Ceramah Master Cheng Yen: Menghargai Sumber Daya dan Berkah serta Menghimpun Cinta Kasih
“Rayap akan merayap naik ke batang ini. Setelah sudah sebotol penuh, saya pulang dan memanggangnya. Jika saya tidak punya garam, saya hanya dapat memakannya dengan air. Setelah itu, saya tidur.” Kekeringan di Zimbabwe mengakibatkan gagal panen. Warga desa mengorek rayap untuk mengisi perut mereka.
“Saya pergi ke gereja dan mendapat sayur ini. Tidak ada makanan lagi. Gereja tidak memiliki tepung jagung yang dapat diberikan kepada saya,” kata Munai Chitamba, warga desa.
Lihatlah penderitaan di Zimbabwe. Lebih banyaklah berpikir tentang betapa banyaknya orang yang menderita. Saat mereka membutuhkan air, dari manakah mereka mendapatkan air? Mereka mengambil air yang sangat kotor dari bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pikirkanlah dan bandingkanlah dengan kehidupan kita. Jika semua orang dapat membangkitkan pengetahuan nurani, menghemat setiap tetes air, dan menghemat setiap sen uang, kita dapat melakukan banyak hal untuk mereka.
Kita pernah membangun sumur di Zimbabwe. Kita menggali sedalam puluhan meter hingga menemukan sumber air. Namun, kita rasa air dari sumber dangkal kotor. Kita harus menggali lebih dalam. Jadi, kita menggali lebih dalam. Saat kita menggali lebih dalam, tidak ada air. Tidak ada sumber air di kedalaman itu. Kita menggali lebih dalam lagi dan airnya lebih bersih.
Setiap tahunnya, Tzu Chi mengajukan bantuan makanan internasional kepada Dewan Pertanian Taiwan. Jika bantuan makanan ini tidak cukup, kita akan melakukan pembelian. Kita memberikan bantuan beras setiap tahun. Namun, siapa yang dapat menerima, bergantung pada jalinan jodoh.
“Saya sangat senang. Sejak bangun tidur, saya belum makan. Setelah pulang, saya bisa masak,” kata Lovejoy Zendera, warga desa.
“Saakita memasak nasi untuk anak-anak, mereka akan senang karena dapat makan nasi,” tutur Munai Chitamba, warga desa.
Kita menyalurkan beras dan minyak. Mereka menerima bantuan dengan sangat senang. Namun, beras 10 kg dapat dikonsumsi berapa hari? Jadi, pikirkanlah penderitaan mereka dan becerminlah. Bagaimana cara kita menjalani kehidupan? Perbanyaklah memikirkan penderitaan mereka dalam keseharian kita.
Saya juga pernah menyosialisasikan pola makan 80 persen kenyang. Kita harus menjalani keseharian dengan pola pikir seperti ini dan memberikan donasi kecil sedikit demi sedikit. Dengan begitu, sumber bantuan mereka bertambah banyak. Ini membuat kita melihat banyaknya penderitaan di dunia.
Ada juga wabah COVID-19. Akibat kemudahan transportasi, tanpa disadari virus terbawa ke negara lain. Kini virus telah menyebar ke 60-an negara melalui jalur transportasi. Inilah alasan orang-orang khawatir.
Lihatlah kedua kapal pesiar itu. Bukankah para penumpangnya adalah wisatawan? Selama setengah bulan, mereka terombang-ambing di laut karena kapal tidak dapat berlabuh. Hari-hari seperti itu sangat menegangkan dan membuat fisik dan batin tidak nyaman. Batin mereka dipenuhi kepanikan.
Kita sesungguhnya tidak perlu merasakan penderitaan batin seperti ini.
Kita dapat hidup dengan bebas. Kini, pada masyarakat industri, kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga sangat sedikit. Manfaatkanlah kesempatan ini untuk berkumpul dengan keluarga, baik keluarga kandung maupun keluarga se-Dharma.
Mari kita menenangkan diri dan saling berbagi. Keluarga se-Dharma sama-sama bertumbuh dalam jiwa kebijaksanaan. Marilah kita menenangkan diri dan melakukan interaksi skala kecil. Lakukanlah interaksi skala besar lewat internet.
Kegiatan bedah buku dapat dilakukan oleh beberapa orang saja. Beberapa orang yang tinggal berdekatan dapat mengadakan bedah buku bersama di rumah seorang relawan atau di kantor Tzu Chi. Tidak perlu banyak orang untuk saling berbagi Dharma. Sangat penting untuk memahami sejarah Tzu Chi agar kita lebih memahami dunia Tzu Chi.
Bodhisatwa sekalian, kita harus memahami berbagai hal yang terjadi di dunia. Dunia Tzu Chi mencakup berbagai hal di dunia. Contohnya, masyarakat Zimbabwe yang tadi saya bahas. Mereka memakan rayap dan menggunakan air kotor untuk bertahan hidup. Ini terjadi saat ini. Mereka jauh dari kita, bukan dari segi waktu, melainkan jarak. Seperti inilah kehidupan mereka pada saat ini. Pikirkanlah.
Mari kita mengimbau orang-orang untuk mengembangkan cinta kasih. Kita dapat melakukannya saat ini. Dengan menyosialisasikan pola hidup vegetaris, kita dapat memupuk pahala.
“Anda bertanya, "Mengapa harus bervegetaris?" Karena berlaku baik kepada hewan berarti berlaku baik kepada diri sendiri. Kami tidak ingin wabah merebak untuk ketiga kalinya. Betul. Kami tidak ingin adanya wabah yang ketiga kali. Langkah pencegahan wabah terbaik ialah bervegetaris dan menyosialisasikan pola hidup vegetaris. Mari kita mempraktikkannya. Bervegetaris baik untuk kesehatan,” ujar Chen Jianan, relawan cilik.
Anak ini telah menjalani operasi tumor otak sebanyak 2 kali. Dia bervegetaris. Satu per satu anggota keluarganya juga bervegetaris. Dia sangat sehat. Jangan memakan daging dengan alasan demi kesehatan atau demi memenuhi kebutuhan nutrisi. Saya harap kalian dapat bersungguh-sungguh.
Setelah memahami kehidupan diri sendiri, barulah kita dapat berempati terhadap kehidupan hewan. Bervegetaris menguntungkan diri kita dan merupakan bentuk cinta kasih pada hewan. Seperti inilah kehidupan yang bijaksana. Dengan demikian, barulah kehidupan kita di dunia ini memiliki nilai. Perbanyaklah bersumbangsih demi dunia, bertutur kata baik, dan membawa manfaat bagi masyarakat. Beginilah cara kita memupuk pahala.
Menghargai sumber daya dan berkah serta menghimpun cinta kasih
Mendengarkan Dharma dan mengembangkan kebijaksanaan demi mengurai
belenggu batin
Menyosialisasikan pola hidup vegetaris demi melindungi Bumi
Membawa manfaat bagi diri sendiri dan makhluk lain
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 4 Maret 2020