Ceramah Master Cheng Yen: Menghargai Kehidupan dengan Bersumbangsih dalam Keseharian

Semoga semua orang tenteram. Setelah setengah tahun, kita bertemu kembali. Meski hanya setengah tahun, tetapi dalam waktu ini, saya merasakan dengan jelas bahwa dahulu, saat memberikan ceramah atau membabarkan Sutra, saya selalu menggunakan orang lain sebagai contoh. Kini, saat memberikan ceramah, saya menggunakan diri sendiri sebagai contoh. Mengapa demikian? Karena saya merasakan hukum alam dengan jelas.

Saat membahas Sutra, saya seperti membahas kehidupan. Belakangan ini, ada satu film tentang insan Tzu Chi. Itu bukanlah film fiksi, melainkan dokumentasi kisah nyata. Film itu menampilkan kehidupan sehari-hari insan Tzu Chi. Sesungguhnya, film itu menampilkan apa yang relawan kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Film ini berjudul “Walking Dharma”.

Apakah kalian paham ucapan saya? (Paham)

Untuk berbicara sekarang, saya harus mengerahkan lebih banyak tenaga. Entah kalian bisa mendengarnya dengan jelas atau tidak. (Bisa)

Baik, kalian bisa mendengarnya dengan jelas.

Saya ingin bersyukur pada kalian semua. Saat berada di Taipei, saya mendengar bahwa film “Walking Dharma” tayang di bioskop dan banyak orang yang menontonnya. Banyak orang yang tersentuh dan menangis menontonnya. Mereka tersentuh di masyarakat, ada sekelompok besar Bodhisatwa yang sudah lanjut usia, tetapi tetap menggenggam waktu untuk bersumbangsih di tengah masyarakat. Setiap orang tahu untuk menghargai kehidupan diri sendiri.

 

Belakangan ini, saya terus berkata bahwa semakin lanjut usia, kita harus semakin menghargai kehidupan kita. Setiap orang mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Setiap orang akan mengalami 4 fase ini. Contohnya saya, saya juga harus mengakui bahwa saya sudah tua. Saat tua, tubuh kita sulit terhindar dari sakit. Apakah sakit menderita? (Menderita)

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak ketidakleluasaan. Sekarang, saya tidak bisa memberikan ceramah semudah tahun lalu. Saya harus mengerahkan tenaga dan khawatir apakah orang-orang bisa memahami ucapan saya. Berhubung telah lanjut usia, tenaga saya tidak sesuai harapan. Saya telah berusaha, tetapi belum tentu sesuai harapan. Saya ingin berbicara dengan jelas agar kalian bisa memahaminya, tetapi belum tentu bisa melakukannya. Ini termasuk salah satu penderitaan.

Kehidupan manusia mencakup lahir, tua, sakit, dan mati. Kita harus menghadapi semua ini dengan tenang. Saat sakit, kita harus melapangkan hati agar hidup kita lebih tenang. Kita juga harus lebih sering berinteraksi dengan orang lain dan saling berbagi hal yang menggembirakan. Jika bisa berinteraksi dengan harmonis dan saling berbagi kisah, hari-hari akan berlalu dengan cepat. Kita semua merupakan Bodhisatwa yang bersumbangsih di komunitas. Bodhisatwa lansia melakukan daur ulang untuk mengasihi dan melindungi Bumi.

Kini perubahan iklim sangat ekstrem. Setiap negara dilanda bencana yang berbeda-beda. Gempa bumi yang terjadi semakin dangkal. Kita yang tinggal di Bumi mengira bahwa Bumilah tempat teraman. Namun, semua makhluk terus menciptakan karma buruk. Orang-orang merusak pegunungan dan bumi demi mengeksploitasi sumber daya alam dari bawah tanah.  Demi mendapatkan sumber daya alam, orang-orang merusak bumi, pegunungan, dan lautan.

 

Banyak orang yang tidak tahu untuk mengasihi Bumi. Demi konsumsi dan kenikmatan hidup, orang-orang terus merusak bumi. Dalam ajaran Buddha, ini disebut karma buruk kolektif semua makhluk.

Setiap orang turut berkontribusi untuk penambangan, perusakan bumi, penyedotan minyak bumi, dan lain-lain. Bumi terus-menerus digali. Zaman sekarang, bangunan bukan hanya didirikan di atas permukaan tanah, tetapi juga dibangun ke bawah tanah yang sangat dalam. Ada bangunan yang memiliki 5 atau 6 lantai, bahkan 7 lantai di bawah tanah. Tambang baru terus dibuka karena manusia mengejar kenikmatan hidup.

Selain itu, juga ada masalah sampah. Manusia menyedot minyak bumi dan memproduksi plastik. Plastik menimbulkan banyak bencana bagi daratan dan lautan.

Saya bersyukur kepada insan Tzu Chi yang mengasihi sesama sekaligus mengasihi bumi. Insan Tzu Chi di seluruh dunia bersumbangsih dengan sukarela dari lubuk hati mereka. Mereka menyumbangkan tenaga tanpa pamrih sehingga Tzu Chi bisa memberi bantuan saat ada orang yang membutuhkan. Mereka mengatasi berbagai kesulitan. Sungguh, insan Tzu Chi membawa manfaat besar bagi masyarakat. Mereka bersumbangsih dalam keseharian dan menggunakan setiap sen donasi pada tempatnya karena percaya pada hukum sebab akibat.


Jika donasi orang-orang tidak digunakan pada tempatnya, maka kita akan menanggung akibatnya. Jadi, kita tidak melewatkan sepeser pun. Inilah yang paling kita banggakan. Relawan kita menggunakan setiap donasi pada tempatnya dan bersumbangsih tanpa pamrih. Jadi, saya mendoakan kalian.

Kalian telah memupuk banyak berkah. Nilai hidup kita bergantung pada sumbangsih kita. Memiliki tubuh yang sehat untuk bersumbangsih serta didampingi sesama relawan, inilah kehidupan yang terbaik dan tersehat.

Dalam ajaran Buddha, menciptakan berkah dan menjalin jodoh baik

akan menjadi karma baik yang kita bawa ke kehidupan mendatang, apakah kalian paham? (Paham). Saya mendoakan semoga kalian bisa memupuk banyak berkah dan membentangkan jalan untuk masa depan kalian. Semoga kalian bisa membina berkah sekaligus kebijaksanaan. Saya mendoakan kalian. Terima kasih.

Bersumbangsih dengan sukarela untuk melindungi bumi
Menghargai kehidupan dengan bersumbangsih dalam keseharian
Menggunakan setiap donasi pada tempatnya untuk menolong orang yang membutuhkan
Membentangkan jalan kehidupan mendatang dengan memupuk berkah
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 07 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 9 Juli 2019

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -