagi semua makhluk. Inilah nilai kehidupan kita.
Kita harus sepenuh hati mengembangkan potensi kehidupan kita untuk membawa manfaat bagi masyarakat dan menjadi penyelamat orang lain, seperti para dokter dan perawat kita yang memanfaatkan setiap waktu dengan baik. Mereka selalu memanfaatkan hari libur menuju wilayah pegunungan dan pedesaan untuk memberikan penyuluhan sanitasi dan menggelar baksos kesehatan bagi para pasien yang tidak bisa pergi berobat. Kitalah yang akan menjangkau mereka.
Nenek Berkaki Besi
Berkat kekuatan cinta kasih, kita bisa melihat banyak kisah yang menyentuh. Kita juga bisa melihat seorang nenek di Taiwan. Nenek A-ye berasal dari Keelung. Dia telah berusia 83 tahun. Meski harus naik dan turun tangga, napasnya tetap teratur. Dia juga berjalan dengan langkah yang mantap.
Nenek
A-ye : “Saya tetap berjalan meski
kaki saya terluka. Orang-orang memberi saya julukan Si Kaki Besi."
Reporter : “Nenek sangat terkenal dengan julukan itu.”
Nenek
A-ye : Orang-orang menjuluki saya
"Si Kaki Besi" karena saya tidak pernah mengeluh bahwa kaki saya pegal."
Dia telah mendedikasikan diri selama belasan tahun di wilayah pegunungan Keelung. Dia terus naik turun tangga dengan membawa barang daur ulang. Dia bisa membawa tiga kantong sekaligus.
Reporter : “Mengapa Anda tidak melakukan daur ulang di posko daur ulang saja? Mengapa Anda harus mengemban tanggung jawab untuk mengumpulkan barang daur ulang di sini?”
Nenek A-ye : “Sebelum kaki saya terluka, hanya saya yang mengumpulkan barang daur ulang di sini. Tak ada relawan lain yang sanggup melakukannya. Mengapa begitu? Semua relawan sudah berusia lanjut."
Reporter : “Bukankah Anda juga sudah berusia lanjut?” (sembari tersenyum)
Nenek A-ye : “Saya sudah terbiasa berjalan seperti ini, tetapi mereka tidak. Tubuh dan kaki mereka terasa pegal, tetapi saya tidak, saya tetap bisa berjalan."
Tangga-tangga yang begitu sempit juga bisa dia lewati.
Singkat kata, saya sudah pernah mengulas isi Sutra tentang seorang anak yang memelihara seekor sapi.
Berhubung sapi itu masih sangat kecil, ia tidak bisa menyeberangi selokan. Karena itu, anak itu pun menggendongnya untuk menyeberangi selokan setiap hari. Anak itu terus bertumbuh besar, begitu pula dengan sapi itu. Dengan menggendong sapi itu setiap hari, kekuatan anak itu juga semakin meningkat
tanpa dia sadari. Jiwa kebijaksanaan kita juga bertumbuh seperti ini. Seiring bertambahnya usia, jiwa kebijaksanaan kita juga semakin bertumbuh tanpa kita sadari. Bukankah nenek ini merupakan sebuah contoh nyata? Berhubung dia terus bersumbangsih setiap hari tanpa bermalas-malasan, maka potensi kebajikannya bisa berkembang. Saya sungguh kagum melihatnya.
Singkat kata,
kita jangan hanya merasa kagum, tetapi juga harus meneladaninya. Selama sesuatu
itu benar, maka lakukan saja. Dengan begitu, barulah masyarakat bisa harmonis dan
nilai kehidupan kita dapat meningkat. Kita harus menggenggam setiap menit dan
detik untuk melakukannya.
Bersumbangsih dengan uang dan cinta kasih demi membalas budi
Menggenggam setiap menit dan detik untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan
Mengemban tugas berat untuk mengumpulkan barang daur ulang di wilayah pegunungan
Relawan lansia sangat teguh bersumbangsih dan tidak bermalas-malasan.
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Oktober 2015
Ditayangkan tanggal 13 Oktober 2015
Di Filipina, orang yang kurang mampu kehidupan ekonominya sangat banyak. Belakangan ini, insan Tzu Chi terus menggelar kegiatan di sana, yakni pembagian beras cinta kasih dari Taiwan. Mereka terus menjangkau komunitas kurang masyarakat yang kurang mampu. Saat topan Haiyan menerjang Filipina dan mendatangkan bencana besar di sana, insan Tzu Chi menolong para korban bencana. Karena itu, warga setempat sangat dekat dengan insan Tzu Chi bagai anggota keluarga sendiri. Warga setempat memberi tahu insan Tzu Chi komunitas dan wilayah mana yang warganya hidup dalam kondisi sulit.
Di salah satu wilayah, ada sekelompok petani yang selalu meminjam uang untuk membeli bibit padi dan harus membayarnya dengan bunga yang sangat tinggi. Karena itu, setiap tahun, setelah membayar utang, penghasilan yang tersisa tidak seberapa. Akibatnya, terciptalah lingkaran keburukan. Para petani kurang mampu tetap hidup kekurangan. Tahun ini, demi membagikan barang bantuan, relawan kita pergi ke desa-desa di Provinsi Leyte berdasarkan informasi dari warga setempat. Setelah melakukan survei dan memastikan bahwa orang-orang di sana membutuhkan bantuan, relawan kita pun membagikan beras bantuan. Walikota Tanauan mewakili para petani mengungkapkan rasa terima kasih, “Saya datang ke sini karena saya ingin berterima kasih secara langsung kepada Yayasan Buddha Tzu Chi. Kami harus membalas budi Tzu Chi. Kami juga harus menolong orang lain seperti Tzu Chi menolong kami pada saat itu.”