Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Niat Baik untuk Bersumbangsih
“Manusia sebagai makhluk terpandai di alam, kini tengah menghadapi Perang Dunia Ketiga dan kita diserang oleh virus penyakit. Bukankah sudah tiba waktunya bagi kita untuk merenung dan kembali pada jalan yang benar?,” kata Cheng Yan-ping relawan Tzu Chi.
“Kita sering berkata bahwa virus sangat menakutkan. Jika kita berintrospeksi sejenak, bukankah kita menemukan bahwa kita sendiri juga merupakan salah satu virus di Bumi ini? Kita telah mencemari Bumi,” kata Fang Yu-xie relawan Tzu Chi.
“Welas asih berarti menghormati kehidupan, Kita harus memiliki pemikiran bahwa semua makhluk setara. Hewan juga memiliki hak untuk hidup,” kata kata Li Ming-zheng relawan Tzu Chi.
“Terima kasih kepada kakak-kakak yang bersedia menghimpun para relawan untuk tetap memiliki pikiran benar dan tidak takut dalam masa-masa sulit seperti ini,” kata salah seorang warga.
Sudah lama saya menyerukan agar kita bertobat dengan tulus. Entah apakah kalian sudah bertobat. Kita harus bersyukur dengan tulus. Kita harus bersyukur dengan ketulusan mendalam. Sudahkah kita bersyukur dengan rendah hati? Kita harus mengerti untuk bertobat terhadap langit. Sejak masa lalu hingga masa kini, berapa banyak kesalahan yang telah kita perbuat? Kini kita tengah menerima dan mengalami wabah yang meliputi seluruh dunia. Wabah ini membuat kita tak bisa berkata-kata. Karma apa yang menyebabkan ini semua? Untuk meredam karma buruk kolektif ini, hanya ada satu cara, yakni bertobat dengan tulus. Kita harus bersyukur dengan rendah hati. Kita bersyukur atas cinta kasih setiap orang di dunia. Kita bersyukur atas alam yang telah memberi kita bahan pangan melimpah sehingga kita mampu bertahan hidup dan panjang umur.
Singkat kata, terhadap langit dan bumi, kita harus terus bersyukur. Saat beranjali, kita harus mengikis pikiran pengganggu serta menghimpun kekuatan cinta kasih yang tulus agar ketulusan doa kita terdengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa. Kita ingin menerima belas kasih para Buddha dan Bodhisatwa. Kita terus berharap dan berdoa dengan tulus.
Wabah kali ini membuat orang-orang merasa takut. Namun, kita harus meredakan rasa takut ini dan menenangkan batin kita. Jangan takut, tenangkan batin kita. Kita harus bertekad dan berikrar untuk mengubah kebiasaan masa lalu kita. Kita juga berikrar untuk masa depan. Kita harus yakin terhadap diri sendiri. Kita yakin terhadap diri sendiri bahwa kita pasti bisa mengubah kebiasaan masa lalu kita. Kita percaya diri kita memiliki kemampuan untuk membangun ikrar bagi masa depan, yakni bersumbangsih di tengah masyarakat.
Kita harus yakin terhadap diri sendiri. Dengan beranjali, kita membangun tekad dan ikrar. Kita harus bersyukur. Kekuatan satu orang tidaklah cukup. Dibutuhkan himpunan kekuatan banyak orang. Lihatlah koin-koin yang memenuhi guci itu. Semua itu berasal dari celengan milik banyak orang yang diisi dengan niat baik setiap hari. Para dokter dan perawat serta para relawan menyisihkan uang sedikit demi sedikit setiap hari hingga terhimpun menjadi banyak seperti sekarang. Ketika dibutuhkan seperti saat ini, semua orang membawa celengan mereka dan mengumpulkan tetes-tetes cinta kasih itu. Ini adalah sebuah kekuatan. Ini adalah Dharma, yaitu Dharma Tzu Chi. Tetes-tetes Dharma ini membasahi hati setiap orang. Cinta kasih ini kita persembahkan bagi dunia.
“Sebagai seorang muslim dari Suriah, saya berdoa semoga wabah COVID-19 segera berakhir; orang-orang yang terjangkit segera pulih. Saya juga berdoa semoga orang-orang tidak tertular virus ini. Sekali lagi saya berdoa bagi seluruh dunia,” kata salah seorang pengungsi Suriah.
“Melihat tayangan tentang wabah tadi, hati saya sangat sedih. Semoga Allah memberkati para pasien agar cepat pulih. Semoga setiap negara tetap aman dan stabil serta jauh dari wabah dan bencana,” kata Ahmad Abdulaziz pengungsi Suriah.
“Kita semua yang hidup di dunia ini bagai berada di sebuah perahu yang sama. Kita sama-sama khawatir akan ketidakpastian dalam wabah kali ini. Tidak ada orang yang berada di luar masalah ini. Kita harus berdoa dengan tulus semoga wabah tak terus menyebar sehingga orang-orang dapat tenang dan selamat,” kata Rsha Al Skkr relawan asal Suriah.
Mereka adalah umat Islam. Mereka juga bergerak bersama Tzu Chi. Mereka membuka telapak tangan dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an dengan tulus. Mereka juga tulus berdoa memohon berkat. Mereka juga mendorong anak-anak untuk menyisihkan uang jajan mereka dan mengumpulkannya di dalam celengan bambu untuk disumbangkan saat dibutuhkan sebagai ungkapan cinta kasih. Mereka semua mampu melakukannya.
Dengan membuka telapak tangan, mereka berdoa kepada Tuhan mereka, "Ya Allah, aku persembahkan cinta kasih ini. Ya Allah, berilah kami keselamatan." Mereka telah bersumbangsih. Mereka juga telah berdoa. Bukankah kita juga harus bertekad dan berikrar? Bukankah kita juga harus tulus berdoa bagi keselamatan dunia? Ya, meski berbeda agama, kita memiliki motivasi dan harapan yang sama. Saya berharap semua orang mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dan menghimpun tetes-tetes cinta kasih di seluruh dunia.
“Kita berharap dengan cinta kasih ini, kita dapat menciptakan berkah bagi dunia dan membimbing orang-orang ke arah kebajikan. Saya tahu pada hari-hari ini, kita takut untuk keluar. Namun, hari ini saya memilih untuk membantu di sini karena jika kita tidak saling membantu, tidak ada orang yang bisa membantu. Kalau begitu, siapa yang akan membantu orang-orang yang membutuhkan atau kelaparan?” kata Levi Udtujan relawan.
“Hari ini, kami menerima beras dari insan Tzu Chi. Saya juga akan berbagi beras ini kepada orang yang tidak memiliki beras. Saya ingin membantu mereka. Semoga setelah mendapat berkah ini, kelak mereka juga dapat membantu orang lain,” kata Eric Santiago warga.
Kita melihat Tzu Chi Filipina membagikan bantuan dengan tetap menjaga jarak. Mereka sangat bersungguh hati. Namun, orang yang menderita masih banyak. Kita mendengar di sana juga terjadi kebakaran. Bukankah itu membawa penderitaan? Di tengah penderitaan, yang dibutuhkan ialah usaha untuk mengatasi penderitaan itu. Kalau tidak, apa lagi yang dapat diperbuat? Ini tak lepas dari kekuatan karma. Rumah mereka terbakar. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi. Penderitaan mereka sungguh tak terbayangkan. Namun, saat ini para relawan Tzu Chi di Filipina telah mulai menggalang kekuatan untuk memahami kebutuhan warga dan merencanakan penyaluran bantuan.
Di tengah banyaknya orang yang menderita, para Bodhisatwa Tzu Chi ini tiada hentinya meneruskan estafet cinta kasih untuk memberikan bantuan. Oleh karena itu, saya berterima kasih atas cinta kasih para relawan. Semua ini tak pernah habis diucapkan. Saya juga sering membahas berbagai penderitaan di dunia. Harap semua orang menerima obat mujarab untuk mengatasinya, yakni tulus bervegetaris.
Tulus bervegetaris berarti menghentikan pembunuhan makhluk hidup dan mengembangkan cinta kasih. Ketulusan kita wujudkan lewat bervegetaris. Jadi, untuk menghentikan pembunuhan dan mengungkapkan ketulusan, kita semua hendaknya bervegetaris. Terima kasih.
Beranjali
dan bertobat dengan tulus
Tulus
bervegetaris demi meredam wabah
Dharma
membasahi batin dan menghimpun cinta kasih
Memegang
teguh niat baik untuk bersumbangsih di tengah masyarakat
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 25 April 2020