Ceramah Master Cheng Yen: Menghimpun Tetes-tetes Cinta Kasih untuk Menolong Semua Makhluk
Terhadap empat fase yang dialami oleh segala benda materi, kehidupan, dan pikiran, kita harus sungguh-sungguh merenungkannya. Di antara begitu banyak benda materi di dunia ini, tidak ada satu pun yang konkret dan abadi. Meski tidak ada yang abadi dan konkret, tetapi hidup di dunia ini, manusia pasti memiliki perasaan.
Manusia bisa merasakan sukacita, kemarahan, kesedihan, dan kebahagiaan. Yang membuat manusia merasakan sukacita adalah segala sesuatu berjalan lancar, tidak kekurangan apa pun, bisa berinteraksi satu sama lain dengan damai dan harmonis, serta segala keinginan terpenuhi. Namun, bisakah manusia merasa puas?
Saya sering berkata bahwa saat memiliki satu, manusia akan merasa kurang sembilan. Nafsu keinginan manusia tidak berujung. Inilah ketamakan manusia. Dengan ketamakan, saat memiliki satu, kita akan merasa kurang sembilan. Namun, saya juga terus berbagi dengan semua orang bahwa dengan memberi satu dari sepuluh yang kita miliki, itu bisa menjadi kekuatan besar yang dapat menolong orang banyak. Alangkah baiknya jika setiap orang bisa menerapkan konsep seperti ini.
Jika tidak, kita akan selalu merasa kurang. Jika menunggu hingga kekuatan kita mencukupi baru mau bersumbangsih dan menunggu hingga semua keinginan terpenuhi baru mau menolong sesama, maka semuanya akan terlambat. Kapan semua keinginan kita bisa terpenuhi? Kapan kekuatan kita bisa mencukupi? Semua itu bersifat relatif.
Kita harus membimbing orang-orang untuk membuka pintu hati dan berpikiran terbuka. Saat mampu, kita harus bersumbangsih. Penderitaan yang melanda wilayah-wilayah yang jauh dari kita mengingatkan kita untuk mawas diri. Kita juga melihat Cile. Pada tahun 2010, Cile diguncang gempa dahsyat berkekuatan 8,8 SR. Saat itu, kebetulan Tzu Chi sedang menyalurkan bantuan di Haiti. Haiti juga mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi.
Sebelum insan Tzu Chi meninggalkan Haiti, Cile sudah dilanda gempa dahsyat. Bagaimana insan Tzu Chi menjangkau Cile yang begitu jauh? Beruntung, ada insan Tzu Chi dari enam negara yang pergi ke Cile untuk memberi bantuan. Karena jalinan jodoh ini, kita mulai memiliki relawan di Cile. Relawan Hsieh, dr. Yang, dan relawan lainnya mulai mengemban misi Tzu Chi di Cile.
“Saya tahu mengemban misi Tzu Chi tidak mudah. Namun, para relawan Tzu Chi berkata pada saya bahwa tidak perlu merasa takut. Asalkan memiliki tekad, tiada yang mustahil. Saya berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah memberi kesempatan pada saya untuk berbuat kebaikan,” kutipan wawancara Hsieh Jen-hsyang, relawan Tzu Chi.
Relawan di Cile tidak banyak, tetapi dengan segenap hati dan tenaga, mereka memanfaatkan sumber daya setempat dan menjaga kelestarian lingkungan. Ada pula pengusaha Tionghoa setempat dan pengusaha dari Taiwan yang memanfaatkan waktu untuk bersumbangsih. Mereka merupakan pengusaha besar. Selain menyumbangkan uang, mereka juga melindungi Bumi dengan mengumpulkan barang daur ulang di sepanjang jalan. Dengan penuh rasa hormat, mereka mengubah sampah menjadi sumber daya. Saya sangat tersentuh. Selain itu, hasil penjualan barang daur ulang juga dapat dimanfaatkan sebagai dana bantuan bencana dan dana bantuan pendidikan.
“Kami sangat berterima kasih kepada Master yang menggalakkan kegiatan daur ulang. Dengan hasil penjualan barang daur ulang, hari ini kami bisa melakukan penyumbangan untuk keempat kalinya. Barang yang kami sumbangkan hari ini adalah enam unit komputer dan dua unit laptop. Semoga anak-anak yang putus sekolah ini dapat meningkatkan pengetahuan mereka,” kutipan wawancara Wu Hui-lan dan Chen Shu-zhen, relawan Tzu Chi.
“Meski kami sudah menggalang dana dua tahun, tetapi komputer kami tetap kurang. Kami sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah memberikan komputer pada kami. Ini bukan sekadar barang bantuan. Bagi keluarga-keluarga di sini, bantuan ini sangat bermakna,” kutipan wawancara Sr. Freddy, perwakilan komunitas.
“Bantuan Tzu Chi membuat anak-anak semakin maju. Saya juga berterima kasih kepada insan Tzu Chi yang mengajari anak-anak banyak nilai moralitas dengan upacara yang agung dan penuh rasa hormat ini,” kutipan wawancara Sra. Rossy, relawan di tempat les
“Insan Tzu Chi bukan hanya membawakan barang bantuan, tetapi juga mengajari kita untuk bersyukur atas segala sesuatu di dunia ini serta mengasihi dan melindungi Bumi,” kutipan wawancara Alberto, perwakilan gereja.
Relawan kita sering pergi ke panti asuhan dan panti wreda untuk mencurahkan perhatian. Dengan tenaga yang terbatas, mereka memberikan bantuan dengan tepat. Contohnya sebuah keluarga penerima bantuan yang mengalami kesulitan finansial.
“Becak di luar sudah rusak. Saya membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga saya.” “Saya sangat suka bekerja. Dengan becak listrik yang kalian berikan, saya bisa kembali bekerja,” kutipan wawancara Gregorio, penerima bantuan.
Saya sangat gembira. Dengan adanya becak listrik ini, keluarga ini bisa berdagang di tepi jalan untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.
“Sejak Tzu Chi memberi saya becak listrik, saya sangat giat bekerja. Dalam tiga bulan, kehidupan kami membaik. Selain bisa membeli perabot elektronik rumah tangga, kebutuhan dasar anak-anak juga terpenuhi. Sekarang, yang perlu saya khawatirkan adalah pendidikan anak-anak saya. Demi mereka, saya akan lebih giat bekerja,” kutipan wawancara Gregorio, penerima bantuan.
Insan Tzu Chi bukan hanya memberikan “ikan”, tetapi juga memberikan “kail” agar mereka dapat hidup mandiri. Anaknya juga membantunya berdagang. Keluarga ini telah terbebas dari kesulitan. Relawan kita juga membimbingnya untuk menjaga kesehatan fisik dan batin. Setelah menerima bimbingan insan Tzu Chi, dia juga bisa menolong tetangganya.
“Insan Tzu Chi menolong Gregorio, lalu Gregorio menggunakan penghasilannya untuk membantu saya memperbaiki truk. Setelah truk saya diperbaiki, saya bisa kembali bekerja,” kutipan wawancara Sr. Samuel, tetangga Gregorio.
Mereka menginspirasi dan mendukung satu sama lain. Dengan memperhatikan dan menolong sesama, mereka bisa hidup mandiri. Saya sangat tersentuh melihatnya. Mereka tahu berpuas diri dan bersyukur. Lihatlah Relawan Hsieh, dia juga menjalankan bisnis internasional. Dia dan ibunya bertanggung jawab mengemban misi Tzu Chi di Cile. Mereka berdua sangat bersungguh hati.
Singkat kata, kisah tentang orang dan hal yang baik tidak habis diulas. Berhubung di dunia ini terdapat orang yang menderita, maka dibutuhkan Bodhisatwa dan orang yang baik untuk mencurahkan perhatian. Dengan begitu, penderitaan di dunia ini baru bisa dilenyapkan. Dharma sungguh sangat dalam. Selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga harus bersyukur. Setelah bersumbangsih, orang yang menderita terselamatkan, sedangkan kita memperoleh kebahagiaan dan sukacita dalam Dharma. Inilah ajaran paling mendasar yang harus kita pelajari.
Sumbangsih penuh sukacita mendatangkan kedamaian
Menolong semua orang dengan hasil penjualan barang daur ulang
Membantu anak-anak menerima pendidikan dan berbagi Dharma dengan mereka
Bersumbangsih tanpa pamrih dengan hati penuh rasa syukur
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Maret 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina