Ceramah Master Cheng Yen: Menghadapi Ketidakkekalan dengan Cinta Kasih dan Welas Asih
“Setelah terjadi letusan gunung berapi dan kebakaran hutan di Pulau Maui, kami melakukan distribusi bantuan darurat selama 4 minggu yang membawa manfaat bagi lebih dari 1.000 keluarga. Setelah selesai melakukan distribusi, Tzu Chi terus mencurahkan perhatian baik jangka menengah maupun jangka panjang. Kali ini, pada 1 Maret, kami kembali lagi ke Pulau Maui untuk mendistribusikan bantuan. Penerima bantuan kami berjumlah 119 keluarga atau sama dengan 473 orang,” kata Simon Shyong, Wakil Ketua Yayasan Tzu Chi Taiwan.
“Gempa dahsyat di Myanmar terjadi pada 28 Maret 2025 pukul 12.05 siang waktu Myanmar. Pemerintah Myanmar sudah mengeluarkan deklarasi keadaan darurat di 6 wilayah. Jarak antara Mandalay dan Yangon adalah 620 km. Jika berkendara menggunakan mobil, kondisi jalan sekarang juga banyak yang rusak,” kata Li Jin-lan, relawan Tzu Chi Myanmar.
“Jadi, untuk bisa sampai ke tujuan, mereka perlu berganti-ganti jalur, melewati jalan lama ataupun baru sehingga memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 jam. Di wilayah terdampak gempa, kebutuhan pokok menjadi sesuatu yang langka sekarang. Air, listrik, dan internet mati. Alat komunikasi juga tidak bisa digunakan,” pungkas Li Jin-lan.
Sejarah Tzu Chi sangat berkaitan dengan aksi yang sekarang Tzu Chi lakukan di dunia internasional. Belakangan ini, saya berulang kali membahas tentang peristiwa dan prinsip kebenaran. Banyak sekali peristiwa yang terjadi di dunia yang terjadi seiring berjalannya waktu. Seiring waktu, berbagai hal terus terakumulasi. Hal-hal yang dimaksud ini adalah segala yang telah Tzu Chi lakukan di masa lalu.
Jadi, berkaitan dengan yang kita bicarakan minggu lalu, hendaknya kita melihat kembali masa lalu untuk menginventarisasi diri dan memeriksa sudahkah kita menyelesaikan hal yang kita bicarakan minggu lalu. Ada yang sudah diselesaikan, ada pula yang belum. Namun, kejadian-kejadian baru terus bermunculan. Jadi, satu hal-hal yang harus kita kerjakan saling bertumpang-tindih.

Jika berbagai hal ini tidak ada di dunia, kita malah menjadi tidak berharga. Justru dengan adanya berbagai hal yang kita lakukan ini, kita menjadi layak untuk menginventarisasi diri karena kita telah berhasil merampungkan sesuatu. Meskipun ada tugas yang belum selesai dilakukan, tugas baru sudah datang. Ini justru menunjukkan bahwa kita masih memiliki kekuatan untuk mengakomodasi berbagai hal yang perlu dilakukan.
Di mana pun dan kapan pun, kita hendaknya dapat memikul lebih banyak tanggung jawab karena memiliki kekuatan ini. Inilah yang disebut melakukan dengan sukarela. Walaupun terdapat tugas-tugas yang belum selesai, kita tetap bersyukur karena masih memiliki kekuatan untuk menerima tugas lainnya. Demikianlah hendaknya pikiran kita.
Karena itu, akhir-akhir ini saya sering berkata pada kalian tentang memiliki hati seluas jagat raya untuk merangkul segala sesuatu di dunia. Hendaknya hati kita selamanya selalu terbuka. Seberapa luas hati kita akan menentukan seberat apa pula tanggung jawab yang bisa kita emban. Jadi, saya sangat bersyukur karena dalam menghadapi kehidupan ini, kita bisa menoleh ke belakang dan menginventarisasi apa saja yang telah dilakukan.
Misalnya, pada pertemuan saya dengan Asosiasi Guru Tzu Chi pada pagi hari, relawan dari Kaohsiung juga mengenang masa lalu dan selalu menyebutkan tentang Perumahan Cinta Kasih di Shanlin. Asosiasi Guru Tzu Chi terus memberikan pendampingan selama 1 sampai 2 tahun di sana. Perumahan di Shanlin itu dibangun setelah bencana Topan Morakot yang mengakibatkan dampak yang sangat parah.

Kita sungguh dapat merasakan bahwa di dunia ini, ketidakkekalan dapat terjadi dalam sekejap. Pada 3 April tahun lalu, Hualien diguncang gempa yang mengakibatkan bangunan runtuh dan tanah longsor, padahal Bumi hanya mengeluarkan sedikit dari kekuatannya. Relawan Tzu Chi pun bergegas memberikan pertolongan.
Selain terjun mengerahkan tenaga untuk bantuan bencana, mereka juga segera menyediakan makanan hangat dan bergegas menyediakan partisi di tempat pengungsian agar setiap keluarga terdampak tetap memiliki privasi. Ini merupakan wujud kesungguhan hati kita. Kita hendaknya berhati tulus saat melakukan sesuatu. Kita perlu mengambil setiap langkah dengan mantap. Cinta kasih yang kita miliki ini begitu mendalam dan besar.
Tahun ini, terjadi kebakaran hutan di Amerika Serikat. Ada banyak orang mampu yang tinggal di sana. Namun, tidak peduli seberapa kaya mereka, mereka tidak bisa menghindari ketidakkekalan dan bencana. Saat mengalami bencana, orang-orang mampu ini adakalanya merasakan beban yang lebih berat. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Diperlukan edukasi secara berkala.
Karena itu, saya terus berkata bahwa kita hendaknya mengedukasi orang-orang lewat cerita soal ketidakkekalan. Sejujurnya, semua itu adalah cerita dan sejarah. "Beberapa tahun lalu, terjadi bencana di tempat ini. Setelah bencana terjadi, orang-orang di sana mengalami kesulitan untuk bertahan hidup." Berhubung sama-sama manusia, kita tidak bisa berkata, "Mereka dahulu adalah orang kaya, tidak masalah jika sekarang mereka merasakan sedikit penderitaan." Kita tidak boleh mempunyai pemikiran yang demikian.

Segera setelah menyaksikan kondisi itu, kita perlu membangkitkan hati yang berbelas kasih. Hati Buddha adalah hati yang berbelas asih terhadap semua makhluk. Beberapa orang mengatakan bahwa itulah akibat karma yang harus mereka terima karena dahulu sudah berbuat jahat pada orang-orang. Begitulah pikiran makhluk awam, bisa merasa senang di atas penderitaan orang. Ini tidak benar. Pada saat ini, kita hendaknya berwelas asih.
Melihat orang bisa hidup berkecukupan, kita harus turut berbahagia dan mendoakan mereka. Mereka telah menciptakan berkah di masa lalu sehingga dapat menuai berkah di masa sekarang. Kini, kita perlu lebih mendekati mereka agar mereka memahami bahwa berkah datang dari berbuat baik. Inilah mengapa saya sering berkata pada kalian untuk sungguh-sungguh memberikan edukasi.
Buddha datang ke dunia untuk membimbing semua makhluk dan menunjukkan hati yang berwelas asih. Jadi, inilah yang dinamakan mengajarkan praktik Bodhisatwa. Inilah tujuan Buddha datang ke dunia.
Membuka hati dan mengembangkan rasa syukur
Kejadian demi kejadian membuktikan kebenaran akan ketidakkekalan
Belajar menjadi Bodhisatwa dengan ketulusan dan langkah yang mantap
Menciptakan jalinan jodoh berkah dengan cinta kasih dan welas asih
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 31 Maret 2025
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 02 April 2025