Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Berkah dengan Tekad Pelatihan yang Teguh
“Awalnya, kami sudah menyiapkan peralatan untuk membasmi ulat, seperti semprotan cabai dan sebagainya. Namun, anak-anak dengan polos berkata, “Tidak perlu, biarkan ulat-ulat itu memakan sayurannya”, kata Lin Yu-ling, guru TK Cinta Kasih Kaohsiung.
“Kami membangun sebuah hotel ulat karena mereka tidak punya tempat tinggal. Di sini ada papannya,” celoteh Huang Yin-qi, murid TK Cinta Kasih Kaohsiung.
“Jadi, ulat bisa melihat papan ini dan tinggal di dalamnya? Lin Yu-shan, guru TK Cinta Kasih Kaohsiung.
“Ya, mereka akan mengira bahwa ini adalah ulat dan masuk ke dalam,” jawab Huang Yin-qi.
Kita bisa melihat anak-anak yang menggemaskan dan penuh harapan. Berkat bimbingan guru, anak-anak menjadi tertarik pada ekosistem dan dapat membangkitkan welas asih di dalam hati mereka untuk melindungi ekosistem. Mereka juga berusaha untuk melindungi ulat. Mereka menyediakan rumah yang nyaman bagi ulat. Mereka tidak memetik sayuran dan tidak membasmi ulat demi menyediakan rumah yang nyaman bagi ulat. Bukankah mereka menghormati dan mengasihi kehidupan?
Jika anak kecil saja bisa melakukannya, bisakah orang dewasa melakukannya? Sangat sulit bagi orang dewasa untuk kembali pada pikiran yang polos seperti anak-anak. Anak-anak tidak memiliki kerisauan serta penuh harapan dan kebahagiaan. Jadi, secara alami, mereka akan menghormati dan mengasihi kehidupan. Namun, dunia ini penuh dengan penderitaan. Seiring bertambahnya usia, orang-orang akan terjun ke tengah masyarakat dan akhirnya bersaing demi keuntungan, ketenaran, dan kedudukan.
Orang-orang terus bersaing demi nafsu keinginan yang tiada akhir. Mereka bersusah payah bersaing seumur hidup dan tidak memahami ketidakkekalan. Dalam Sutra Delapan Kesadaran Manusia Agung telah diulas dengan jelas bahwa kehidupan manusia tidaklah kekal dan bumi pun rentan. Sungguh, segala sesuatu di dunia ini tidak stabil dan terus berubah. Namun, banyak orang yang hidup di tengah delusi.
Lihatlah, banyak ketidakkekalan yang terjadi di dunia ini. Di Afrika, ada tiga negara yang terkena bencana besar. Melihat kerusakan di sana, saya sungguh merasa tidak tega. Beberapa hari ini, kita terus berusaha mencari jalan untuk menjangkau lokasi bencana dan memberikan bantuan. Ini bagai menyalakan lentera bagi mereka agar mereka dapat menembus kegelapan dan melihat masa depan yang cerah. Saya sangat berharap kita bisa melakukannya.
Sungguh, kita membutuhkan relawan di setiap wilayah agar bisa memberikan bantuan tepat waktu. Contohnya Relawan Zhu di Zimbabwe. Dia dan relawan lainnya harus menempuh jarak yang jauh sambil mencari akses ke lokasi bencana. Kini, mereka tengah memberikan bantuan bencana di sana. Mereka juga membawa obat penjernih air. Berhubung mobil mereka tidak besar, mereka hanya bisa membawa obat penjernih air dalam botol-botol kecil.
Berhubung korban bencana tidak memiliki air bersih, maka relawan kita memberikan obat penjernih air. Sepanjang perjalanan, relawan kita membagikan obat penjernih air pada waktu yang tepat kepada korban bencana yang kehilangan tempat tinggal. Jadi, kita hendaknya berintrospeksi diri dalam pemakaian air. Demi kebutuhan air para korban bencana, para relawan kita harus bersusah payah mengantarkan obat penjernih air ke sana. Ini sungguh tidak mudah.
Di tempat yang makmur dan tenteram, kita bisa melihat pemborosan makanan. Kita sering mendengar tentang masalah sampah dapur. Namun, lihatlah kondisi di sana. Dalam kehidupan sehari-hari, sangat sulit bagi warga setempat untuk memperoleh makanan, terlebih air minum yang bersih. Demikianlah kondisi di sana.
Kini, setelah diterjang siklon dan dilanda banjir, bagaimana mereka bertahan hidup? Berhubung merasa tidak tega, insan Tzu Chi menempuh jarak ribuan kilometer dan mengatasi berbagai kesulitan untuk memberikan bantuan. Relawan Pan dan Relawan Zhou yang merupakan pengusaha dari Taiwan memimpin sekelompok Bodhisatwa dari Afrika Selatan menuju Malawi untuk bersumbangsih secara nyata dan membeli barang kebutuhan bagi para korban bencana.
Mereka sangat bekerja keras. Meski perjalanan penuh rintangan, tetapi tekad pelatihan mereka tidak mundur, melainkan tetap maju selangkah demi selangkah. Kini, yang paling dibutuhkan dunia ini ialah Bodhisatwa dunia. Kita harus menyucikan hati manusia dan merekrut Bodhisatwa dunia. Untuk meredam perubahan iklim, semua orang harus sepaham, sepakat, dan bertindak bersama.
Kita hendaknya berpola hidup hemat serta menghindari makanan hewani. Jika orang-orang bisa bervegetaris, maka tidak akan ada begitu banyak hewan yang dijagal demi memenuhi nafsu makan manusia. Umat manusia sungguh harus tersadarkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika semua orang bisa hidup sederhana, berhati tulus, menghimpun berkah, dan berdoa bersama, dunia mungkin bisa terbebas dari bencana.
Jadi, mari kita menerapkan pola hidup sederhana dan berdoa dengan tulus semoga dunia terbebas dari bencana, masyarakat tenteram, dan kondisi iklim bersahabat. Semua orang harus bertindak bersama. Lihatlah, dunia ini penuh penderitaan. Mari kita bersungguh hati setiap waktu untuk memahami hal yang terjadi di dunia dan bersumbangsih bagi orang yang menderita.
Akumulasi donasi banyak orang, baik puluhan maupun ratusan dolar, bisa membentuk kekuatan besar. Setelah bencana di Afrika terjadi, kita harus menginspirasi orang-orang untuk mengembangkan cinta kasih guna bersumbangsih bagi orang-orang yang menderita dan berdoa semoga dunia aman dan tenteram. Saya mendoakan kalian. Semoga kalian bisa lebih bersungguh hati.
Membimbing anak-anak yang polos membangkitkan welas asih
Menyalakan lentera bagi korban bencana agar mereka bisa menembus kegelapan
Mengatasi berbagai kesulitan dan bersumbangsih dengan tekad yang teguh
Menghimpun berkah dan berdoa semoga dunia bebas bencana
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 28 Maret 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 30 Maret 2019