Ceramah Master Cheng Yen: Menggelar Baksos Kesehatan dan Berikrar Membabarkan Dharma

Melihat Kamboja, saya sungguh sangat bersyukur karena di sana, kita memiliki sekelompok Bodhisatwa. Sekelompok Bodhisatwa ini memulai misi amal Tzu Chi di Kamboja. Setelah bertahun-tahun, akar Tzu Chi telah tertanam di sana. Melihat sumbangsih Tzu Chi, pemerintah setempat berharap Tzu Chi bukan hanya memberikan pelayanan medis, tetapi juga menyebarkan semangat budaya humanis ke sana. Mereka berharap misi amal, kesehatan, dan budaya humanis Tzu Chi dapat lebih sering dijalankan di sana.

Dalam baksos kesehatan di Kamboja kali ini, tim medis dari Taiwan, seperti ketua pelaksana misi kesehatan, Kepala RS Chien, beberapa orang dokter, dan staf medis lainnya juga berpartisipasi. Anggota TIMA dari Singapura, Malaysia, dan Vietnam juga berkumpul bersama di Kamboja. “Kami menyiarkan pemberitahuan di desa karena berharap ada banyak orang yang hadir,” kata seorang sopir. “Saya sangat miskin dan tidak punya uang untuk berobat,” ujar Li Shao-ping, seorang warga Kampong Cham.

Baksos selama tiga hari ini merupakan baksos berskala besar. Kita bisa melihat warga kurang mampu yang sangat tidak berdaya. Mereka menanggung penderitaan akibat penyakit dan hidup kekurangan. Ada banyak orang seperti itu. Melihatnya, saya sungguh merasa tidak tega. Dunia ini tetap membutuhkan Bodhisatwa dunia. Saya sangat tersentuh dan bersyukur.

Ceramah Master Cheng Yen

Dalam ceramah pagi, saya juga mengulas tentang pentingnya membabarkan Dharma. Membabarkan Dharma berarti menyebarkan ajaran benar. Dengan Dharma, kita baru bisa menyatukan hati manusia untuk menolong orang-orang yang menderita. Ini membutuhkan Dharma. Karena itu, Dharma harus disebarluaskan. Meski mayoritas warga Myanmar adalah umat Buddha, tetapi mereka tidak menerapkan ajaran Buddha dalam keseharian.

Pascabadai Nargis, Tzu Chi baru memiliki jalinan jodoh untuk menjangkau Myanmar dan menjalankan misi Tzu Chi di sana. Butir demi butir benih Tzu Chi mulai bertumbuh di sana. Saya sangat bersyukur. Selain itu, mereka juga sangat mementingkan Dharma. Warga setempat bisa menerima Dharma yang relawan kita bagikan dengan mereka. Ada juga yang bertekad untuk membabarkan Dharma.

Di sana, ada Bapak U Mya Thein yang merupakan guru bahasa Mandarin dan menguasai bahasa Mandarin dengan sangat baik. Setelah mempelajari Kata Renungan Jing Si, dia menerjemahkannya ke dalam bahasa Myanmar sehingga bisa dipahami oleh banyak orang. Warga setempat mendalami ajaran Buddha dan mengenal Tzu Chi lewat Kata Renungan Jing Si karena lebih singkat dan mudah diterjemahkan. Seperti inilah kita berbagi filosofi Tzu Chi dengan mereka.

Di antara relawan lokal, ada Thandar Lwin yang baru berusia 40-an tahun. Dia berpendidikan tinggi. Dia juga menguasai bahasa Mandarin. Dia bertekad untuk menjadi relawan Tzu Chi, tetapi menderita penyakit lambung kronis dan sudah menjalani dua kali operasi. Meski menderita penyakit kronis, dia tetap sangat tekun dan bersemangat. Penyakitnya tidak mengalahkannya.

Ceramah Master Cheng Yen

“Tahun 2009, saya mengikuti kegiatan bedah buku dan mendengar ceramah Master bahwa dunia ini penuh dengan bencana. Kita harus segera bersumbangsih karena sudah tidak punya cukup waktu lagi. Kata Renungan Jing Si juga mengajari kita bahwa asalkan ada tekad, maka tiada hal yang sulit. Inilah yang memotivasi saya menjadi relawan Tzu Chi. Selama masih bisa bangun, saya harus bersumbangsih. Saat saya sudah tidak bisa bangun dan hidup saya berakhir, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Saya akan terus mengemban misi Tzu Chi hingga akhir hayat saya,” cerita Thandar Lwin, relawan Tzu Chi.

 Dia bertekad dan berikrar untuk menjadi relawan Tzu Chi. Meski jatuh sakit, dia tetap bersumbangsih. Dia mendengar saya berkata bahwa kita sudah tidak punya cukup waktu lagi dan terinspirasi oleh kalimat itu. Benar, kita sudah tidak punya cukup waktu lagi. Bagaimana bisa kita menunda untuk bersumbangsih karena kondisi kesehatan kita?

Hidup manusia tidaklah kekal. Janganlah kita menyia-nyiakan waktu karena penyakit yang menyerang tubuh kita. Saat Thandar Lwin datang ke Taiwan untuk dilantik pada tahun 2013, penyakit lambungnya kambuh dan kondisinya sangat lemah. Dokter memperingatkannya untuk tidak naik pesawat, tetapi dia meminta ayahnya untuk memberi tahu dokter bahwa dia harus datang ke Taiwan karena dia ingin dilantik oleh saya secara langsung.

Saat itu, dia sungguh terlihat tidak sehat. Dia menahan rasa sakitnya dan menggenggam setiap momen dalam hidupnya untuk bersumbangsih semaksimal mungkin. Dia mengikuti semua kegiatan Tzu Chi, seperti melakukan kunjungan kasih ke pedesaan. Dalam setiap kelas pelatihan, dia juga membantu menerjemahkan. Kemudian, dia berharap bisa menerjemahkan program “Lentera Kehidupan” yang berdurasi 12 menit. Dia berharap bisa menerjemahkan baris demi baris dari bahasa Mandarin ke dalam bahasa Myanmar.

Ceramah Master Cheng Yen

“Awalnya, saya sangat lamban dalam mengetik. Untuk tiga menit dari program “Sanubari Teduh”, saya harus menghabiskan waktu sepanjang hari. Setelah lebih sering menerjemahkan, untuk menyelesaikan program berdurasi 12 menit, saya hanya butuh waktu tiga jam. Saat menerjemahkan, saya seperti mendengar ceramah Master setiap hari. Dengan mendengar ceramah Master setiap hari, tentu saya menyerap ajaran kebajikan. Saat saya merasa tidak enak badan, kekuatan ini mendukung saya melaluinya,” tutur Thandar Lwin.

Selain itu, juga ada Bapak U Myint Kyi. Mereka berdua bisa menerjemahkan. Terkadang, Bapak U Myint Kyi menggunakan kamus Mandarin-Myanmar. Terkadang, dia juga menggunakan kamus Inggris-Myanmar. Dia menerjemahkan dengan sepenuh hati dan tidak asal-asalan. Mejanya penuh dengan buku-buku Tzu Chi. Meski sudah berusia 75 tahun, dia tetap sangat tekun dan bersemangat. Kini dia telah pension sehingga bisa berfokus menerjemahkan. Dia sungguh mengagumkan. Dia menerjemahkannya baris demi baris. Dia juga memiliki banyak buku Tzu Chi. Saya sungguh sangat tersentuh.

Jadi, bagaimana menyebarkan ajaran Buddha? Seperti yang saya ulas dalam ceramah pagi, kita harus bisa menanggung segalanya. Mereka telah menyerap Dharma ke dalam hati. Mereka bersedia mendedikasikan diri demi menyebarkan Dharma. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Mereka merupakan murid saya yang baik. Terkadang, melihat wajah Thandar Lwin begitu pucat, saya sungguh merasa tidak tega.

Singkat kata, saya berharap relawan yang memiliki tekad dan ikrar seperti mereka dapat menjaga kesehatan agar dapat membabarkan Dharma dalam jangka panjang. Bapak U Myint Kyi telah berusia 70-an tahun, sedangkan kesehatan Thandar Lwin tidak baik. Namun, keteguhan mereka sangat menyentuh. Dengan cara seperti ini, kita baru bisa menyebarkan Dharma ke seluruh dunia.

Merasakan kehangatan cinta kasih di Kamboja
Tetap membimbing sesama meski jatuh sakit
Bertekad untuk bergotong royong menyebarkan ajaran benar
Mempertahankan keyakinan dan ikrar untuk memutar roda Dharma

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Maret 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 13 Maret 2017

Editor: Metta Wulandari

Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -