Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Waktu untuk Berbuat Baik dan Menciptakan Berkah
Setiap hari, pada waktu yang bersamaan, terjadi bencana yang berbeda-beda di berbagai penjuru dunia. Saya sungguh tidak tega dan khawatir melihatnya. Demi memenuhi nafsu makan, manusia menebang pepohonan untuk menanam tanaman komersial yang dapat dipanen setiap tahun, seperti kelapa sawit, kopi, dan sebagainya. Manusia telah merusak bumi, tempat berbagai jenis tumbuhan dan hewan bergantung hidup.
Mari kita pikirkan baik-baik. Apakah manusia menciptakan karma buruk? Manusia telah menciptakan karma buruk besar. Segala kebutuhan sehari-hari kita, dari sandang, pangan, papan, hingga transportasi, apa yang tidak membuat bumi terluka? Industri mana yang tidak menghasilkan limbah? Sesungguhnya, kita tidak butuh begitu banyak pakaian. Sehelai pakaian bisa digunakan berapa lama? Contohnya pakaian saya ini. Ini sudah berusia 20 hingga 30 tahun dan berkali-kali ditambal di bagian dalamnya.
Dari luar, pakaian ini mungkin terlihat baru. Saya memperbarui diri setiap hari sehingga hati saya selalu "baru". Ini karena saya tidak menyimpan sampah di dalam hati. Berhubung tak ingin batin saya kotor dan bernoda, maka saya membersihkannya setiap waktu. Bagaikan pakaian yang saya kenakan ini, meski sudah puluhan tahun, bukankah ia terlihat sama seperti dahulu? Jadi, kita tidak perlu hidup boros.
Saat bertemu insan Tzu Chi, saya sering mendengar mereka berkata, "Saat saya mengenakan pakaian bekas yang saya kumpulkan dan sudah dicuci, orang-orang terkadang mengira bahwa saya mengenakan pakaian baru. Saya berkata bahwa pakaian ini merupakan pakaian dari posko daur ulang." Hal ini masih segar dalam ingatan saya. Sesungguhnya, meski merupakan pakaian bekas, asalkan ukurannya pas bagi kita, setelah dicuci dan disetrika, ia akan terlihat bagai pakaian baru. Demikianlah kita menghargai berkah.
Menghargai berkah termasuk pelatihan diri. Tidak semua orang yang melihatmu akan menanyakan pakaianmu itu baru atau lama. Bahkan, mereka mungkin memujimu setelah tahu bahwa pakaian itu dari posko daur ulang. Jadi, kita dapat membimbing sesama dengan tindakan nyata. Demikianlah Bodhisatwa dunia, senantiasa membimbing sesama lewat perbuatan, ucapan, dan pikiran. Mereka selalu bertutur kata baik dan bisa menjadi teladan bagi orang lain,baik dalam berpakaian maupun bertindak.
Jadi, menjadi Bodhisatwa dunia tidaklah sulit. Ini sangat mudah. Saya berharap Bodhisatwa sekalian dapat memahami maksud saya. Yang saya ulas saat ini bukanlah Dharma yang mendalam, melainkan mengenai keseharian kita. Kita melatih diri dalam keseharian. Kita harus melatih diri untuk melakukan hal yang tidak biasa dan tidak bisa dilakukan oleh orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Jalan Bodhisatwa ada dalam keseharian. Inilah Jalan Bodhisatwa yang sesungguhnya. Karena itulah, saya sering menyebut kalian sebagai Bodhisatwa. Saya menyebutkannya secara alami, tidak dibuat-buat. Dari lubuk hati saya, saya sangat memuji kalian. Setiap orang dari kalian merupakan Bodhisatwa di dalam hati saya. Tanpa kalian, bagaimana mungkin ada Tzu Chi?
Pandemi COVID-19 membuat insan Tzu Chi melihat semakin banyak orang yang kekurangan. Insan Tzu Chi pun bergerak untuk membagikan bantuan pada lebih banyak orang. Mulai sekarang, kita harus memperluas jangkauan kita dan memberikan bantuan yang lebih menyeluruh. Tanpa memandang perbedaan suku dan agama, kita menghormati dan mengasihi kehidupan dengan semangat cinta kasih universal. Kita melakukannya dengan tulus tanpa dibuat-buat.
Apa yang terpikirkan hendaklah segera kita lakukan. Bodhisatwa harus menggenggam waktu untuk menolong orang yang membutuhkan dan bersumbangsih. Jika kita tidak menggenggam jalinan jodoh dan melewatkannya, saat kita ingin bersumbangsih, mungkin sudah tidak ada kesempatan lagi. Karena itulah, saya berkata pada kalian bahwa kita harus bersumbangsih tanpa pamrih sekaligus bersyukur.
Tentu saja, kita harus berdoa dengan tulus semoga dunia aman dan tenteram. Namun, saat bencana terjadi, kita harus menggenggam waktu untuk bersumbangsih. Buddha berkata bahwa kehidupan manusia tidak kekal dan bumi pun rentan. Kita harus tahu tentang hal ini. Jadi, saat bencana terjadi, kita harus segera bergerak dan berkumpul. Di mana pun dibutuhkan, kita harus segera membentuk tim dan pergi ke sana untuk melakukan estafet cinta kasih.
Saat ini, Tzu Chi telah memasuki usia ke-55 tahun. Pada usia ke-55 tahun ini, yakni lebih dari setengah abad, Tzu Chi telah tersebar ke seluruh dunia. Kita semua adalah insan Tzu Chi generasi pertama. Saya masih hidup dan ada banyak relawan senior. Kita semua adalah insan Tzu Chi generasi pertama. Saat ini, mari kita membangun tekad dan ikrar untuk kembali aktif mewariskan semangat Tzu Chi kepada relawan yang lebih junior ataupun relawan yang baru bergabung.
Kalian bisa terus mewariskan semangat Tzu Chi. Dengan adanya semangat Tzu Chi di dunia ini kesempatan orang yang menderita di seluruh dunia untuk tertolong akan sangat besar. Jadi, saya berharap insan Tzu Chi di seluruh dunia dapat membangun tekad dan ikrar agung untuk membentangkan inci demi inci cinta kasih tanpa pamrih. Jangan menyia-nyiakan satu detik pun. Inilah harapan saya terhadap semua orang. Saya berharap semua orang dapat melakukannya. Ini adalah harapan saya terhadap kalian.
Melindungi sesama makhluk hidup
Hidup sederhana dan menghargai sumber daya alam
Mempraktikkan Dharma dalam keseharian
Menggenggam waktu untuk menolong sesama dan bersumbangsih
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 02 November 2020