Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Jalinan Jodoh untuk Menabur Benih Kebajikan
Saya sering berkata bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Jika demikian, mengapa masih harus melatih diri? Pada hakikatnya, setiap orang bisa mencapai kebuddhaan, mengapa masih harus melatih diri? Ini karena dari kehidupan ke kehidupan selama berkalpa-kalpa yang tak terhingga, hakikat kebuddhaan kita perlahan-lahan tertutup. Entah sudah berapa kali kita terlahir kembali di enam alam kehidupan. Perlahan-lahan, kita membangun tabiat buruk dan mengakumulasi kegelapan batin kita.
Selain kegelapan batin, kita juga mengakumulasi ketamakan, kemarahan, kebodohan, kesombongan, dan keraguan. Inilah yang disebut Lima Racun. Racun di dalam hati kita sangat berbahaya. Meski kita memahami prinsip kebenaran, tetapi jika ketamakan, kemarahan, kebodohan, kesombongan, dan keraguan tidak dilenyapkan, maka kita tetap akan menyimpang dari jalan kebenaran.
Untuk bertindak sesuai Dharma, kita bukan hanya tidak boleh tamak, tetapi juga harus memiliki keseimbangan batin. Kita harus memiliki keseimbangan batin tanpa kemelekatan sehingga kita bisa bersumbangsih tanpa pamrih dan penuh rasa syukur. Dengan demikian, kita bisa bersumbangsih dengan bahagia.
Kita hendaknya jangan berpikir, “Saya sudah bersumbangsih, mengapa bisa terkena kanker?” Sebagian orang berpikir demikian. Mereka berpikir dan berkeluh kesah seperti ini karena berpikiran menyimpang. Berbuat baik bukan demi memperoleh buah baik sekarang. Kita hendaknya berpikir bahwa seandainya terjadi sesuatu, setidaknya kita sudah bersumbangsih. Kita hendaknya merasa beruntung bisa mengemban misi Tzu Chi.
Adakalanya, saat tiba-tiba terjadi sesuatu, saya juga merasa sangat beruntung karena kehidupan sekarang dipenuhi berkah. Saya tidak tahu berapa lama lagi waktu yang saya miliki, tetapi saya akan menggenggam waktu untuk membabarkan Dharma dan bersumbangsih semampu saya. Kita semua harus menggenggam waktu.
Bodhisatwa sekalian, Tzu Chi hampir memasuki usia ke-52 tahun. Tahun demi tahun berlalu dengan sangat cepat. Tzu Chi telah melewati setengah abad. Kita sungguh harus mewariskan ajaran Jing Si. Kita harus senantiasa mengingat semangat ajaran Buddha dan menggenggam erat ajaran Jing Si. Semangat ajaran Jing Si adalah giat mempraktikkan Dharma dalam keseharian.
Bodhisatwa sekalian, kita harus menyucikan hati manusia. Jika kita tidak memberikan kesempatan pada orang-orang yang ingin berbuat baik, maka lama-kelamaan, kebajikan dan cinta kasih Taiwan akan hilang. Jika benih cinta kasih tidak ditabur dan ladang batin tidak digarap, maka ladang batin orang-orang akan telantar dan dipenuhi rerumputan. Mereka membutuhkan kita untuk membimbing mereka menggarap ladang batin.
Mereka membutuhkan benih cinta kasih agar mereka berkesempatan untuk kembali menabur benih cinta kasih. Jika kita tidak memberi mereka kesempatan, bukankah sangat disayangkan? Jadi, kita hendaknya memulihkan keyakinan para donatur terhadap Tzu Chi. Selain itu, kita juga harus meneguhkan keyakinan diri sendiri.
Kita hendaknya bersungguh-sungguh memulihkan semangat cinta kasih. Dengan demikian, barulah hidup kita bisa aman dan tenteram. Kini bukan hanya iklim yang tidak selaras, bahkan pikiran manusia pun tidak selaras. Karena itu, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan dan melakukan semua yang bisa kita lakukan.
Jika bisa menunaikan kewajiban masing-masing, maka semua orang akan hidup aman dan tenteram. Kini, karma kolektif semua makhluk membawa dampak besar bagi dunia ini. Karena itu, kita harus menjaga pikiran kita. Jika memiliki jalinan jodoh, kita juga harus menjaga pikiran orang lain.
Untuk menyelamatkan semua makhluk, Bodhisatwa harus terjun ke tengah masyarakat. Jadi, kita harus berikrar menyelamatkan semua makhluk dengan ketulusan dan memutus noda batin dengan kebenaran. Jangan biarkan sebersit kegelapan batin menggoyahkan tekad pelatihan kita. Kita juga harus membangun keyakinan.
Dengan keyakinan berikrar mempelajari seluruh pintu Dharma. Kita harus sungguh-sungguh mendalami Dharma. Jika kita tidak mendalami Dharma, maka sebatang rumput saja bisa menggoyahkan kita. Pikirkanlah, bukankah itu sangat disayangkan?
Inilah yang membuat kita tidak bisa mencapai kebuddhaan. Karena itu, kita harus berikrar mencapai kebuddhaan dengan kesungguhan. Dengan meneladani Buddha, kita bisa mencapai kebuddhaan meski membutuhkan waktu yang panjang. Inilah ucapan Buddha yang jujur. Buddha tidak berkata bahwa jika kita yakin pada-Nya, kita akan segera mencapai kebuddhaan. Itu tidak mungkin.
Kita harus menempuh perjalanan yang sulit untuk mencapai kebuddhaan. Ini adalah ucapan yang jujur. Jadi, kita harus bersumbangsih. Saya juga memberi tahu kalian bahwa mengemban misi Tzu Chi bukan berarti terbebas dari segala bencana. Tidak. Karma apa pun yang kita ciptakan di masa lalu, jika kita bisa menerima buahnya dengan lapang hati, maka penderitaan akan berlalu dengan cepat. Jadi, bencana akan berlalu.
Kita bergabung ke dalam Tzu Chi demi menciptakan berkah bagi semua makhluk di seluruh dunia. Kita menciptakan berkah bagi dunia tanpa penyesalan. Tanpa penyesalan, kita tidak akan mundur dari jalan ini. Jadi, cinta kasih agung tanpa penyesalan mendatangkan cinta kasih tak terhingga.
Untuk menyebarkan cinta kasih di dunia ini, kita harus mempraktikkan welas asih agung tanpa keluh kesah. Banyak orang yang dilanda penderitaan. Karena itu, kita harus bersumbangsih bagi mereka. Meski prosesnya membutuhkan kerja keras, tetapi kita melakukannya dengan sukarela. Contohnya, saat kalian membantu orang lain membersihkan rumah. Kalian tidak mengenal mereka dan lingkungan mereka menyebarkan aroma yang sangat tidak sedap. Namun, kalian membantunya dengan sukarela.
Setelah dibersihkan oleh kalian, lingkungan tempat tinggal mereka menjadi sangat nyaman. Para lansia dan orang yang mengalami keterbatasan fisik bisa tinggal di lingkungan yang nyaman, hati kita juga terasa nyaman. Jadi, kita harus memiliki istana welas asih serta jubah kelembutan dan kesabaran.
Ini sudah pernah saya katakana saat mengulas bab Guru Dharma. Singkat kata, inilah tekad dan ikrar kita. Kita bersumbangsih tanpa berkeluh kesah. Tekad dan ikrar kita adalah membebaskan semua makhluk dari penderitaan dengan welas asih agung. Dengan sukacita agung tanpa kerisauan, kita bisa memperoleh kebahagiaan tak terhingga.
Kita bukan hanya bersumbangsih tanpa pamrih, tetapi juga mengucapkan terima kasih. Saat bersumbangsih, insan Tzu Chi selalu membungkukkan badan 90 derajat untuk mengucapkan terima kasih. Saat bersumbangsih, kita merasa bahagia karena orang-orang terselamatkan. Jadi, keseimbangan batin agung tanpa pamrih menumbuhkan rasa syukur tak terhingga.
Bodhisatwa sekalian, kalian harus mengembangkan kekuatan cinta kasih untuk bekerja sama dengan harmonis. Kita semua hendaknya ingat bahwa meski memiliki latar belakang yang berbeda-beda, tetapi kita memiliki kesatuan hati bagaikan bola Kristal yang berpusat pada satu titik yang sama. Hati kita semurni bola kristal.
Di dalam hati setiap orang terdapat benih Bodhi. Bodhi berarti kesadaran. Butir demi butir benih Bodhi bisa bertumbuh membentuk hutan yang luas yang bermanfaat untuk melindungi bumi. Dengan demikian, bumi akan aman dan tenteram. Jadi, kita harus memiliki kesadaran.
Menggenggam waktu untuk berbuat baik dan melenyapkan Lima Racun
Giat mempraktikkan Dharma dengan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin
Membangkitkan cinta kasih universal dan menabur benih kebajikan
Benih Bodhi bertunas dan bertumbuh membentuk hutan Bodhi
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Februari 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 28 Februari 2017