Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Cinta Kasih Universal dan Hidup Berdampingan dengan Alam
Setiap hari, saya merasa bahwa perubahan iklim menjadi sangat ekstrem. Saya juga menerima banyak laporan tentang berbagai bencana di seluruh dunia yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Melihat laporan yang terkumpul, saya merasa sangat sedih. Buddha mengajari kita bahwa dunia ini penuh dengan penderitaan. Sesuai hukum alam, kita semua akan mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Begitu pula dengan segala sesuatu di dunia ini.
Bumi ini mengalami pembentukan, lalu memasuki fase keberlangsungan. Bumi terbentuk miliaran tahun lalu. Kita tidak perlu mengkaji kapan tepatnya Bumi ini terbentuk. Kita tidak punya waktu untuk itu. Namun, kita harus bersungguh hati melindunginya.
Bumi ini telah terbentuk dan kini berada dalam fase keberlangsungan. Orang-orang sering berkata, “Seluas langit dan seabadi bumi.” Langit memang sangat luas dan alam semesta tidak terukur. Namun, benarkah bumi ini abadi?
Suatu hari nanti, bumi ini akan tiba pada fase kehancuran. Lewat siaran berita, kita bisa melihat penderitaan para korban bencana. Yang paling menderita adalah para lansia yang hidup sebatang kara, orang-orang dengan kondisi fisik yang lemah, dan orang-orang yang hidup kekurangan.
Belakangan ini, kita mendengar berita tentang topan. Bayangkanlah kondisi orang-orang yang tidak bisa berlindung dari angin dan hujan. Setiap kali memikirkan hal ini, saya merasa sangat tidak tega. Namun, saya sangat bersyukur kepada insan Tzu Chi. Kapan pun bencana terjadi, kita selalu bisa melihat insan Tzu Chi.
Begitu mendapat informasi tentang jalur pergerakan topan serta tinggi atau rendahnya kekuatan topan, mereka akan segera membentuk tim untuk mengunjungi penerima bantuan kita, keluarga kurang mampu, dan para lansia untuk memberi penghiburan. Kita bisa melihat banyak lansia dan orang kurang mampu dengan kondisi fisik yang lemah. Tanpa para relawan kita, mereka harus bagaimana?
Karena itulah, saya terus mengimbau para relawan kita untuk mengajak warga komunitas memperhatikan satu sama lain dalam jangka panjang. Dengan begitu, saat topan akan menerjang, warga bisa mengunjungi orang yang membutuhkan dan lebih memperhatikan apakah perlu mengevakuasi mereka ke tempat yang aman. Jika bisa berbuat demikian, mereka juga bagaikan insan Tzu Chi.
Insan Tzu Chi selalu bersumbangsih dengan sungguh-sungguh dan tulus. Terkadang, bencana terjadi di wilayah terpencil yang jauh dan sulit dijangkau. Meski berangkat lebih awal, tetap butuh waktu untuk tiba di sana. Inilah satu-satunya penyesalan di antara rasa syukur saya. Jika warga bisa saling memperhatikan, maka ini akan menjadi perhatian jangka panjang yang paling nyata.
“Saat bertemu dengan insan Tzu Chi lagi, mereka seperti teman saya. Mereka sangat baik dan ramah. Karena topan kali ini, mereka sering menelepon saya untuk menasihati saya menginap semalam atau dua malam di pusat pengungsian dan mengingatkan saya untuk menjaga keselamatan diri. Karena nasihat para relawan, saya baru berubah pikiran. Tadinya, saya tidak berencana untukmenginap di pusat pengungsian,” ujar Ya-qing, warga di pusat pengungsian.
“Saya melihat bahwa insan Tzu Chi sangat suka menolong. Kalian mengantarkan selimut dan sangat memperhatikan warga kami. Saya seharusnya mewakili Asosiasi Kesejahteraan Kaifong mengucapkan terima kasih atas perhatian kalian,” kata Zhang Yao-zhong, Ketua Pengawas Asosiasi Kesejahteraan Kaifong.
Setiap orang bisa disebut sebagai insan Tzu Chi dan orang baik karena melakukan kebaikan. Dalam ceramah pagi, saya berkata bahwa saat mendengar orang lain berbuat baik, kita hendaknya turut bersukacita dan memuji mereka. Jika bisa, kita hendaknya turut berpartisipasi karena kita harus melindungi setiap orang yang menderita.
Ajaran pertama yang Buddha babarkan adalah tentang penderitaan. Penderitaan bukan hanya dialami oleh orang kurang mampu, melainkan semua orang di dunia ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa terhindar dari penderitaan. Penderitaan disebabkan oleh banyak faktor. Faktor terbesar adalah rintangan batin. Kita merintangi diri sendiri untuk berbuat baik dan merintangi orang lain untuk bersumbangsih. Ini sungguh menyedihkan.
Kini, banyak orang yang mengejar kenikmatan dan kenyamanan hidup. Karena itu, manusia terus mengeksploitasi gunung, sungai, dan bumi hingga menimbulkan kerusakan. Seribu hingga dua ribu tahun lalu, saat populasi manusia masih sedikit, manusia saling bersaing untuk bertahan hidup.
Kini, manusia mengeksploitasi gunung, laut, dan bumi sehingga alam mengalami kerusakan. Demi mencapai tujuan, banyak orang yang berbuat sesuka hati mereka. Akibatnya, banyak bencana yang terjadi. Seperti yang Buddha ajarkan pada kita, segala sesuatu di dunia ini mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur.
Setelah planet ini terbentuk, manusia menamakannya Bumi dan menempatinya bersama. Namun, kita merusaknya dalam keseharian hingga akhirnya semuanya hancur. Asalkan kita melindungi Bumi, maka keberlangsungan Bumi akan terjaga. Jika kita merusaknya, maka akan mempersingkat fase keberlangsungannya. Saudara sekalian, kita harus berusaha melindungi Bumi.
Perubahan iklim yang ekstrem menimbulkan bencana
Insan Tzu Chi datang dengan membawa kehangatan pascatopan
Mengajak warga untuk saling memperhatikan dan melindungi lansia sebatang kara
Menghimpun cinta kasih universal dan hidup berdampingan dengan alam
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 September 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 20 September 2018
Editor: Stefanny Doddy