Ceramah Master Cheng Yen: Mengingat Tekad Awal dan Mewariskan Dharma

“Sejak bergabung dengan Asosiasi Guru Tzu Chi, saya membimbing anak-anak untuk mempelajari Kata Renungan Jing Si. Dekorasi di kelas penuh dengan Kata Renungan Jing Si. Setiap pagi saya mengajak anak-anak untuk membaca Kata Renungan Jing Si. Saya juga meminta anak-anak berbagi Kata Renungan Jing Si ini kepada orang tua mereka. Selama proses ini, anak-anak yang awalnya bersikap sembrono dan langsung ribut begitu masuk kelas, setelah mempelajari Kata Renungan Jing Si, bisa belajar dengan tenang di kelas. Ini adalah perubahan besar. Menurut saya, Kata Renungan Jing Si telah membangkitkan kebijaksanaan anak-anak dan membawa keharmonisan bagi keluarga,” kata Han Limin Guru SD Eksperimental Taoyuan, Shenzhen.

“Ada sebagian orang tua murid yang bertengkar karena pendidikan anak. Lewat pengajaran Kata Renungan Jing Si, mereka dapat berintrospeksi mengenai kehidupan keluarga dan menyadari bahwayang terpenting bagi anak-anak ialah budi pekerti,” tambahnya.

Kita melihat Misi Pendidikan Tzu Chi di Shenzhen. Dalam mendidik murid, seseorang harus memiliki hati guru, hati Bodhisatwa, dan hati orang tua. Hati orang tua ini sangatlah tulus berharap anak-anak mencapai keberhasilan.

Guru bukan hanya profesi, melainkan misi. Guru bukan mengajar untuk hidup, melainkan hidup untuk mengajar. Kita memiliki misi di bidang pendidikan. Kita mendedikasikan kehidupan kita untuk mendidik dengan sungguh-sungguh.


“Ibu mengandung dan menderita selama 10 bulan, tidak nafsu makan dan tidak dapat tidur nyenyak. Saya membayangkan saat ibu saya mengandung saya. Beliau pasti tidak enak makan, tidak leluasa ke belakang, dan tidak nyenyak tidur,” kata He Yujun, murid kelas 1 SMP Mingshan.

“Saya ingin mementaskannya khusus untuk Ibu agar Ibu juga bisa merasakan kasih sayang kami terhadapnya,” kata Liu Ruixi, Murid kelas 1 SMP Mingshan.

Tujuannya agar anak-anak memahami kembali pengorbanan orang tua bagi mereka, lalu membangkitkan rasa syukur terhadap orang tua.  Selama bertahun-tahun, hasil ujian nasional kami selalu meningkat. Jadi, kegiatan seperti ini tidak akan berpengaruh negatif pada prestasi akademis, malah memberi dampak positif,” kata Liu Hong, Penanggung Jawab Pendidikan Budi Pekerti SMP Mingshan.

“Perubahan terbesar dari para murid yang berbeda dari beberapa tahun lalu ialah saat bertemu para guru, mereka akan menyapa. Saat bertemu tamu dari luar, mereka juga berinisatif untuk menyapa. Beberapa tahun lalu, ini adalah hal yang tak terbayangkan. Benar-benar tak terbayangkan,” kata Gong Yangmin, Wakil Kepala SMP Mingshan.

Setelah gempa besar terjadi di Sichuan, Tzu Chi membangun 17 sekolah di sana. Tujuh belas sekolah ini, dari peringkat sekolah-sekolah di Tiongkok, termasuk sekolah unggulan. Baik dari sisi rancangan maupun kualitas, sekolah-sekolah itu dibangun sepenuh hati. Dengan tulus kita membangun gedung sekolah yang aman dengan penataan yang baik. Ini adalah sumbangsih tulus penuh cinta kasih. Inilah Proyek Harapan bagi masa depan.

Begitu pula gempa 21 September 1999 di Taiwan. Bencana gempa itu sudah 20 tahun berlalu. Saat itu Tzu Chi membangun 50 gedung sekolah. Dalam kunjungan ke Taiwan Tengah kali ini, saya melihat anak-anak berterima kasih kepada Tzu Chi.


Saya juga mendengar para relawan Tzu Chi di berbagai tempat berbagi kisah masa lalu. Mereka juga mengenang bencana gempa 21 September 1999 silam. Mereka juga mengenang banyak hal yang patut disyukuri. Kini pun banyak hal yang patut kita syukuri setiap hari.

Janganlah kita melupakan perjalanan yang telah kita lalui hingga hari ini. Kemarin insan Tzu Chi dari 10 negara dan wilayah kembali ke Taiwan untuk mengikuti kamp. Di antaranya, ada para guru dari Asosiasi Guru Tzu Chi.

Lebih dari 20 tahun lalu, tepatnya tahun 1992, Asosiasi Guru Tzu Chi berdiri. Hingga kini, sudah 27 tahun. Saat itu, para anggota Asosiasi Guru Tzu Chi sangat penuh semangat. Setiap tahun mereka mengadakan pelatihan dan saling berbagi tentang metode pengajaran Kata Renungan Jing Si. Kata Renungan Jing Si telah terbit selama 30 tahun. Semua ini adalah perjalanan yang pernah kita lalui. Jadi, banyak hal yang telah kita lakukan di masa lalu.

Bagaimana kita mewariskan ajaran Jing Si? Banyak relawan juga sudah menua dan sudah lupa kisah-kisah di masa lalu. Setiap orang mengingat hal yang berbeda-beda, baik dari segi tempat, waktu, manusia, hal, maupun yang lainnya. Jadi, kini kita sangat berharap relawan Tzu Chi dari berbagai wilayah di Taiwan saling berbagi kisah. Satu orang berbagi satu potongan cerita, yang lain juga berbagi potongan cerita. Potongan-potongan cerita ini dapat disatukan.


Satu orang menceritakan kegiatan di waktu tertentu, yang lain menceritakan kegiatan di waktu lainnya. Setiap orang menceritakan ingatannya tentang orang-orang yang terlibat. Dari berbagai kisah yang dibagikan ini, kita menyatukan potongan-potongan memori dan menjadi saksi sejarah.

Kini, Tzu Chi telah berusia lebih dari setengah abad. Semoga semangat Tzu Chi terus diwariskan. Saya berharap Jalan Bodhisattva dunia dapat diwariskan dari generasi ke generasi.

Mengapa insan Tzu Chi rela bersumbangsih dengan sepenuh hati tanpa memiliki pamrih? Menjalankan Tzu Chi ialah demi memberi makna bagi kehidupan kita. Saya sering berkata bahwa kita harus menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupan ini. Di masyarakat masa kini, banyak orang pensiun di usia muda. Sesungguhnya, jika orang berpengalaman yang tubuhnya masih sehat dan pikirannya masih jernih memilih untuk pensiun, itu sungguh disayangkan. Bukankah kita harus memanfaatkan kehidupan ini dengan baik? Dalam meningkatkan makna hidup kita, kita tidak boleh pensiun karena justru di masa tua kita dapat mengurangi urusan pribadi dan memiliki waktu untuk bersumbangsih bagi masyarakat. Kita hendaknya menggunakan waktu kita untuk memberi nilai bagi kehidupan kita dan mengukir sejarah kehidupan yang berharga. Inilah kehidupan yang bermakna.

Banyak hal yang patut disyukuri. Amatilah bahwa tubuh tidak bersih, perasaan membawa derita, pikiran tidak kekal,  dan segala fenomena bersifat tanpa inti. Segala fenomena terus berproses seiring waktu. Manakah inti atau "diri" yang sesungguhnya? Segalanya berproses tanpa henti. Jadi, kita hanya dapat memicu "diri" kita pada setiap saat untuk mengukir sejarah yang dalam dan luas.  Inilah jejak yang dapat kita tinggalkan.

Mengamati proses fenomena setiap saat
Menjalankan misi pendidikan tanpa pamrih
Senantiasa mengingat perjalanan dalam mengembangkan jiwa kebijaksanaan
Pantang mundur untuk mewariskan Dharma

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 Juli 2019

Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -