Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Jalinan Jodoh untuk Membina Berkah dan Kebijaksanaan


“Selamat pagi, Kakek Guru,”
sapa Guo Yi-nian relawan cilik.

Selamat pagi.

“Hari ini saya telah mengikuti ceramah pagi, kebaktian pagi, doa bersama, dan berpelukan dengan Kakek Guru dan para guru di Griya,” kata Guo Yi-nian relawan cilik.

“Mengapa suka melakukan ini semua?”

“Karena Kakek Guru dan para guru sangat menyayangi saya,” jawab Guo Yi-nian relawan cilik.

Anak kecil ini, kita telah melihat dan mendengarnya. Kita melihat dia masih begitu kecil. Sesungguhnya, sejak berusia satu atau dua tahun, dia sudah tekun dan bersemangat. Seperti seorang bhiksu atau praktisi senior, dia duduk dengan tenang, bebas, dan teguh.

Setiap hari, saat melihatnya, saya mengingatkan diri sendiri bahwa anak kecil saja bisa begitu teguh bagai Gunung Taishan. Sikapnya membuat orang yang melihatnya merasakan ketenangan.

Kita telah mendengarnya melantunkan Sutra atau Sepuluh Pedoman Hati. Dia mampu menghafalnya. Ini tidak mungkin terjadi jika dia tidak memupuk kesadarannya sejak kehidupan lampau, seperti orang zaman dahulu yang berkata, "Belajar banyak sejak kehidupan lampau."

Di kehidupan lampau, dia pasti adalah Bodhisatwa yang berlatih dengan baik. Dia juga berjalan di jalan Tzu Chi dengan sangat teguh. Oleh karena itu, pada kehidupan sekarang dia tidak tersesat.


Meski sudah berganti kehidupan, dia tetap tidak tersesat. Pikirannya masih begitu jernih dan damai.

“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam,” kata Guo Yi-nian relawan cilik.

“Untuk apa uang ini?”
“Untuk dimasukkan ke dalam celengan bambu. Semoga hati manusia tersucikan, masyarakat harmonis, dan dunia bebas dari bencana. Terima kasih,” kata Guo Yi-nian relawan cilik.

“Dengan melatih diri, barulah kita memiliki jaminan terbaik dari kehidupan ke kehidupan. Terima kasih,” pungkas Yi-nian relawan cilik.

Kata-katanya sangat menginspirasi. Saat mendengarnya berbicara, saya selalu berpikir bagaimana bisa seorang anak kecil memahami kebenaran di balik berbagai hal dengan jelas. Tubuhnya memang terlihat masih kecil, tetapi kesadarannya sangat jernih.

Kini, di Griya Jing Si terdapat beberapa orang anak berusia dua, tiga, empat, lima, atau enam tahun yang jika saya pikir-pikir, mungkin mereka adalah Bodhisatwa Tzu Chi yang kembali ke ladang pelatihan ini.

Yang menjadi orang tua mereka harus membimbing mereka dengan baik agar mereka memiliki arah yang tepat.

Dengan demikian, saya percaya kelak di dunia ini akan makin banyak bermunculan Bodhisatwa muda yang murni, yang menciptakan Tanah Suci Bodhisatwa di dunia ini. Ini bukan tidak mungkin. Kelihatannya sangat mungkin.


Saat ini, kita melihat dunia dipenuhi gejolak dan kekacauan. Kita juga melihat ketidakselarasan empat unsur. Beruntung, di dunia ini masih ada Bodhisatwa yang muncul di masa-masa penuh gejolak ini.

Kita dapat melihat banyak Bodhisatwa dunia yang muncul di berbagai negara pada saat ini. Saya berharap mereka memiliki tekad yang teguh.

Bodhisatwa sekalian, kita yang hidup di tengah lingkungan yang penuh kenyamanan ini harus lebih bertekad dan berikrar untuk menciptakan berkah bagi kehidupan mendatang. Kita harus menambah wawasan dan memupuk kebijaksanaan. Kita harus membina berkah dan kebijaksanaan sekaligus.

Melihat penderitaan di dunia, kita harus menyadari berkah. Sebagai insan Tzu Chi, kita harus mengembangkan berkah dan kebijaksanaan sekaligus. Inilah yang disebut Bodhisatwa dunia.

Pada zaman ini, kita memiliki kesempatan untuk menelurkan lebih banyak Bodhisatwa dunia. Di zaman Buddha lebih dari 2.500 tahun lalu, Buddha telah mengutarakan pemikiran-Nya, tetapi jalinan jodoh masa itu tidak sematang saat ini.

Pada zaman sekarang, kita memiliki jalinan jodoh yang baik. Jadi, kita harus sangat menghargainya.

Sebagai generasi pertama Tzu Chi, kita bisa mempraktikkan Jalan Bodhisatwa di dunia. Kita harus bersungguh hati dalam melatih diri, senantiasa mengingatkan diri sendiri, dan selalu memiliki minat terhadap Dharma.


Kita harus menjalankan praktik nyata di Jalan Bodhisatwa. Kita harus menggenggam waktu kehidupan kita untuk melakukan yang bisa dilakukan. Dengan lebih banyak bersumbangsih, berarti kita menjalin lebih banyak jodoh berkah. Ini adalah jalinan jodoh baik bagi kita.

Terima kasih, Bodhisatwa sekalian. Berkat kalian, Tzu Chi bisa tersebar ke seluruh dunia. Berkat jalinan jodoh baik, jumlah Bodhisatwa pun dapat terus bertambah. Mewujudkan jalinan jodoh bagaikan menanam benih di sebidang lahan dengan sepenuh hati.

Lihatlah sayuran. Benih sayuran mulanya sangat kecil. Begitu ditanam di tanah, dengan dukungan air hujan, embun, dan udara yang baik, benih itu dapat terus bertumbuh.

Sebutir benih yang kecil, setelah beberapa puluh hari kemudian, akan menjadi batang-batang sayuran yang lebat. Sungguh, seluruh dunia dipenuhi energi kehidupan dan berbagai kondisi pendukungnya.

Namun, kita harus mengolah lahan ini dengan baik dan sepenuh hati, barulah harapan akan terwujud. Begitu pula dengan kehidupan kita dan alam.

Bisa hidup dengan damai dan harmonis merupakan berkah bagi manusia. Sebaliknya, melihat kekacauan yang disebabkan oleh manusia, kita merasa khawatir dan tidak tenang. Karena itu, dunia ini membutuhkan Bodhisatwa agar keharmonisan dan ketenteraman dapat terwujud.

Terima kasih kepada insan Tzu Chi yang memiliki satu tekad. Marilah kita semua mengerahkan hati dan kekuatan kita bagi dunia ini.    

Batin tetap jernih dan teguh meski telah berganti kehidupan
Bodhisatwa datang kembali dengan batin yang jernih dan damai
Memanfaatkan jalinan jodoh untuk membina berkah dan kebijaksanaan
Mengembangkan kebajikan di dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 September 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 06 September 2021
Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -