Ceramah Master Cheng Yen: Mengenang Dokter Humanis dan Mewariskan Jalan Kesadaran

“Satu setengah tahun yang lalu, dr. Wu tiba-tiba meninggalkan kami. Tidak lama setelah dr. Wu meninggal dunia, ada banyak pasien yang bertanya, “Di mana dr. Wu?” “Mengapa dr. Wu tidak melakukan praktik lagi?” Akhirnya, semua orang di dalam ruang praktik menangis,” ucap Lin Chin-yao, dokter bedah.

“dr. Wu melakukan praktik pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Setiap hari, beliau memeriksa pasien dari pagi hingga pukul 7 atau 8 malam. Pasien yang datang selalu lebih dari 100 orang. Berhubung harus memeriksa banyak pasien, beliau jarang makan siang. Saya selalu menunggu beliau hingga pukul 7 atau 8 malam untuk memeriksa kondisi semua pasiennya. Saya bisa melihat bahwa beliau sangat lelah. Namun, saat berada di samping ranjang pasien, beliau selalu berbicara kepada pasien dengan tersenyum dan mendengarkan perkataan mereka. Adakalanya, saat pasien merasa pesimis, beliau akan menggenggam tangan pasien, menyemangati mereka, meyakinkan, dan mendengarkan mereka dengan penuh perhatian. Saat beliau selesai memeriksa semua pasien, biasanya sudah larut malam. Adakalanya, beliau baru pulang ke rumah pada pukul 11 malam. Setelah pulang, beliau hanya istirahat sebentar dan kembali lagi keesokan paginya untuk bekerja. Saat itu, saya berkata kepada dr. Wu, “Anda harus sungguh-sungguh menjaga kesehatan diri sendiri.” Namun, beliau berkata bahwa pasien jauh lebih penting dari kesehatannya. Beliau ingin menggunakan semua yang dipelajarinya untuk menolong para pasien,” ucap Chen Shih-han, salah seorang perawat. 

Kita telah mendengar bahwa ada begitu banyak orang yang merindukan dr. Wu. Dia merupakan murid saya yang baik. Sejak bergabung dengan Tzu Chi dan berguru kepada saya, dia terus mempertahankan ketulusan hatinya. Cinta kasihnya terhadap para pasien juga penuh ketulusan. Meski dia menganggap rumah sakit kita seperti rumahnya sendiri, tetapi istrinya tidak berkeluh kesah. Keluarga mereka sangat harmonis dan anak-anak mereka juga sangat optimistis. Saya juga sangat berterima kasih kepada dr. Yu yang tahun lalu mengusulkan untuk mengadakan acara guna mengenang kembali dr. Wu Yung-kang yang telah meninggal dunia selama satu tahun. Istri Yung-kang berkata kepada saya bahwa dia sangat tersentuh oleh jalinan kasih sayang ini. Dia berkata bahwa ada banyak orang di rumah sakit yang begitu merindukan Yung-kang. Dia sangat bersyukur. Kepala rumah sakit juga sering mengungkit kebaikan dr. Wu. Para pasien dr. Wu juga sangat berterima kasih dan merindukannya. Meski telah meninggal dunia selama satu setengah tahun, dia tetap hidup di dalam hati setiap orang. Sungguh, di dalam hati saya, dia masih hidup. Meski dia telah pergi, tetapi saya yakin dia telah kembali.

Melihat begitu banyak Bodhisatwa cilik yang masih digendong atau sedang belajar berjalan, saya tanpa sadar berpikir bahwa Yung-kang mungkin berada di antara mereka. Kemarin, seorang anggota Tzu Cheng membawa cucunya untuk menemui saya. Dua hari sebelumnya, dia juga datang ke Kantor Cabang Tzu Chi Taichung. Malam itu, saat dia pulang ke rumah, istrinya sudah meninggal dunia dalam keadaan tertidur tanpa penyakit atau rasa sakit apa pun. Dia meninggal dunia saat tidur. Meski merasa sangat kehilangan, tetapi keluarga mereka memiliki keyakinan sehingga dapat menerima kepergiannya dengan pikiran terbuka dan mendoakannya. Inilah ketidakkekalan hidup manusia. Dia menjalani hidup dengan bahagiadan meninggal dunia dengan damai.Inilah kehidupannya.Keluarga Yung-kang juga demikian. Setelah Yung-kang meninggal dunia, istrinya datang untuk menemui saya. Saat itu, dia lah yang menghibur saya, bukan saya yang menghiburnya. Dia terus berkata, “Master tidak perlu menghibur saya.” “Kami merupakan murid Master.” “Kami tahu bahwa hidup ini tidak kekal.” Singkat kata, inilah kehidupan manusia. Saat masih sehat dan berkesempatan untuk berkumpul bersama, kita harus menghargai jalinan jodoh ini. Saling mengasihi dan membantu saat masih hidup, inilah yang terpenting. Jika seseorang sudah meninggal dunia, tidak peduli betapa dalamnya rasa rindu kita, orang tersebut tetap tidak akan kembali. Karena itu, saya berharap kalian semua dapat menghargai jalinan jodoh antar kolega.

Adakalanya, saya juga memikirkan kondisi bumi tempat tinggal kita ini. Setiap hari, saya memperhatikan dan mengkhawatirkan bumi. Beberapa hari yang lalu, saya menonton berita tentang seekor gorila bernama Koko. Lewat bahasa isyarat, Koko menyatakan, “Koko mengasihi manusia dan bumi.” “Koko merasa sedih.” “Koko ingin menangis.” Ia juga menyatakan, “Lindungilah bumi.” “Alam sedang melihat kalian.” Kalimat terakhirnya ini membuat saya sangat tergugah. Ia berkata bahwa alam sedang melihat kalian. Alam sedang melihat kalian, saya, dan setiap orang. Apa yang harus kita lakukan untuk mengobati dan menyelamatkan bumi? Apa yang harus kita lakukan untuk mempercepat langkah kita? Alam sedang melihat kita semua. Kalian semua adalah dokter atau perawat yang merupakan insan berbakat di masyarakat. Bisakah kita mempercepat langkah kita? Bisakah kita merasakan bahwa alam sedang melihat kita? Setiap orang harus berintrospeksi atas hal ini. Kita jangan hanya mengejar keuntungan dan kekayaan. Hidup manusia tidaklah kekal. Kita harus sungguh-sungguh mengintrospeksi diri. Kita harus mengembangkan pengetahuan dan potensi kebajikan kita.

Melihat para dokter dan perawat kita menjalani pelantikan, saya sungguh sangat bersyukur dan tersentuh. Ingatlah, yang tersemat di depan dada kalian adalah “Hati Buddha, Tekad Guru”. Kita harus memiliki hati Buddha yang penuh cinta kasih dan welas asih agung. Kalian juga harus menjadikan tekad saya sebagai tekad kalian. Tekad saya adalah menapaki Jalan Bodhisatwa dengan cinta kasih berkesadaran. Kita akan bersama-sama menapaki jalan penuh cinta kasih berkesadaran ini. Dari dahulu hingga kini, bahkan hingga masa mendatang, kita akan terus menapaki jalan penuh cinta kasih berkesadaran ini.

“Selama sebulan lebih, seluruh staf kitatelah berlatih selama lebih dari 40 jam. Kami berkali-kali terjatuh, berkali-kali berlutut, dan berkali-kali merangkak maju. Harapan kami adalah seluruh staf Rumah Sakit Tzu Chi Taichung dapat mengukir tiga kata di bawah ini di dalam hati, yakni keyakinan, tekad, dan praktik. Kami berharap seluruh staf di rumah sakit kita dapat menyelami makna lirik lagu ini dengan sepenuh hati. Semoga saat menyanyikan lagu ini, tekad dan ikrar yang sebelumnya kita ucapkan di hadapan Master dapat kita ukir di dalam hati dan dipraktikkan secara nyata untuk selamanya,” ucap dr. Chien Shou-hsin, Kepala RS Tzu Chi Taichung.

Mengenang dokter humanis yang memiliki ketulusan kasih sayang

Menghargai jalinan kasih sayang dan jalinan jodoh dengan sesama

Mengasihi dan melindungi bumi serta mengikuti hukum alam

Mewariskan hati Buddha dan tekad guru untuk selamanya

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Januari 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan di DAAI TV Indonesia tanggal 25 Januari 2016
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -