Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Niat Baik untuk Menciptakan Berkah

Bodhisatwa sekalian, tayangan serial "Biografi Guru Besar" yang diproduksi Da Ai TV, setiap episodenya selalu membutuhkan riset seperti karya ilmiah. Contohnya, dalam sejarah, bagaimana para guru menyikapi berbagai kondisi?

Bagaimana mereka memandang dunia ini?

Bagaimana mereka memandang dunia ini?

Bagaimana tekad mereka untuk meninggalkan keduniawian?

Bagaimana pula mereka terjun memberi perhatian bagi masyarakat?

Masing-masing dari para guru ini meninggalkan keduniawian, tetapi juga terjun ke masyarakat. Ini sungguh tidak mudah. Sepanjang sejarah, orang yang benar-benar meninggalkan keduniawian, tetapi terjun ke masyarakat, yang artinya setelah menjadi anggota Sangha, masih rela kembali masuk ke masyarakat dan bertekad untuk berada di tengah banyak orang tanpa takut risau atau menderita, tetap bersumbangsih dan membimbing orang, sesungguhnya sangat sulit ditemui. Contohnya, seperti Mahabhiksu Zhi Zhe. Saya selalu mengatakan bahwa beliau merupakan teladan bagi saya sehingga ingin terjun ke tengah masyarakat dan berfokus membabarkan Sutra Bunga Teratai serta membuka jalan sesuai dengan Sutra itu agar orang-orang bukan sekadar mendengar, melainkan menapaki jalan itu.

Setelah menapaki jalan itu, orang-orang akan menyadari ternyata jalan itu adalah Jalan Bodhisatwa yang Buddha ajarkan kepada kita. Tanpa disadari, kita telah menapakinya setahap demi setahap. Perjalanan ini memberi tahu kita bahwa jalan haruslah ditapaki. Di dalam Bab Kota Bayangan digambarkan bahwa di setiap tahap perjalanan, banyak kondisi yang harus kita hadapi dan kita pahami. Bagaimana kita melaluinya? Meski jalan di depan sangat berliku, meski kondisi di depan sangat gersang, meski bahaya menanti di depan, kita tetap rela untuk menjaga keteguhan hati dan terus melangkah maju.

Ada juga perumpamaan tentang rumah yang terbakar. Buddha memberi tahu kita bahwa semua makhluk menderita di Tiga Alam ini, bagai berada di rumah yang tengah terbakar. Tiga Alam ini adalah cerminan batin kita. Batin kita memiliki alam nafsu, juga alam rupa. Lebih jauh lagi, di dalam pikiran kita juga ada alam tanpa rupa. Manusia selalu memiliki berbagai kemelekatan. Kemelekatan terbesar ada pada alam nafsu. Pada tataran ini, berbagai benda bisa menggoda. Manusia saling bertikai. Kebaikan dan kejahatan terus tarik-menarik. Di dunia ini, segala sesuatu yang berwujud ataupun tidak, dapat membuat batin kita risau serta merintangi pelatihan diri kita. Ini banyak sekali. Jadi, kehidupan penuh penderitaan.

Saya ingin menyampaikan kepada kalian bahwa kini, di dunia ini, kondisi iklim sudah demikian ekstrem. Bagaimana agar iklim kembali bersahabat? Satu-satunya cara ialah menyucikan hati manusia. Menyucikan hati manusia berarti kita harus mengikis nafsu terhadap materi, begitu juga nafsu makan. Kita harus kembali menggalang donatur seperti puluhan tahun lalu. Kita harus kembali mencari donatur karena dengan bertambahnya seorang donatur, berarti bertambah pula benih relawan. Ini berarti menyucikan hati satu orang. Dengan membimbing satu orang donatur, kita memiliki lebih banyak kesempatan untuk berbagi tentang Tzu Chi.

Jadi, kalian hendaknya menggalang donatur. Semakin banyak donatur, masyarakat akan semakin harmonis. Kita hendaknya dapat berbagi dengan lebih banyak orang bahwa berbuat baik tidaklah memengaruhi kehidupan, malah akan menambah berkah. Ini harus dilakukan. Di banyak negara tempat kita menyalurkan bantuan, relawan Tzu Chi selalu mengajak warga menyisihkan uang ke dalam celengan bambu. Kita memberi bantuan dalam jumlah besar, juga mengajak warga bersumbangsih sedikit agar warga mengerti bahwa bantuan yang besar juga berasal dari tetes-tetes sumbangsih kecil.

Dengan demikian, mereka memahami bahwa tetes-tetes sumbangsih yang kecil bisa terhimpun menjadi besar dan bermanfaat. Ini sama seperti kisah yang sering saya ceritakan. Buddha pernah menjelaskan tentang persembahan kain sobek dari seorang nenek. Buddha berkata kepada murid-murid-Nya bahwa sejak saat itu, setiap orang di dalam Sangha sama-sama menerima persembahan sehelai kain sobek itu. Sehelai kain sobek itu dipersembahkan kepada Buddha dan Sangha. Karena itu, kini di bagian belakang jubah Sangha terdapat sehelai kain penanda. Ini berawal dari kisah nenek kurang mampu yang memberikan kain sobek kepada Buddha. Makna persembahan itu sangat dalam. Itu adalah persembahan yang besar. Untuk memberi persembahan kepada semua makhluk, kita harus menghimpun tetes demi tetes sumbangsih kita semua. Di tempat-tempat yang kekurangan pun, kita tetap memperkenalkan celengan bambu.

 “Saat saya kesulitan, banyak orang membantu. Kini kehidupan saya sudah sedikit lebih baik,” kata Ma Kyi San, warga di Myanmar.

 “Saya juga ingin seperti orang lain, menyisihkan segenggam beras untuk membantu sesama. Sebelum memasukkan beras  ke dalam panci untuk dimasak, saya terlebih dahulu menyisihkan segenggam untuk dimasukkan ke dalam celengan beras,” kata Daw Thin New, warga lainnya.

 “Pagi sekali, sore sekali. Setiap hari saya menyisihkan 200 kyat. Meski hanya sedikit, tetapi dalam sebulan bisa terkumpul 6 ribu. Semoga ini bisa membantu orang lain,” kata U Kyaw Aung warga Myanmar lainnya.

Berhubung di kehidupan lampau mereka tidak menciptakan berkah, kini mereka hidup dalam kesulitan. Namun, kini mereka dengan senang hati bersumbangsih sedikit meski hidup sulit dengan harapan memiliki berkah di kehidupan mendatang. Mereka terbebas dari penderitaan saat ini juga karena telah membuka hati dan bertekad untuk bersumbangsih. Dengan begitu, kesulitan di masa depan juga akan berlalu dengan mudah. 

Singkat kata, ingatlah hukum sebab akibat. Saya terus mengingatkan tentang hukum karma. Tak apa jika tidak mengingat ajaran lain, tetapi hukum sebab akibat harus diingat. Banyak hal yang patut kita syukuri. Saya berharap kalian semakin bertekad. Intinya, lakukanlah apa yang mampu kita lakukan. Genggamlah waktu dan manfaatkan kehidupan. Waktu terus berlalu. Kali ini saya sangat bersyukur pada diri sendiri karena dapat melewati hari demi hari dengan baik. Kini, dapat kembali berbagi dengan kalian, saya sangat bersyukur. Jika kehidupan tidak dimanfaatkan, maka hari-hari kita akan berlalu sia-sia. Janganlah sia-siakan waktu. Jika tidak bersumbangsih satu hari, berarti kehidupan satu hari itu tidak bernilai. Itu berarti sia-sia. Satu hari telah berlalu sia-sia. Seiring berlalunya satu hari,  usia kehidupan juga berkurang. Kita harus selalu mengingatkan diri sendiri.

Nafsu keinginan menyebabkan banyak cobaan

Meneguhkan hati untuk melangkah maju

Memahami hukum karma dan tidak menyia-nyiakan waktu

Menghimpun niat baik untuk menciptakan berkah

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Maret 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 4 Maret 2019

Editor: Hadi Pranoto

 

Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -