Ceramah Master Cheng Yen: Mengendalikan Diri dengan Rendah Hati dan Menghormati Alam


Teknologi masa kini memungkinkan kita untuk melihat dan mengetahui berbagai bencana yang terjadi dan membuat kita khawatir. Kita melihat bencana kebakaran, banjir, dan tanah longsor yang membuat banyak orang menjadi korban.

Bayangkan, banyak orang membangkitkan cinta kasih dan merasa tak sampai hati. Mereka juga bersedia untuk bersumbangsih, tetapi adakalanya tidak berdaya karena kendala jarak. Intinya, tekanan yang dihadapi sungguh besar.

Begitu banyak penderitaan dalam kehidupan ini. Jika hanya mengandalkan kekuatan fisik, manusia tidak akan bisa mengungguli alam. Kita harus tahu bahwa manusia sangat kecil. Kekuatan manusia tidak dapat mengungguli alam karena sangat kecil. Namun, kekuatan pikiran justru sangat kuat.

Segala bencana merupakan buah karma kolektif manusia. Saya terus membahas tentang karma kolektif. Kekuatan karma dan nafsu keinginan dalam batin manusia membawa kerusakan bagi alam. Manusia membawa kerusakan yang nyata bagi alam, sehingga alam menjadi semakin rapuh dan rentan. Manusia terus mengeksploitasi alam dan mengambil sumber daya dari dalam perut Bumi ataupun dasar laut. Apa yang dicari? Minyak bumi. Manusia terus menambang minyak bumi.


Dengan kemajuan teknologi, manusia menemukan minyak mentah dalam perut Bumi. Kini, di dunia ini banyak industri yang membutuhkan minyak bumi. Karena ada kebutuhan, manusia dengan kepandaiannya menemukan minyak bumi dan mengembangkan alat untuk melakukan penambangan, bahkan hingga ke dasar laut. Bayangkan, inilah perbuatan manusia.

Ada orang yang berkata, “Itu tidak ada hubungannya dengan saya. Saya juga tidak menambang minyak bumi.” Namun, tetap ada hubungannya karena kita perlu bertahan hidup.

Dalam kehidupan sekarang ini, manusia tidak lepas dari aktivitas industri. Dalam hal makan pun, manusia sulit untuk bebas dari proses industri. Proses penanaman dan pemotongan padi saat ini juga menggunakan mesin.

Agar padi yang dipanen dapat sampai di meja makan kita, aktivitas industri yang dilalui juga sangat banyak. Padi diolah menjadi beras, kemudian dimasak dengan api dan ditambahkan air. Banyak hal yang berperan dalam proses tersebut, sehingga kita bisa memakan nasi hangat yang harum. Namun, saat ini kita juga sering melihat dan mendengar banyaknya sampah sisa makanan. Ini disebabkan oleh manusia yang terus mengejar kenikmatan.

Manusia ingin membeli banyak makanan, padahal yang sanggup dimakan sangat terbatas. Akhirnya, sisanya pun dibuang. Di sisi lain, banyak orang tidak memiliki makanan. Ratusan juta orang tengah mengalami kelaparan.

Demikianlah, manusia pandai, tetapi kurang bijaksana. Manusia hanya pintar, tetapi tidak bijaksana.


Dengan kepintarannya, manusia mengambil apa pun yang diinginkannya. Dengan kepintaran ini, manusia terus mengembangkan cara untuk memenuhi keinginan dengan mudah, tetapi membuat sumber daya yang terbuang juga banyak. Akhirnya, semua ini menghasilkan pencemaran dan sampah.

Kita melihat pembungkus buah-buahan yang terbuat dari spons atau bahan lainnya digunakan untuk menjaga kualitas buah, tetapi bahan-bahan itu sangat sulit terurai di dalam tanah. Jika dibakar, ia akan mencemari udara dan berdampak buruk bagi pernapasan. Jika dikubur, semua itu bisa merusak alam. Lama-kelamaan, tanah mengeras dan tak bisa ditanami. Dalam jangka panjang, ini akan membuat tanah mengalami pengerasan. Jadi, kini sekelompok relawan lansia di Tzu Chi memanfaatkan kehidupan mereka untuk terjun dalam misi pelestarian lngkungan.

Melihat kerja keras mereka, saya sungguh tak sampai hati. Jelas-jelas sekelompok relawan ini dapat menikmati hari tua bersama keluarga di rumah, tetapi mengapa mereka harus berkutat dengan sampah yang kotor dan berbau tidak sedap?

Para relawan ini, tidak peduli dalam cuaca panas atau hujan, juga pergi ke pasar-pasar untuk mengumpulkan barang daur ulang dan memberikan sosialisasi sambil tetap mengucapkan terima kasih. Ada orang yang bertanya, “Mengapa kalian insan Tzu Chi begitu bodoh?” Orang bijaksana memang kadang terlihat bodoh. Mereka tengah memberikan edukasi agar sampah-sampah tidak dikubur begitu saja, melainkan didaur ulang. Mereka berterima kasih jika warga memberikan barang daur ulang itu kepada mereka.


Mereka bagaikan Bodhisatwa Sadaparibhuta yang selalu mengucapkan terima kasih kepada orang lain serta bersumbangsih sambil membungkukkan badan. Bukankah mereka semua adalah Bodhisatwa dunia? Jadi, saya terus mengatakan kepada kalian bahwa lebih dari 2.500 tahun lalu, Buddha mengajarkan Jalan Bodhisatwa, dan kini jalinan jodoh telah matang bagi kita untuk mempraktikkannya.

Kini, populasi manusia di dunia mencapai hampir 8 miliar. Berkat kemajuan teknologi masa kini, kita dapat mengetahui banyak hal dan dapat mengerahkan kekuatan banyak orang untuk bersama-sama menyayangi alam. Bayangkan, bukankah jalinan jodohnya sudah tiba? Karena itu, saya terus mengatakan tentang pelajaran besar.

Kita harus menyebarkan, menyosialisasikan, dan mempraktikkan pelajaran besar ini. Kita harus memahami pelajaran ini dengan jelas dan terus menyebarkannya. Kita harus bersyukur, sadar, dan melindungi semua makhluk. Sesama manusia juga harus saling mengasihi. Selain mengasihi sesama, manusia juga harus mengasihi hewan dan menghargai segala sumber daya alam. Inilah cara menciptakan berkah di dunia.

Mawas diri dan tulus menghormati alam
Melindungi semua makhluk dan menghargai sumber daya alam dengan welas asih dan kebijaksanaan
Menjalankan pelestarian lingkungan dengan rendah hati
Meneladani kebijaksanaan Bodhisatwa Sadaparibhuta

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 07 Agustus 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 09 Agustus 2021
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -