Ceramah Master Cheng Yen: Menggunakan Dharma untuk Melenyapkan Noda Batin


“Saya ingin membagikan kisah tentang Kakak Shi Hui-cheng dan Kakak Shi Liu Zhao-ying,” kata Qiu Xiu-feng, relawan Tzu Chi mengawali sharingnya tentang dua relawan pelestarian lingkungan.

“Selama belasan tahun, mereka melakukan daur ulang tanpa terintang oleh cuaca. Mereka ahli dalam memilah kantong plastik. Hanya dengan menyentuh, mereka dapat mengetahui apakah plastik itu berjenis PE atau PP. Ketekunan dan semangat mereka sungguh mengagumkan,” puji Qiu Xiu-feng.

“Kakak Hui-cheng telah melakukan daur ulang sejak berusia 82 tahun. Beliau juga menyemangati generasi yang lebih muda. Ketika berusia 90 tahun, beliau menyemangati Kakak Guang-zhao yang telah melakukan daur ulang selama 23 tahun untuk mengikuti pelatihan relawan. Beliau berkata, ‘Jika kamu mengikuti pelatihan, saya akan mendampingimu dalam pelatihan dan saat Master mendoakanmu,’” tutur Qiu Xiu-feng melanjutkan kisahnya.

“Saat Kakak Hui-cheng dalam kondisi sehat, ia sering mengajak Kakak Zhao-ying untuk mencurahkan perhatian kepada saudara se-Dharma. Ia juga menjalani hidup dengan sangat hemat, tetapi ketika melakukan kunjungan kasih, ia selalu membawa bingkisan dengan royal. Oleh karena itu, ketika ia sakit, sungguh banyak saudara se-Dharma yang mengunjungi dan mendoakannya,” papar Qiu Xiu-feng.

Setiap kali cuaca dingin, Qiu Xiu-feng menambahkan, setelah selesai melakukan daur ulang, mereka akan pergi berkunjung dan memastikan bahwa para relawan telah mengenakan pakaian hangat dan makan dengan kenyang. Cinta kasih dari saudara se-Dharma sering kali membuat hati mereka terasa hangat. “Pada tanggal 16 November, Kakak Hui-cheng telah meninggal dunia di usia 95 tahun,” jelas Qiu Xiu-feng.

Saya mendengar bahwa Kakak Hui-cheng menjalankan Tzu Chi dengan sepenuh hati. Dia tampak begitu bermartabat dan ramah. Dia sungguh membuat orang merasa kagum. Dapat dikatakan bahwa dia panjang umur karena meninggal di usia 90-an. Sungguh, dia tidak menyia-nyiakan hidupnya. Dia adalah orang yang baik, suami yang baik, ayah yang baik, dan teladan yang baik. Jadi, dia tidak menyia-nyiakan hidupnya. Sesungguhnya, yang ingin saya puji sejak mendengarkan kisah ini adalah kebijaksanaan istrinya yang dapat merelakannya.


“Sehari setelah upacara pemakaman, saya pergi untuk melakukan daur ulang. Saat itu, saya tidak berani masuk. Saya bertanya kepada semua relawan, ‘Apakah saya boleh masuk untuk melakukan daur ulang?’ Mereka semua berkata, ‘Boleh.’ Air mata saya menetes seketika. Saya berterima kasih kepada Master yang telah mendirikan Tzu Chi dan memberi kami kesempatan menjalankannya,” tutur Shi Liu Zhao-ying, relawan Tzu Chi dan juga istri mendiang Shi Hui-cheng.

“Saat ini, setiap hari Minggu, putra saya menelepon dan bertanya, ‘Apakah Ibu pergi melakukan daur ulang?’ Saya menjawab, ‘Ya.’ Saya berkata bahwa saya juga akan melakukan bagian suami saya. Terima kasih, Master. Saya juga berterima kasih kepada saudara se-Dharma atas perhatian yang penuh cinta kasih selama 3 tahun terakhir,” ungkap Shi Liu Zhao-ying.

Dia menerima bahwa hidup ini tidak kekal sehingga dapat merelakan suaminya. Saya sungguh kagum. Inilah kebijaksanaan yang membebaskannya dari belenggu cinta kasih individual. Hendaklah kita memahami cara untuk membebaskan diri dan merelakan.

Noda batin bagaikan seutas tali. Apakah kalian mengerti? Jika kita tahu cara memotong tali ini, tubuh dan pikiran kita akan bebas.

Dalam melatih diri, kita sering mendengar tentang mencapai pembebasan. Mencapai pembebasan bukan berarti meninggal dunia. Bukan demikian. Hati dan pikiran kita sering kali dibelenggu oleh kegelapan batin atau pikiran menyimpang. Dengan meneladani Buddha, kita dapat membebaskan diri dari segala noda batin seperti memotong tali yang membelenggu kita. Ini disebut dengan kebijaksanaan.


Hanya kebijaksanaan yang dapat mengatasi segala noda batin dan kerisauan kita. Dengan kebijaksanaan, ketika memiliki kerisauan, kita memiliki cara untuk mengatasinya. Dalam Pementasaan adaptasi Sutra di Kaohsiung, saya melihat setumpuk tali di atas panggung. Guru Huang mempertunjukkan bagaimana Buddha melatih diri. Dia mempertunjukkannya dengan meraih ujung "tali noda batin" yang berat dan menariknya ke depan. Lihatlah, dia terus menarik tali itu dari tumpukan tali yang besar.

Dia meletakkan tali di bahunya dan menariknya ke depan langkah demi langkah. Saya mendengar bahwa tali itu sangat berat. Jadi, dia harus sungguh-sungguh mengerahkan tenaga. Awalnya, dia menariknya sendiri. Kemudian, banyak orang yang menariknya bersama. Ini bagaikan Tzu Chi.

Dunia ini penuh dengan penderitaan dan kita mulai menyalurkan bantuan dengan praktik celengan bambu. Kita menghimpun dana sedikit demi sedikit. Di Tzu Chi, kita belajar mentransformasi noda dan kegelapan batin kita. Berhubung telah mendengarkan Dharma, saat kita menghadapi kondisi yang membuat noda dan kegelapan batin datang menghampiri, kita dapat menggunakan Dharma untuk menyembuhkan batin kita. Dengan adanya Dharma, kita dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan agar kita tidak terbelenggu oleh noda batin. Hendaklah kita memahami cara untuk menarik tali dari ujung ke ujung.

Berapa lama kita dapat hidup? Kita tidak perlu memikirkannya. Intinya, kita harus sungguh-sungguh untuk menarik tali ini dan berjalan maju langkah demi langkah.

Dalam melatih diri, kita tidak semata-mata mencari pembebasan atau ketenangan, melainkan mengikis noda batin dan karma buruk yang terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan. Berhubung telah mendengar Dharma di kehidupan sekarang, kita harus mengikis noda dan kegelapan batin yang terakumulasi di kehidupan lampau.


Berbicara tentang menyebarkan Dharma demi membawa manfaat bagi semua makhluk, metode yang ingin saya beri tahu adalah membimbing dengan Dharma. Kita harus berusaha untuk melenyapkan segala noda batin dengan kekuatan kebijaksanaan. Kita telah mengakumulasi kegelapan batin di kehidupan lampau. Dalam kehidupan saat ini, kita telah mendengar Dharma. Inilah yang disebut metode. Dengan adanya metode, kita dapat meluruskan tali noda batin. Hendaklah kita memanfaatkan waktu.

Sesungguhnya, berapa lama kita dapat hidup? Kita tidak perlu memikirkannya. Kita hendaknya memikirkan apa yang ingin kita lakukan hari ini dan mengawali setiap pagi dengan menuju arah yang benar. Jadi, di waktu dan ruang kita berada, hendaklah kita saling menghargai satu sama lain. Jika kalian tidak keluar untuk bersumbangsih, saya tidak akan mengenal kalian dan orang lain juga tidak akan mengenal kalian. Ini bagaikan Lansia yang hidup sebatang kara dan setelah bangun tidur hanya dapat duduk dan melihat mobil dan orang-orang yang lewat.

Sesungguhnya, apa yang harus kita lakukan? Intinya, kita harus menjadi orang yang berguna. Menjadi berguna berarti memiliki nilai dalam hidup. Hendaklah kita menggenggam kehidupan kita agar menjadi orang yang berguna. Setiap orang adalah sutradara atas hidupnya sendiri. Dalam hidup ini, peran apa yang kita mainkan? Kita harus memainkan peran itu dengan baik.

Saya sungguh bersyukur memiliki jalinan jodoh sehingga dapat berkumpul dengan orang-orang baik. Jika kita telah mengakumulasi dendam dan kebencian di masa lalu, saat ini, kita dikelilingi oleh sekelompok Bodhisatwa yang dapat menasehati dan membimbing kita sehingga hati kita terbuka dan kita dapat mengikis noda batin dengan kebijaksanaan. Hendaklah kita terus mengikis noda batin hingga semuanya lenyap. Inilah kehidupan kita.  

Merelakan kepergian orang terdekat dan meneruskan cinta kasih
Melenyapkan kegelapan batin dengan mengembangkan berkah dan kebijaksanaan
Menggunakan Dharma untuk melenyapkan noda batin
Menyebarkan kebajikan di tengah masyarakat dan menghargai jalinan jodoh

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Januari 2023
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 13 Januari 2023
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -