Ceramah Master Cheng Yen: Menggarap Ladang Berkah dan Mewariskan Ajaran Jing Si
“Pada hari pertama kamu masuk sekolah, apa yang dibuang oleh gurumu?” tanya Fan Rui-mei, Nenek Wu Bo Qian.
“Barang daur ulang,” jawab Wu Bo-qian, Relawan cilik.
“Apa yang kamu katakan pada gurumu?”
“Saya berkata, “Ini adalah barang daur ulang, mengapa dibuang ke dalam tong sampah?” jawab Wu Bo-qian.
“Seorang bibi memberitahumu bahwa perbuatanmu telah menciptakan pahala. Beri tahu Shitai apa jawabanmu.”
“Saya berkata, “Bukankah ini sudah seharusnya?” jawab Wu Bo-qian.
Itu memang sudah seharusnya. Tidak ada pahala. Apa lagi yang dia katakan?
“Tidak ada pahala. Ini adalah kewajiban,” kata Wu Bo-qian.
Benar, ini adalah kewajiban.
“Bukankah di rumah kamu bilang pada Nenek bahwa kamu sangat merindukan Shitai?”
“Ya.” Wu Bo-qian mengatakan.
“Beri tahu Shitai apa yang kamu katakan.”
“Saya sangat merindukan Shitai. Saya sudah sangat lama tidak melihat Shitai,” ujarnya.
“Saat Nenek bilang padamu bahwa Shitai tidak tinggal di rumah kita dan bertanya mengapa kamu begitu menyayangi Shitai, apa jawabanmu?”
“Karena hati saya menyatu dengan hati Shitai,” kata Wu Bo-qian.
“Bertanyalah kepada Shitai, apakah hati Shitai menyatu dengan hatimu.”
“Tadi saya melihat Shitai terus menganggukkan kepala.”
“Seragam apa yang kamu kenakan?”
“Seragam Tzu Cheng.”
“Bertanyalah kepada Shitai, apakah kamu adalah anggota Tzu Cheng.”
Ya, karena kamu sangat patuh.
“Shitai bilang kamu adalah anggota Tzu Cheng. Apakah kamu mau menyanyikan lagu Tzu Cheng untuk Shitai?”
Kita melihat seorang anak laki-laki, Bo-qian. Apakah dia menggemaskan? (Ya). Dia bagai anggota Tzu Cheng cilik. Setiap kali saya melihatnya, dia selalu berpakaian rapi dan sopan. Setiap hari, pagi-pagi sekali, dia memberi penghormatan kepada Buddha bersama neneknya. Dia juga menyerahkan celengan bambunya pada saya. Celengan bambunya sangat berat. Saat saya bertanya mengapa ada begitu banyak koin, dia berkata bahwa dia menyisihkannya setiap hari.
“Ini untuk Shitai menolong orang,” kata Wu Bo-qian
Untuk menolong orang.
“Itu sangat berat karena di dalamnya ada banyak uang.”
Saya tahu bahwa ini sangat berat.
“Setelah memberi penghormatan kepada Shitai, saya memasukkan uang ke dalam celengan bambu, lalu pergi makan pagi. Setelah itu, saya melakukan daur ulang.”
Terima kasih. Ini angpau untukmu. Terima kasih.
“Terima kasih, Shitai,” ujarnya.
Setiap hari, setelah memasukkan uang ke dalam celengan bambu dan makan pagi, dia melakukan daur ulang bersama neneknya. Dia melakukan semua itu setiap hari sehingga menjadi rutinitasnya. Lihatlah anak ini. Dia membangkitkan sebersit niat untuk menjalani hidup dengan disiplin. Sejak masih kecil hingga kini, dia terus melakukan daur ulang bersama neneknya. Terlebih, saat neneknya mengikuti kegiatan Tzu Chi, dia selalu ikut serta.
Baik pertunjukan isyarat tangan maupun kegiatan bedah buku, dia selalu ikut serta. Kehidupannya tak lepas dari Tzu Chi. Dia juga berkata bahwa hatinya sangat dekat dengan hati saya. Hatinya memang sangat dekat dengan hati saya. Ucapannya penuh kebenaran dan tindakannya sesuai aturan tanpa menyimpang sedikit pun. Setiap ucapannya sangat menyenangkan.
Dalam ceramah pagi, saya mengulas tentang perubahan pikiran dan fase kehidupan. Pikiran terus timbul dan lenyap. Kita harus bisa mempertahankan sebersit niat yang timbul agar tidak mudah tergoyahkan saat berada di tengah masyarakat. Dengan adanya keteguhan, pikiran kita tidak akan berubah.
Saya juga mengulas tentang fase kehidupan. Di kehidupan sekarang, kita harus membina tabiat baik dan menabur benih kebajikan untuk kehidupan mendatang. Di kehidupan sekarang, kita harus membina tabiat baik. Di kehidupan sebelumnya, anak itu telah membina tabiat baik dan menabur benih kebajikan untuk kehidupan sekarang.
Setelah memahami kebenaran ini, kita harus membina tabiat baik di kehidupan sekarang serta bertekad dan berikrar untuk membawanya ke kehidupan mendatang. Inilah yang disebut fase kehidupan dan perubahan pikiran. Fase kehidupan berkaitan dengan fisik kita. Berapa lama kita dapat menggunakan tubuh kita? Hingga hari terakhir kehidupan kita.
Kehidupan dimulai dari saat seseorang lahir hingga akhir hayatnya. Di kehidupan ini, apakah pikiran kita berubah? Setelah bertekad dan berikrar, kita melangkah maju dengan sepenuh hati dan tekad atau menyimpang di tengah jalan? Inilah perubahan pikiran dan tabiat. Bagaimana kita membina tabiat baik dan mempertahankannya agar tidak berubah?
Di kehidupan sebelumnya, anak ini telah membina tabiat dan perilaku baik serta menabur benih kebajikan. Dia kembali ke dunia ini dengan membawa ikrar yang dibangunnya di kehidupan sebelumnya. Karena itu, begitu lahir dia sudah memiliki jalinan jodoh baik. Neneknya adalah relawan Tzu Chi. Dia mengikuti berbagai kegiatan Tzu Chi bersama neneknya. Berkat jalinan jodoh baik, dia bisa berada di lingkungan Tzu Chi.
Saat anak lain terus bergerak dan tidak bisa duduk diam, dia bisa tetap tenang. Saat anak lain bermain, dia sepenuh hati melakukan daur ulang. Gerakannya sangat gesit dan dia tidak menyentuh barang yang tidak seharusnya disentuh. Dia melakukan segala hal dengan akurat dan teliti. Saat melihat mainan yang masih bisa dimainkan, dia akan membersihkan dan memainkannya. Dia juga membongkar dan memilah barang daur ulang dengan saksama.
Saat bertemu dengan saya tahun lalu, dia berusia empat tahun. Kini dia telah berusia lima tahun. Di kehidupan sebelumnya, dia telah membina tabiat baik dan menabur benih kebajikan. Di dalam ladang batinnya, dia telah menabur banyak benih kebajikan sehingga memiliki tabiat baik. Jadi, dia membawa tabiat baiknya dari kehidupan sebelumnya. Bukan hanya kehidupan sebelumnya, di kehidupan-kehidupan yang lampau, dia telah menabur benih kebajikan dan menghimpun jodoh baik sehingga setelah kembali ke dunia ini, dia dapat mengembangkan potensi kebajikan.
Semoga anak ini dapat senantiasa seperti ini. Dia juga berikrar untuk mewariskan Dharma kelak. Saat berinteraksi dengannya, saya bisa melihat keteguhannya. Selain mendengar Dharma, dia juga ingin menyebarkan Dharma. Kelak, dia juga akan membabarkan Dharma. Dia ingin mendekatkan hatinya dengan hati saya. Saya berharap dia dapat selamanya mewariskan ajaran Jing Si dan melindungi mazhab Tzu Chi. Inilah harapan saya.
Relawan cilik memiliki tekad yang teguh
Memupuk berkah dan pahala dalam fase kehidupan
Menabur benih kebajikan dari kehidupan ke kehidupan
Bertekad dan berikrar untuk mewariskan ajaran Jing Si
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 7 Maret 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 9 Maret 2019