Ceramah Master Cheng Yen: Mengendalikan Nafsu Keinginan dan Memberi Manfaat bagi Semua Makhluk

“Sun City dan La Saline adalah wilayah yang paling miskin dan berbahaya. Orang-orang di sana paling membutuhkan bantuan beras. Setiap tahun, kami selalu ke sini untuk membantu orang-orang yang paling membutuhkan,” jelas Chen Si-cheng, relawan Tzu Chi USA.

“Warga sangat gembira karena kembali menerima bantuan beras dari Taiwan dan Master Cheng Yen. Cinta kasih dan welas asih Master sangat luas bagaikan samudra,” imbuh Father Ru Ji, relawan Tzu Chi di Haiti.

“Karena hanya memiliki satu lengan, saya tidak memiliki pekerjaan. Berkat bantuan beras dari Tzu Chi, keluarga kami dapat makan nasi,” kata Sylvain Ravino, penerima bantuan beras dari Tzu Chi.

“Saya sangat gembira karena menerima beras ini. Saya memiliki 7 orang anak. Ini adalah kali keenam saya menerima beras. Beras ini cukup untuk kami makan selama satu bulan. Terima kasih atas bantuan kalian. Terima kasih, Taiwan,” ungkap warga lainnya, Lazave Marie.

Setiap hari saya mengingatkan kalian untuk selalu bersyukur atas kehidupan yang dimiliki. Kita dapat melihat kondisi di Haiti. Relawan Si-cheng kembali ke Taiwan dan berbagi dengan kita tentang penyaluran bantuan di permukiman kumuh di Haiti.

doc tzu chi indonesia

“Kalian dapat melihat lingkungan tempat tinggal mereka. Titik-titik putih di belakang adalah lubang di atap. Karena itu, saat turun hujan, rumah mereka pasti bocor. Sebagian besar rumah pasien penerima bantuan kita dibangun dengan lembaran besi berkarat, kardus, batang pohon, dan ranting pohon. Dari sini, kita dapat melihat betapa miskinnya mereka,” cerita Chen Si-cheng.

Chen Si-cheng melanjutkan, “Kalian dapat melihat seorang anak yang ada di dekapan ibunya. Anak itu terus berbicara dengan saya. Setelah sang pengemudi membantu saya menerjemahkan, saya baru tahu ternyata dia mengatakan bahwa dia tidak pernah mengenakan pakaian dan dia berharap pada kunjungan berikutnya, saya dapat membawa pakaian untuknya. Saat bertemu dengan duta besar, saya bercerita tentang hal ini. Sesungguhya, saya juga merasa sangat sedih. Duta besar berkata kepada saya bahwa ini tidak heran. Jika keluarganya tak keluar bekerja baik secara ilegal maupun dengan cara lain, maka kemungkinan anak itu tak akan memiliki pakaian seumur hidupnya.”

“Saya berkata, ‘Mana mungkin? Saat dia sudah berusia 15 atau 16 tahun juga tak memiliki pakaian?’ Beliau menjawab, ‘Bukan. Karena masalah sanitasi dan malnutrisi, banyak anak yang meninggal dunia sebelum lima atau enam tahun.’” tuturnya miris.

Sungguh menyedihkan. Pejabat setempat sudah tidak heran dengan kondisi setempat. Dari sini terlihat bahwa untuk bertahan hidup di sana bukan hal yang mudah. Sementara itu, di negara lain, kita dapat melihat banyaknya baju yang dibuang menjadi sampah.

“Industri tekstil adalah salah satu sumber utama polusi. Jika konsumen tidak menyadari bahwa perilaku berbelanja mereka dapat memperburuk tingkat polusi, maka laju pencermaran akan semakin cepat,” jelas Luo Ke-rong, Project Manager Greenpeace.

doc tzu chi indonesia

Lihatlah seorang gadis yang seluruh lemarinya penuh dengan pakaian. Dia sendiri memiliki lebih dari 160 helai pakaian. Dia berkata bahwa ada beberapa pakaiannya yang hanya dipakai sekali, lalu ditumpuk di dalam lemari. Ke mana akhirnya pakaian-pakaian itu dibawa? Saat rumah sudah penuh, mereka pun membawanya ke posko daur ulang.

“Sekarang sangat mudah membeli pakaian baru. Orang-orang mengantar pakaian yang sudah tidak diinginkan ke sini. Ada beberapa yang masih baru. Ada beberapa yang masih berlabel. Mereka juga mengantarkannya ke sini. Kondisi ini semakin lama semakin buruk. Jumlah barang yang didaur ulang kian bertambah dari tahun ke tahun,” kata Li Yuan-wen, relawan Tzu Chi.

Lihatlah banyaknya pakaian di posko daur ulang. Banyak barang yang masih berlabel. Pakaian-pakaian yang dibuang itu sulit untuk ditata. Kini kita juga tidak bisa mengumpulkan dan merapikannya untuk membantu orang di luar negeri karena harus membayar pajak. Baik ekspor maupun impor, semua dikenakan pajak. Karena itulah, pakaian-pakaian itu menjadi sampah. Pakaian adalah sampah yang sulit untuk ditangani.

“Saya melihat banyak pakaian baru yang dibuang. Ini adalah pemborosan. Saya juga mulai mengintrospeksi diri apakah saya juga demikian. Lalu, saya menyadari bahwa saya juga memiliki kebiasaan buruk. Saya hanya memikirkan diri sendiri. Saat ruang sudah tidak cukup, saya membuangnya. Saya tidak memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan. Saya tidak memikirkannya,” ujar Chen Yu-fang, relawan di posko daur ulang Tzu Chi.

“Sudah sekitar 3 hingga 4 tahun saya tidak membeli pakaian baru. Semua ini adalah pakaian bekas. Saya mengenakan ini untuk menghadiri upacara wisuda anak saya. Ia masih terlihat seperti baru. Ini sudah sobek. Saya meminta orang menambalnya. Ia tak terlihat seperti sudah ditambal. Ada orang yang senjaga melubangi pakaian baru mereka. Saya tetap bisa mengenakannya. Saya berusaha untuk tidak membuangnya karena pakaian tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat terurai oleh tanah,” lanjut Chen Yu-fang.

“Saat pakaian sudah tak bisa ditambal, dia menjadikannya sebagai piama. Dia merasa sayang untuk membuangnya, kecuali jika lubangnya sudah sangat besar. Terkadang dia menggunakannya sebagai kain lap,” jelas Wu Yi-rong, suami Chen Yu-fang yang juga relawan Tzu Chi.

“Kita jangan melakukan hal yang hanya menguntungkan bagi diri sendiri. Jika semua orang membuang barang-barang yang sudah tidak diinginkan, maka beban yang dipikul Bumi ini akan semakin besar,” tegas Chen Yu-fang.

doc tzu chi indonesia

Singkat kata, setiap orang harus memiliki pengetahuan, kesadaran, dan tindakan yang sama. Relawan Tzu Chi sangat giat menyosialisasikan kegiatan daur ulang. Banyak relawan lansia yang mengumpulkan dan memilah barang daur ulang demi melindungi Bumi.

Kita juga melihat pada tanggal 10 Maret lalu, kita mengirimkan jaket hasil produksi  Da.Ai Technology ke sana. Coba Anda kenakan jaketnya. Kita memberikan jaket itu kepada staf Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi di Serbia. Tahun lalu, mereka berkunjung ke Taiwan untuk lebih memahami Tzu Chi. Mereka berkunjung ke posko daur ulang dan perusahaan Da.Ai Technology. Mereka mendapati bahwa pakaian hasil daur ulang botol plastik berkualitas sangat baik. Mereka sangat kagum dan berharap konsep daur ulang Tzu Chi dapat digalakkan di negara mereka. Mereka juga sangat menyukai material dan desain pakaian kita. Karena itu, perusahaan Da.Ai Technology mengirimkan 600 helai jaket.

“Jaket ini terbuat dari hasil daur ulang 76 botol plastik. Bisa dibilang bahwa jaket ini bisa bernapas,” kata Tamara, relawan Serbia. “Ukuran saya sangat besar. Tinggi saya 2 meter dan berat badan saya 160 kilogram. Baju-baju saya semuanya kekecilan. Setelah dicuci 2 atau 3 kali, ia semakin menyusut. Jaket ini sangat bagus. Lihat. Ia sangat sesuai dengan saya,” ucap Aleksander. “Jaketnya anti air dan hangat. Sangat ringan. Saya seperti mau terbang,” imbuh Nadezda. “Melihat tumpukan kardus di ujung, kami juga mulai membawanya pulang untuk didaur ulang,” lanjutnya.

Mereka terkagum-kagum. Mengetahui bahwa setiap jaket itu dibuat dari hasil daur ulang 76 botol plastik, mereka sangat terkagum-kagum dan gembira. Setiap jaket itu sesuai dengan postur tubuh mereka. Setiap orang mengenakannya dengan gembira. Beberapa dari mereka bahkan berpose seperti model. Saya sungguh tersentuh. Banyak sekali hal yang patut disyukuri. Yang terpenting adalah kita harus membuat mereka memahami pentingnya melakukan daur ulang.

Setelah berkunjung ke Taiwan dan melihat cara kita melakukan daur ulang, mereka mulai mengumpulkan, memilah, dan menata kardus setelah pulang ke Serbia. Saya sangat tersentuh dan bersyukur melihatnya. Singkat kata, kita harus memiliki pengetahuan, kesadaran, dan tindakan yang sama. Selain memiliki pengetahuan dan kesadaran yang sama, kita juga harus melakukan praktik nyata.

Seorang anak di Haiti berharap memiliki pakaian
Menginstrospeksi diri dan menyadari berkah setelah melihat penderitaan
Melakukan daur ulang untuk memperpanjang usia barang
Mengendalikan nafsu keinginan dan memberi manfaat bagi semua makhluk

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 Maret 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 23 Maret 2018

Editor: Metta Wulandari

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -