Ceramah Master Cheng Yen: Menghargai Kondisi yang Aman dan Tenteram

Kehidupan sebagai pengungsi sungguh menderita. Kita dapat melihat Yaman yang sering dalam kondisi tidak aman. Di sana sering terjadi pergolakan dan konflik antarmanusia. Kita juga melihat di perbatasan Irak terdapat sebuah kamp pengungsian yang sangat besar yang menampung lebih dari 100.000 orang.

Selain itu, kamp itu berada di tengah padang pasir. Bagaimana cara pengungsi melindungi diri dari hujan lebat dan angin ribut? Mereka menggali parit. Namun, itu tidak berguna. Singkat kata, mereka tetap harus melakukan upaya perbaikan pascahujan lebat. Banyak orang yang seluruh tubuhnya basah kuyup. Kehidupan mereka sungguh menderita.

Entah berapa lagi mereka harus menjalani hidup penuh penderitaan seperti ini. Kita juga melihat kamp pengungsian di Yordania. Selama lima hingga enam tahun ini, banyak pengungsi yang tinggal di padang pasir. Penderitaan mereka sungguh tidak terkira.

Sejak tahun pertama pengungsi tiba di sana, relawan Tzu Chi terus memberi bantuan hingga kini. Di kamp pengungsian itu, ada pula bayi yang baru lahir sehingga populasi semakin bertambah. Tinggal jangka panjang di tengah lingkungan seperti itu dapat menyebabkan emosi anak semakin lama semakin tidak stabil.

Dibandingkan dengan lima atau enam tahun lalu, kini pembagian bantuan semakin sulit dijalankan akibat ketidakstabilan emosi mereka, penyakit, dan lain-lain. Contohnya kasus anak-anak penderita hernia. Kita sudah menjalankan operasi bagi sekelompok anak yang membutuhkan. Akan tetapi, kita masih terus menerima laporan tentang kondisi anak yang membutuhkan operasi.

Kini masih ada lebih dari 300 anak yang perlu menjalani operasi. Kita akan terus membantu anak-anak itu agar dapat tumbuh besar dengan sehat. Suatu kali, Ji Hui, Chen Chiou-hwa membangkitkan sebuah niat karena melihat sulitnya penyaluran bantuan. Kami membantu para pengungsi Suriah. Hingga kini, sudah hampir 4 tahun kami menggarap program bantuan jangka menengah dan panjang.

“Pada tanggal 5 Agustus, saat menyalurkan bantuan bagi warga Suriah di wilayah perbatasan, saya melihat mereka sedang bertengkar. Tiba-tiba, timbul satu niat tidak baik dalam diri saya. Saya berpikir bahwa saya mungkin akan melaporkan kepada Master untuk membatalkan program bantuan ini dan mengalihkan sumber dayanya ke misi pengobatan. Lalu, pada malam itu, saya bermimpi bertemu Master. Master berkata, “Jangan berhenti. Saya rela menggunakan darah saya untuk dipersembahkan kepada para pengungsi.” Saat itu, saya terbangun dari tidur. Saya terus bertobat karena tidak memiliki kesabaran, kegigihan, serta cinta kasih dan welas asih. Saya ingin bertobat kepada Master. Karena saya tidak memiliki tekad yang teguh, maka timbullah niat seperti itu. Saya berharap dapat mengikuti Master untuk giat mengemban misi Tzu Chi,” kata Chen Ji Hui, Relawan Tzu Chi Yordania.

Lihatlah, dia membangkitkan niat untuk menghentikan program bantuan Tzu Chi dan berpikir untuk berfokus di misi pengobatan karena dia berpikir bahwa program bantuan itu telah menghabiskan terlalu banyak uang. Namun, pada malam itu, dia bermimpi saya berkata padanya bahwa saya rela menggunakan darah saya untuk dipersembahkan kepada para pengungsi.

Dia terkejut hingga terbangun dari tidur. Saya memintanya untuk jangan berhenti. Setelah kembali ke Taiwan, dia datang ke hadapan saya untuk bertobat dan bertekad untuk melanjutkan program bantuan itu. Penderitaan di dunia sangat banyak, bagaimana kita dapat menolong semua orang?

Kita juga melihat seorang gadis kecil. Saat dia lahir, bom meledak di sekitar rumah sakit. Karena panik, sang dokter mematahkan kaki gadis kecil ini. Meski organisasi non pemerintah telah menjalankan operasi untuk gadis kecil ini, tetapi kakinya masih tak kunjung sembuh. Kemudian, relawan Tzu Chi menerima kasus ini dan menyerahkannya kepada seorang dokter Suriah. Dokter itu mengobati kaki si gadis dengan sabar. Delapan bulan kemudian, sekrup anak itu sudah dapat dicabut dan dia sudah dapat melakukan fisioterapi. Selama 1,3 tahun ini, setiap kali si gadis harus memeriksakan diri, Kakak Hana selalu mendampingi.

Seperti yang saya katakan tadi, karena keluarga ini datang dari wilayah perbatasan, mereka tak memiliki alat transportasi. Karena itu, Tzu Chi memberikan mereka bantuan biaya transportasi. Ayah gadis kecil itu berkata, “Selama empat tahun ini, tidak ada orang yang memberi kami bantuan biaya transportasi dan biaya pengobatan. Hanya Tzu Chi yang membantu kami.”

Setelah menjalani operasi yang ketujuh kali, anak ini harus datang memeriksakan diri setiap dua minggu sekali. Saya sangat berterima kasih kepada dokter Suriah yang telah memperbaiki patah tulangnya. Dia mengambil sepotong tulang dari pinggulnya untuk memperbaiki tulang di bagian kaki.

”Dua minggu lalu, saat gadis kecil ini kembali untuk memeriksakan diri, dia berlari ke arah saya untuk memberi rangkulan. Saat itu, saya sungguh tersentuh,” kata dokter.

Lihatlah, kini ayahnya dapat menggandeng tangannya sambil berjalan. Saat melihat relawan Tzu Chi, dia dapat berlari untuk memberi rangkulan. Semua ini sungguh menyentuh hati. Hingga kini, perang saudara di Suriah masih belum berhenti.

Kita juga melihat di Aleppo, kota terbesar di Suriah. Ada seorang anak muda yang mendeskripsikan saat terjadi serangan udara, dia dan keluarganya segera berlari. Namun, saat menoleh, dia melihat ibunya dan kakaknya sudah terbaring di atas tanah dan meninggal dunia. Bayangkan, bukankah kehidupan seperti ini bagaikan neraka di alam manusia? Sungguh penuh penderitaan.

Ada pula seorang gadis kecil yang berusia 7 tahun. Anak ini terlihat sangat tegar, tetapi sesungguhnya dia sangat sedih. Dia terus berusaha mengimbau orang-orang di dunia agar melihat dan mendengarnya. Dia terus mengimbau orang-orang untuk menghentikan peperangan ini.

Gadis kecil berusia 7 tahun ini sangat cantik. Keluarganya juga merupakan korban dari serangan udara kali ini. Kini, kepada siapa dia harus mengandalkan hidup? Dia baru berusia 7 tahun. Penderitaan di dunia sungguh banyak dan tak habis diceritakan satu per satu.

Kita sungguh harus menghargai keamanan dan ketenteraman yang dimiliki saat ini. Kita harus senantiasa bersungguh hati, mawas diri, dan berhati tulus. Kita harus lebih bersungguh hati. Dengan menjaga keharmonisan masyarakat, baru hidup kita dapat penuh berkah.

Entah kapan baru perang saudara di Suriah dapat berakhir

Penderitaan para pengungsi sungguh tak terkira

Mempertahankan kegigihan untuk memberi bantuan

Menghargai ketenteraman yang dimiliki dan berdoa semoga masyarakat hidup harmonis

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 3 Desember 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 5 Desember 2016

 

 

 

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -