Ceramah Master Cheng Yen: Mengikis Kegelapan Batin dan Kembali pada Hakikat Sejati
“Mendengar ceramah pagi Master sangat penting bagi Anda?”
“Penting,” jawab relawan Tzu Chi, Liu Xiu-yi.
“Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering bertemu banyak hal. Saya suka marah-marah. Temperamen saya buruk. Saya akan cepat-cepat mengingat ceramah Master hari itu. Intinya, inilah mengapa saya harus mengikuti ceramah pagi Master setiap hari. Sering kali kata-kata Master yang agak dalam tidak saya mengerti. Meskipun begitu, saya tetap terus mengikuti ceramah. Lama-kelamaan, kita akan paham,” tambahnya.
“Di kemudian hari saya memahami bahwa manusia tidak boleh marah terus-menerus. Dalam melakukan berbagai hal, juga jangan terlalu gegabah. Begitulah makhluk hidup. Anda memiliki tabiat sendiri, dia memiliki tabiat sendiri, begitu pula dengan saya,” pungkasnya.
Setiap orang memiliki tabiat dan pandangan yang berbeda. Anda memiliki kondisi batin sendiri, dia memiliki kondisi batin sendiri, begitu pula dengan saya. Dalam banyak hal, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Pandangan yang bertolak belakang bisa membuat manusia saling tidak selaras dan saling bertikai. Semua ini adalah penderitaan makhluk hidup.
Pertikaian terus terjadi. Masa sekarang disebut masa penuh kekeruhan. Masa ini dipenuhi oleh perbedaan pandangan yang berujung pada pertikaian. Orang-orang memiliki ketamakan dan keinginan masing-masing yang memicu perpecahan. Inilah penyebab kekacauan di masa kini. Kekacauan yang begitu besar bermula dari pandangan dan pikiran setiap orang. Manusia sudah tersesat. Jika setiap orang tersesat, kondisi dunia akan sangat kacau.
Bagaikan debu, tak apa jika hanya sedikit. Namun, jika debunya banyak, maka kondisi akan menjadi samar. Ini berarti kekeruhannya sangat tebal. Jika kita renungkan dengan sungguh-sungguh, kekeruhan ini adalah himpunan dari sedikit demi sedikit kekeruhan masing-masing orang. Kekeruhan ini bagai membentuk kabut tebal. Inilah kesesatan yang sudah lama terbentuk.
Kita semua telah tersesat. Semua orang sudah tersesat. Di tengah kegelapan batin, kita melekat pada berbagai hal. Bagaimana kita bisa tersesat? Lingkungan bisa memengaruhi kita hingga ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan keraguan terus muncul dalam diri kita. Pikiran kita terus mengarah pada banyak hal yang tak seharusnya. Kita ingin memiliki lebih banyak sehingga terus mengejar dan tidak pernah merasa puas.
Pikiran keliru seperti ini mempertebal kegelapan batin dan menambah noda batin. Semua ini adalah kemelekatan.
"Jika usaha saya semakin besar, saya bisa membuka lapangan pekerjaan. Ini berarti saya membantu orang lain," kata Relawan Tzu Chi, Lin Lai A-bao.
“Bukankah terbalik?”
Bisnis semakin besar, masalah pun semakin banyak, begitu pula karma yang tercipta. Sumber daya alam yang dihabiskan juga semakin banyak. Ini akibat ketamakan yang tiada batas. Ketamakan yang tiada batas ini menutupi hakikat sejati kita. Jadi, saat pikiran tenggelam dalam kesesatan, manusia akan kehilangan kebijaksanaan.
Kita semua pada dasarnya memiliki kebijaksanaan yang sama dengan Buddha, tetapi kita telah disesatkan oleh ketamakan sehingga hakikat sejati kita menjadi tertutup. Jadi, hakikat kesadaran kita telah tertutup oleh kegelapan batin, bagaikan lampu yang sudah redup. Mengapa demikian?
Karena tertutup oleh debu dan kegelapan batin. Akibat tebalnya kabut kegelapan batin, cahaya di dalam batin kita tidak dapat memancar ke luar. Jadi, dari luar yang terlihat hanyalah cahaya redup yang semakin lemah. Cahaya ini semakin tidak terlihat. Ini yang disebut tidak bijaksana. Tanpa cahaya ini, kondisi luar akan terasa sangat gelap karena kita terhalang oleh kegelapan batin. Debu kegelapan batin ini semakin tebal sehingga kita menjadi tidak bijaksana dan membuat kesalahan.
“Dahulu saya
bekerja serabutan dengan keras demi mencari uang hingga suatu
hari saya terjatuh dan kaki saya patah. Saat itu, di rumah saya menonton Da Ai TV. Saya lalu
menyadari kehidupan tidak kekal. Saya terus mencari uang, tetapi pada akhirnya apa yang saya dapatkan? Kemudian saya
berpikir, "Setelah sembuh, saya akan
bergabung dengan Tzu Chi dan melakukan daur ulang. Saya juga mengajak para tetangga saya untuk mengumpulkan barang daur ulang. Saya merasa batin saya sangat kaya. Ada orang yang membawa kabur uang saya, tetapi saya selalu ingat ajaran Master. Master berkata
bahwa karena berkah kita belum cukup. Berkah
bagaikan air di dalam guci. Jadi, meski uang saya telah hilang, tetapi jiwa kebijaksanaan saya tak akan hilang. Saya tetap
mempertahankan tekad ini dan mengingat pesan Master untuk terus menciptakan berkah,” kata Relawan Tzu Chi, Su Zhang Wan.
Jadi, kita harus memahami hal ini. Kita harus bersungguh hati untuk menemukan kembali hakikat sejati kita. Hakikat sejati ini harus dicari dengan cahaya batin. Kita harus mencari kebenaran agar hakikat sejati kita kembali muncul. Sesungguhnya, hakikat ini tidak pernah meninggalkan kita. Kita harus memahami kebenaran untuk dapat menemukannya kembali. Dengan begitu, hakikat sejati akan kita temukan.
Jadi, kita harus memahami cara untuk terus mempertahankan pikiran baik di dalam batin kita. Ini berarti memberi manfaat bagi diri sendiri, juga memberi manfaat bagi orang lain. Dengan demikian, pikiran keliru akan lenyap. Inilah yang disebut bebas dari kotoran dan tidak tercemar.
Saudara sekalian, kita harus meyakini dan menyelami ajaran kebenaran ini. Setelah memahami kebenaran, tentu kita akan lebih memahami pikiran kita dan pikiran kita tidak akan tercemar. Lebih jauh lagi, cahaya kebijaksanaan kita akan semakin memancar sehingga segala kebenaran di alam semesta dapat semakin kita pahami. Ini bergantung pada kesungguhan hati kita. Jadi, senantiasalah bersungguh hati.
Kemelekatan pada pandangan pribadi memicu pertikaian
Kesesatan dan ketidaktahuan menambah kegelapan batin
Menyelami kebenaran untuk kembali pada hakikat sejati
Mempertahankan niat baik untuk membawa manfaat bagi orang banyak
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 Oktober 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 29 Oktober 2018
Editor: Stefanny Doddy