Ceramah Master Cheng Yen: Mengenang Masa-masa Sulit yang Penuh Semangat Dharma
Belakangan ini, kita semua sangat sibuk. Namun, kita merasa sangat gembira. Setiap orang merasakan kebahagiaan yang penuh kemanisan dan sukacita dalam Dharma. Sekitar puluhan ribu orang kembali ke Griya Jing Si secara bergilir dalam satu bulan terakhir. Setiap hari, para relawan dari berbagai daerah, baik dalam maupun luar negeri, kembali ke Griya Jing Si dalam rangka ulang tahun Tzu Chi yang ke-50. Mereka mengikuti ritual Namaskara dengan khidmat serta berinteraksi, berbagi pengalaman, dan belajar satu sama lain. Kita bisa melihat barisan relawan yang panjang. Meski Griya Jing Si cukup kecil, tetapi setiap kali berjalan menuju ruang makan, hati saya selalu penuh rasa syukur karena ruang yang kita miliki terisi penuh oleh para Bodhisatwa.
Griya Jing Si berasal dari ruang kebaktian kecil yang digunakan untuk berbagai keperluan. Ia dijadikan sebagai kantor sekaligus ruang tidur. Selama retret tujuh hari, murid-murid saya harus memindahkan tempat tidur mereka. Pada masa-masa awal, ruang kebaktian itu digunakan untuk melakukan pradaksina, mendengar Dharma, dan dijadikan sebagai ruang tidur pada malam hari. Ruang kebaktian itu sangat kecil, hanya sekitar 100 meter persegi. Inilah kondisi pada 50 tahun yang lalu. Meski demikian, kita tetap bisa membabarkan Dharma, melakukan pradaksina, dan menjalankan misi dengan tenang. Dua atau tiga tahun kemudian, kita mulai merasa agak sempit. Kebetulan, pada saat itu, guru saya mengabari saya bahwa beliau akan datang ke Hualien. Setelah menerima kabar ini, saya segera memikirkan cara untuk menyediakan tempat tinggal bagi beliau.
Saya segera berkata kepada murid-murid saya, “Guru saya akan datang tahun depan.” “Kita harus segera melakukan persiapan.” Karena itulah, kita lalu mendirikan satu bangunan lagi di belakang ruang kebaktian. Secara keseluruhan, kita menggarap hampir 30 kali proyek pembangunan, baru terbentuk Griya Jing Si seperti sekarang. Dengan ruang yang kita miliki sekarang, saya bisa membabarkan Dharma di sini. Saya sering berkata bahwa saya sudah sangat berpuas diri. Belakangan ini, saat memegang mangkuk berisi bubur dari nasi Jing Si di pagi hari, saya teringat akan foto pondok kayu saya di belakang Vihara Pu Ming. Di luar pondok kayu itu, terdapat sebuah tungku.
Apa yang kita masak dengan tungku tersebut? Setiap tanggal 24 Imlek, kita melakukan kebaktian Bhaisajyaguru dan memasak bubur asin di belakang pondok kayu. Setiap kali, orang yang mengikuti kebaktian terus bertambah sehingga kita harus menambahkan satu gayung air lagi saat memasak bubur. Dengan bertambahnya air, saat membuka tutup panci, kita bisa melihat bubur yang sangat encer. Usai melihat pemandangan itu, saya berkata, “Di dalam sebutir beras terdapat matahari dan bulan.” “Memasak gunung dan sungai di dalam panci.” Saat membuka tutup panci, kita bisa melihat pohon, gunung, dan rumah. Kita bisa melihat gunung, awan, dan pohon yang terefleksi ke dalam panci.
Kemarin, saya berkata kepada relawan dari Malaysia bahwa pada masa-masa awal, kita hanya bisa makan bubur asin. Namun, kondisi sekarang sudah berbeda. Ada banyak koki dari seluruh Taiwan yang terus membantu di Griya Jing Si selama hampir satu bulan ini. Setiap hari, mereka menyiapkan makanan yang lezat. Pagi ini, saat memegang mangkuk berisi bubur asin, saya kembali teringat bahwa di dalam setiap butir beras terdapat matahari dan bulan. Semangat Tzu Chi dimulai dari 50 tahun yang lalu dengan mengonsumsi bubur asin. Kini 50 tahun sudah berlalu.
Dua hari yang lalu, kita melihat pementasan adaptasi Sutra di sembilan tempat yang digelar secara bersamaan. Kita bisa mengenang perjalanan selama 50 tahun ini lewat video-video yang ditayangkan. Selama lima puluh tahun ini, kita telah bekerja keras setiap hari sehingga bisa menjangkau segala penjuru dunia. Saya sungguh sangat bersyukur ketua badan misi dari Empat Misi Tzu Chi dan kepala rumah sakit dari enam RS Tzu Chi dapat kembali ke Griya Jing Si. Mereka semua sangat lelah. Kini, mengemban misi kesehatan sungguh sangat melelahkan dan penuh tekanan. Meski demikian, para kepala RS dan staf kita tetap kembali untuk memperingati ultah Tzu Chi. Banyak staf badan misi pendidikan, seperti profesor, guru, dan kepala sekolah, yang turut berpartisipasi dalam pementasan adaptasi Sutra. Saya yakin para relawan yang berasal dari lebih dari 30 negara menunjukkan perasaan yang sesungguhnya dalam pementasan adaptasi Sutra ini. Saya sungguh sangat bersyukur. Jika manusia bisa bekerja sama dengan harmonis, maka akan tercipta Tanah Suci. Di atas panggung, kita juga melihat beberapa pucuk surat yang berisi dukungan terhadap Tzu Chi.
Surat dari Presiden Obama juga membuat orang sangat tersentuh. Dengan menggerakkan relawan di seluruh dunia untuk menolong orang yang paling membutuhkan, organisasi seperti Tzu Chi telah membentuk masa depan yang mencerminkan tujuan dan cita-cita bersama yang dapat menyatukan umat manusia. Kisah yang menyentuh sangatlah banyak. Pencapaian ini bukan hasil kerja keras satu relawan saja, melainkan para relawan di seluruh dunia yang sungguh-sungguh bersumbangsih. Bantuan yang kita berikan di luar negeri dapat dilihat oleh pemerintah setempat. Karena itulah, kita bisa mendapatkan perhatian dari negara-negara tersebut dan memperoleh pencapaian ini dalam ulang tahun Tzu Chi yang ke-50.
Mengenang 50 tahun perjalanan Tzu Chi
Giat menggarap ladang berkah dengan kesatuan hati
Berpartisipasi dalam pementasan adaptasi Sutra dengan perasaan yang tulus dan sungguh-sungguh
Mengenang masa-masa sulit Tzu Chi yang penuh dengan semangat Dharma
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 04 Mei 2016