Ceramah Master Cheng Yen: Menggenggam Waktu untuk Menabur Benih Kebajikan

“Kami berasal dari Malaysia. Di Penang dan Butterworth, Tzu Chi memberikan pelayanan cuci darah gratis. Kami bersyukur masih diberi kesempatan untuk menolong orang yang membutuhkan,” kata Ye Hui-ting, relawan Tzu Chi.

“Pada tahun 2000, adik perempuan saya memperkenalkan Tzu Chi di desa kami. Setelah mengenal Tzu Chi, ibu saya mulai melakukan daur ulang. Saat berusia 70 tahun, dia menonton Da Ai TV tentang kisah seorang petugas kebersihan. Dengan upahnya, petugas kebersihan itu juga bisa mendukung Tzu Chi melakukan kebajikan. Karena itu, ibu saya berikrar di hadapan Bodhisatwa bahwa dia juga ingin melakukan kebajikan,” tutur Li Xiu-ying, relawan Tzu Chi.

“Kemudian, dia giat menyadap pohon karet untuk menghasilkan uang. Setelah menabung selama 8 tahun, akhirnya dia bisa menyumbang satu komisaris kehormatan. Saat dia berusia 80 tahun, timbul keinginan lain lagi. Dia berkata bahwa dia telah begitu lama menjalankan Tzu Chi. Dia juga ingin kembali ke Taiwan untuk dilantik oleh Master. Ibu saya berikrar bahwa setelah pulang, dia akan terus melakukan daur ulang,” tambahnya.  

Sungguh, topik pembicaraan Bodhisatwa selalu tak luput dari penderitaan di dunia. Bodhisatwa menjangkau orang-orang di dunia yang penuh ketidakkekalan. Mereka meringankan penderitaan, menenteramkan hati orang-orang, dan menginspirasi orang-orang untuk bertekad dan berikrar menapaki Jalan Bodhisatwa selamanya. Ini disebut mempertahankan sebersit niat yang timbul dalam sekejap hingga selamanya.


Untuk bersumbangsih sebagai Bodhisatwa, kita harus menyerap banyak Dharma. Setelah mendengar kisah insan Tzu Chi, kita bisa berbagi dengan orang lain dan menyerapnya ke dalam hati. Para Bodhisatwa kita mungkin telah bertahun-tahun menolong orang-orang yang menderita, tetapi hanya menggunakan beberapa menit untuk berbagi pengalaman mereka. Jadi, kita harus mempelajarinya bagai Dharma dan menyerapnya ke dalam hati agar kita bisa terinspirasi untuk bersumbangsih secara nyata dan menjangkau orang-orang yang menderita.

Jika tidak menapaki Jalan Bodhisatwa dan terjun ke tengah masyarakat, kita tidak akan memahami kebenaran tentang penderitaan. Setelah melihat dan mendengar tentang semangat Bodhisatwa, kita harus mempraktikkannya. Selelah apa pun, janganlah kita mengeluh karena praktik Bodhisatwa harus dijalankan di tengah masyarakat.

Contohnya di Myanmar. Hingga tahun ini, Tzu Chi telah 10 tahun menjangkau Myanmar. Sepuluh tahun berlalu dengan cepat. Selama 10 tahun ini, insan Tzu Chi Malaysia berulang kali pergi ke sana. Jalinan jodoh yang dibentuk selama ini juga menginspirasi banyak orang untuk menggarap ladang berkah.  Untuk pembagian bantuan bagi korban banjir kali ini, relawan kita juga menggenggam waktu. Berhubung saat itu merupakan musim tanam, relawan kita segera menggenggam waktu untuk membagikan bibit kacang hijau agar petani dapat bercocok tanam. Dengan begitu, saat musim tanam padi tiba, kacang hijau ini sudah bisa dipanen dan hasilnya bisa digunakan untuk biaya kehidupan sehari-hari dan modal untuk menanam padi.

Karena itulah, kita harus menggenggam waktu. Setelah menyurvei kondisi bencana, relawan kita segera membeli bibit dan membagikannya. Menolong orang yang membutuhkan dapat mendatangkan pahala yang tak terhingga. Bodhisatwa hendaknya selalu menggenggam jalinan jodoh. Kita menapaki Jalan Bodhisatwa untuk berbuat baik. Jika kita melewatkan satu kesempatan untuk menjalin jodoh baik, berarti kita melewatkan kesempatan untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Itu sangat disayangkan.


Bodhisatwa sekalian, yang harus kalian lakukan sekarang adalah tekun dan bersemangat melatih diri. Waktu tidak akan menunggu siapa pun. Kita harus membangun tekad agung untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus bersumbangsih sebagai Bodhisatwa hingga selamanya. Setelah membangun ikrar di kehidupan ini, kita juga harus meneruskan jalinan jodoh ini di kehidupan mendatang.

Jika kita tidak menjalin jodoh baik, maka di kehidupan mendatang, tidak akan ada yang mendengar ucapan kita. Kita juga tidak akan bisa berbagi Dharma. Lihatlah saya, meski sudah kehabisan waktu, saya tetap menggenggam kesempatan untuk memberikan ceramah. Jika melewatkan kesempatan ini, saya tidak tahu apakah akan ada kesempatan berikutnya. Saya tidak tahu. Hidup manusia tidaklah kekal. Kita sungguh harus menggenggam waktu.

Di Johannesburg, ada seorang relawan yang mengikuti ceramah pagi saya. Mendengar bahwa belakangan ini, berbicara saja sangat sulit bagi saya, Relawan Zhou ini berkata, “Master sangat bekerja keras demi jiwa kebijaksanaan murid-muridnya.” Mendengar bahwa belakangan ini, berbicara saja sangat sulit bagi saya, Dia merasa sangat tidak tega.

Dia berkata bahwa dia akan menyebarkan Dharma ke negara-negara di Afrika. Jadi, dia menempuh jarak lebih dari 2.000 kilometer dari Johannesburg ke Malawi. Dia dan sekelompok Bodhisatwa berulang kali pergi ke Malawi demi membabarkan Dharma di sana. Saat membabarkan Dharma di sana, mereka melihat penderitaan. Mereka tidak tega melihat penderitaan orang-orang. Mereka membantu memperbaiki rumah warga yang perlu diperbaiki.

Melihat warga mengenakan pakaian compang-camping, mereka segera mengumpulkan pakaian. Saya sangat tersentuh melihatnya. Meski hidup kekurangan, tetapi di dalam hati mereka terdapat Dharma. Mereka memiliki batin yang kaya. Mereka yang hidup berkecukupan juga bisa menolong sesama. Ini karena mereka memahami Dharma dan ingin menyebarkan Dharma di Afrika untuk menginspirasi orang kurang mampu membangkitkan kekayaan batin guna menolong sesama. Demikianlah relawan kita mempraktikkan Dharma yang mereka pelajari.


Jadi, Sutra menunjukkan jalan dan jalan harus dipraktikkan. Jangan menunggu hingga kita memperoleh banyak pencapaian, baru mau menolong sesama. Bukan demikian. Kita harus menggenggam kesempatan untuk menjalin jodoh baik karena makhluk yang menderita sedang menanti kehadiran Bodhisatwa karena makhluk yang menderita sedang menanti kehadiran Bodhisatwa. Inilah harapan saya terhadap kalian.

Saya berharap setiap orang dapat menggarap ladang batin diri sendiri agar benih kebajikan di dalam hati dapat bertumbuh menjadi pohon besar dan menghasilkan benih tak terhingga yang dapat ditaburkan di dalam hati orang-orang. Saya mendoakan kalian semua. Menapaki Jalan Bodhisatwa adalah janji kita sebagai guru dan murid. Selama saya masih hidup, kalian semua adalah murid generasi pertama saya. Kalian yang dilantik oleh saya harus menghargai jalinan jodoh ini. Saya mendoakan kalian semua. Terima kasih.

 

Menyerap dan mempraktikkan Dharma untuk memahami kebenaran dari penderitaan

Menggenggam waktu untuk menjalin jodoh baik

Guru dan murid berjanji untuk menapaki Jalan Bodhisatwa bersama

Menabur benih kebajikan di dalam hati orang-orang

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 17 November 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 19 November 2018

Editor: Khusnul Kotimah

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -