Ceramah Master Cheng Yen: Menghormati Buddha dengan Khidmat dan Mengatasi Berbagai Kesulitan
Upacara pemandian rupang Buddha di Taipei kali ini merupakan sebuah ujian besar bagi kita. Teringat akan hujan deras selama dua jam itu, saya sungguh merasa tidak tega. Sungguh, kali ini, tingkat kesulitan yang kita hadapi sangat tinggi. Berhubung ada yang mengadakan konser di Balai Peringatan Chiang Kai-shek, maka tahun ini, upacara Waisak juga digelar di Balai Kota Taipei. Tanah di Balai Kota Taipei tidak rata sehingga tak mudah untuk mempersiapkan lokasi. Namun, relawan kita bisa mengatasinya dengan kerja sama yang harmonis.
Kali ini, setiap tim mengemban tanggung jawab masing-masing dengan segenap hati dan tenaga. Mereka telah melakukannya dengan sepenuh hati. Saya sungguh sangat bersyukur. Sebelum pemandian rupang Buddha dimulai, turun hujan deras yang membuat tubuh para relawan yang sedang melakukan persiapan basah kuyup. Semua rintangan ini merupakan ujian dari Makhluk Pelindung Dharma.
Setelah 49 tahun berlalu, apakah para insan Tzu Chi masih memiliki tekad pelatihan yang teguh serta melatih diri dengan berani dan bersemangat? Semua itu merupakan ujian besar bagi kita. Saya sungguh sangat tersentuh. Bukankah kita bisa melihat kekuatan Buddha yang bertahan untuk selamanya dan himpunan pahala berkat kebijaksanaan yang tak terhingga?
Buddha mengajari kita untuk sungguh-sungguh menyerap Dharma. Kita harus melatih diri dengan berani dan bersemangat. Inilah kekuatan Buddha. Selain itu, dengan memiliki tekad pelatihan yang teguh, kita juga dapat menghimpun pahala dengan kebijaksanaan yang tak terhingga. Demi upacara pemandian rupang Buddha, setiap orang sungguh-sungguh membangkitkan ketulusan hati.
Sejak dahulu hingga sekarang, ketulusan hati, keteguhan tekad pelatihan, keberanian, dan semangat setiap orang berasal dari kekuatan Dharma yang diserap ke dalam hati dan pelatihan diri masing-masing. Tentu, inilah yang disebut menghimpun pahala.
Saat melakukan persiapan menjelang upacara pemandian rupang Buddha, terpaan angin dan hujan membuat kita merasa khawatir dan tugas para relawan di lokasi upacara semakin berat dan berbahaya. Namun, yang ada dalam pikiran setiap orang hanyalah menyukseskan upacara Waisak. Kita memperingati Hari Waisak dengan hati yang tulus. Berhubung hari itu juga merupakan Hari Ibu, maka kita juga membimbing orang-orang untuk mengungkapkan rasa bakti kepada orang tua. Jadi, meski menghadapi ujian besar, kita tetap berusaha sebaik mungkin agar upacara berjalan dengan lancar.
Kita juga mengingatkan partisipan upacara akan budi luhur orang tua Ini juga merupakan sejenis pendidikan. Hari itu, kita juga memperingati Hari Tzu Chi yang ke-50. Kita memperingati tiga hari besar sekaligus dalam upacara yang khidmat ini. Kalian telah menggunakan kebijaksanaan yang tak terhingga untuk menghimpun pahala. Tidak ada kata-kata yang bisa saya gunakan untuk memuji dan mendeskripsikan perbuatan kalian. Ini karena hakikat semua makhluk setara dengan para Buddha.
Semua orang memiliki kesatuan hati untuk menyukseskan upacara Waisak. Kita menggerakkan ratusan relawan yang memiliki kesatuan hati untuk menuntaskan suatu misi. Kita harus berpegang pada ajaran Buddha untuk melatih diri dengan berani dan bersemangat. Semua orang memiliki kesatuan hati untuk berpegang pada ajaran Buddha. Seperti inilah pemandian rupang Buddha di Taiwan.
Di Durban, Afrika Selatan, pada bulan Mei, relawan lokal sebulan penuh membawa bunga, air, dan rupang Yang Mahasadar di Alam Semesta menuju pegunungan dan pedesaan dengan menempuh jarak sejauh 930 kilometer lebih. Selama bulan Mei saja, mereka sudah menempuh jarak sejauh itu. Ini sungguh mengagumkan.
Para relawan kita juga mengunjungi seorang pasien penerima bantuan kita. Saat relawan kita tiba di rumahnya, dia sudah pergi ke gereja. Karena itu, relawan kita pun menyusul ke gereja. Saat tiba di gereja, relawan kita sangat tertib dan turut mendengar khotbah pastor. Setelah pastor selesai berkhotbah, barulah mereka menjelaskan tujuan kedatangan mereka.
Pastor itu memiliki kesan yang baik terhadap insan Tzu Chi karena kita sering membagikan beras di desa-desa dan menghormati setiap agama. Insan Tzu Chi tidak membeda-bedakan agama. Umat Kristen juga bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Meski menjadi relawan Tzu Chi, mereka tetap menganut agama semula. Jadi, Tzu Chi tidak membeda-bedakan agama. Karena itu, pastor itu dengan gembira mengizinkan relawan kita membawa rupang Yang Mahasadar di Alam Semesta ke dalam gereja sehingga pasien itu dapat memandikan rupang Buddha dengan gembira.
Saat relawan kita bernyanyi untuk mendoakan pasien yang sedang memandikan rupang Buddha, para jemaat di gereja itu juga turut bernyanyi dan berdoa untuknya. Ini sungguh menyentuh hati. Di Durban, para relawan lokal juga bisa berbagi tentang Tzu Chi. Kita juga melihat hal yang sama di Swaziland. Relawan lokal dari Swaziland pergi ke Durban, Afrika Selatan untuk mempelajari pemandian rupang Buddha. Setelah kembali ke Swaziland, para relawan lokal ini mulai mengajari relawan lainnya. Bagaimana cara mereka mengajari relawan lain? Mereka menggunakan botol plastik sebagai rupang Buddha. Dengan penuh kekhidmatan dan rasa hormat, satu demi satu relawan lokal belajar memberi penghormatan kepada Buddha.
Sungguh, para relawan di Swaziland memberi penghormatan seakan-akan botol itu adalah rupang Buddha. Karena itulah, upacara Waisak yang digelar di sana berlangsung dengan sangat khidmat. Ini sungguh tidak mudah.
Relawan di Lesotho bukan hanya menggelar pemandian rupang Buddha dengan khidmat, tetapi juga pergi ke Botswana untuk membimbing relawan di sana. Berhubung tempat yang semula mereka pinjam tidak bisa digunakan, maka mereka pun menjadikan bak mobil sebagai meja. Setelah menutupi bak mobil dengan kain dan mempersiapkan segalanya, upacara Waisak juga berlangsung dengan khidmat. Ini sungguh mengagumkan.
Menghadapi ujian besar menjelang upacara pemandian rupang
Buddha Bersatu hati mengatasi kesulitan
Menghimpun pahala dengan kebijaksanaan yang tak terhingga
Berlatih memberi penghormatan kepada Buddha dengan khidmat
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Juni 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Juni 2016