Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Kepedulian Bagi Korban Bencana
Satu bulan pascabencana di Tacluac, secara umum masih dibutuhkan banyak bantuan karena masih ada berbagai kebutuhan. Ada banyak rumah yang rusak parah akibat retakan yang terjadi di dasar bangunan.
“Ini merusak dinding, pilar, dan atap serta merusak harta benda warga. Masih banyak warga yang tinggal di jalan dan sangat membutuhkan tempat tinggal,” ujar Hugo Reina, penanggung jawab urusan umum setempat.
Sejak gempa bumi pada 19 September lalu, kondisi bencana di Meksiko sangat parah. Insan Tzu Chi pun mencurahkan perhatian ke sana. Relawan dari Amerika Serikat terus berdatangan. Kini telah ada relawan dari lima negara yang berada di sana. Meski yang terlihat di sana adalah kerusakan yang parah, tetapi insan Tzu Chi tetap berada di sana selama lebih dari satu bulan. Kini, di berbagai tempat, orang-orang sudah mulai mengenal Tzu Chi dan sangat bersahabat. Warga setempat juga bersedia menjadi relawan. Kini mereka aktif mengikuti pelatihan.
Lihatlah, mereka begitu bijaksana. Berbagai filosofi Tzu Chi dapat disampaikan lewat bantuan para pemuda. Meski berasal dari negara yang berbeda-beda, tetapi mereka dapat memahami filosofi Tzu Chi. Lewat penerjemahan, mereka dapat memahami filosofi Tzu Chi yang berlandaskan ketulusan serta merasakannya.
Kemarin, saya juga melihat ketulusan mereka. Kita melihat mereka meneteskan air mata. Kita juga melihat keharuan dan ketulusan mereka. Mereka bahkan menyatakan berguru lewat telekonferensi. Kemarin ada 4 orang yang menyatakan berguru. Jadi, semua ini adalah jodoh. Saya juga berterima kasih kepada Stephen Huang yang baru pulang dan beristirahat 2 hari, lalu kembali lagi ke Meksiko. Terima kasih juga kepada staf Divisi Kerohanian, Zong-han, serta Yu-yu. Mereka fasih berbahasa Inggris, tetapi tidak bisa berbahasa Spanyol. Beruntung, di sana ada Tani, Lily, dan beberapa orang lainnya yang menguasai bahasa Spanyol dan Inggris. Mereka semua adalah benih.
Ada pula Jennyffer dari Ekuador. Tahun lalu, Ekuador juga dilanda gempa besar. Insan Tzu Chi juga pergi ke Ekuador untuk menjalankan program bantuan sehingga sendi kehidupan masyarakat hidup kembali. Selain itu, tahun ini Ekuador juga dilanda banjir. Insan Tzu Chi kembali membantu di sana. Dengan begitu, hubungan baik pun terjalin. Jadi, terhadap semangat dan filosofi Tzu Chi, mereka sangat kenal dan paham.
Tahun ini, upacara Waisak Tzu Chi yang pertama digelar di Ekuador. Upacara ini diadakan di sebuah gereja Katolik. Ini sungguh luar biasa. Semangat cinta kasih ini melampaui batasan agama. Dalam bencana Badai Harvey di Amerika Serikat, relawan di Ekuador juga adalah yang pertama menggerakkan penggalangan dana. Dalam bantuan bencana di Meksiko kali ini, saat dibutuhkan penerjemah bahasa Spanyol, mereka juga membantu tanpa ragu.
“Saya berasal dari Ekuador, pertama kalinya saya menjadi relawan lintas negara. Dahulu saya sangat senang melihat banyak orang datang untuk membantu Ekuador. Kini giliran saya yang membantu negara lain. Saya merasa seperti di rumah sendiri. Saya merasa seperti menolong warga Ekuador. Saya sangat bahagia. Orang-orang di sini menderita, maka kita membutuhkan relawan. Banyak hal yang terjadi. Orang-orang yang menderita tak dapat menunggu. Jadi, saya senang dapat membantu di sini,” tutur Jennyffer Ruiz, relawan Tzu Chi Ekuador.
Dia kini sudah merasakan perasaan sebagai relawan. Dia telah melihat interaksi antarsesama manusia yang penuh kekuatan cinta kasih dan dapat saling membantu serta sama-sama bersumbangsih.
Seorang relawan dari Argentina, Elena Hung, mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke Meksiko. Beruntung, dia hanya mengalami luka ringan. Jadi, dia tetap menuju Meksiko. Insan Tzu Chi memikul tanggung jawab untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dan membentangkan jalan dengan cinta kasih agar jalan yang berliku ini dapat menjadi jalan yang rata.
“Saya percaya warga dapat merasakan doa Master dan cinta kasih seluruh insan Tzu Chi. Saya sudah membawa semangat cinta kasih ini ke Meksiko,” ucap Elena Hung.
Jalinan cinta kasih insan Tzu Chi di dunia tidak mengenal batas ruang dan negara. Di mana terjadi bencana, relawan Tzu Chi dari seluruh dunia akan bergerak bersama-sama. Kini sudah ada relawan dari lima negara yang membantu di Meksiko. Para anak muda ini sungguh berdedikasi. Meski harus bersusah payah di sana, tidak enak makan, tidak enak tidur, tetapi mereka tetap merasa puas. Mereka berkata pada saat ini mereka benar-benar merasa diri sendiri sangatlah beruntung. Mereka telah merasakan kebahagiaan dalam bersumbangsih. Mereka sungguh merupakan wujud nyata Bodhisatwa dunia.
Kita
juga melihat hal yang sama di Taiwan. Lihatlah seorang relawan senior dari
Taipei ini, Gui-mei. Dia sudah bergabung selama lebih dari 30 tahun, sejak saya
berencana membangun rumah sakit. Saat itu dia datang ke kantor kita di Jalan
Jinan. Saat itu dia ditemani oleh ibunya. Saat itu dia baru berusia sekitar 50
tahun. Kini dia sudah berusia 80 tahun. Dia masih tetap bersemangat. Dia masih
sama seperti dahulu. Dia adalah kepala posko daur ulang. Dia sangat bertanggung
jawab.
“Berhubung kami relawan daur ulang datang pada pukul enam atau setengah tujuh dan baru pulang pada pukul setengah delapan, maka saya baru bisa pulang setelah lewat pukul delapan. Saya harus membereskan barang-barang. Saya harus menunggu sampai barang-barang diangkut, lalu mengunci pintu dan mematikan listrik. Kita meminjam tempat dari orang lain. Bagaimana boleh kita tidak bertanggung jawab? Kalau begitu, siapa yang mau meminjamkan tempat?” cerita Gui-mei.
Ketika ditanya mengenai apa kiat-kiat untuk menjaga kondisi badan dan menghindari keluhan sakit di usia senja, dia menjawab karena niat.
“Mungkin karena saya punya niat, maka tidak merasa lelah. Dengan semangat seperti ini, usia boleh bertambah, tetapi janganlah merasa bertambah tua. Master begitu kurus dan mungil, tetapi beliau bisa melakukan banyak hal. Kita sebagai murid juga harus bertekad untuk meneladaninya. Dalam menggalang dana dan melakukan daur ulang, saya pun berusaha untuk melakukannya sampai tua, sampai saya tidak bisa lagi melakukannya. Begitulah, saya selalu berpikir ingin melakukan ini dan melakukan itu, tetapi belum mencapai satu persen dari keteladanan Master,” jelasnya.
Kita harus punya kekuatan, sehingga saat orang lain membutuhkan, mereka dapat merasakan kekuatan kita. Terlahir di dunia ini, kita harus menggenggam waktu yang ada. Pada ceramah pagi hari ini saya juga berkata bahwa kita harus menggenggam waktu yang ada dalam kehidupan sekarang ini. Kita telah bertemu ajaran Buddha, maka hendaklah mempraktikkannya saat ini.
Masa lalu tidak akan kembali. Masa depan juga tidak dapat diprediksi. Hanya di masa sekaranglah kita dapat menentukan ke mana arah tujuan hidup kita. Lihatlah para relawan tadi, kehidupan mereka begitu penuh makna. Mereka tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan. Kehidupan mereka sungguh bernilai. Kemajuan inilah yang harus kita kejar setiap saat.
Relawan dari berbagai negara membantu
korban bencana
Para relawan terus memberi perhatian bagi
warga
Menghimpun kebajikan dan membentangkan
jalan cinta kasih
Meneladani keteguhan hati para relawan
senior
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 28 Oktober 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 30 Oktober 2017