Ceramah Master Cheng Yen: Menginspirasi Dunia dengan Welas Asih dan Kebijaksanaan
Dalam setiap acara Pemberkahan Akhir Tahun, yang terpenting adalah bertambahnya anggota keluarga Tzu Chi. Pelantikan yang diadakan setahun sekali merupakan upacara yang paling membahagiakan bagi kita. Kisah yang dibagikan para relawan hari ini membuat saya sangat tersentuh.
“Jika Master memberi saya seribu, maka uang itu bisa dihabiskan dengan cepat. Namun, saya sangat bersyukur yang Master berikan pada saya adalah cinta kasih dan welas asih yang tak akan habis sepanjang hidup,” ucap U Thein Tun, Relawan Tzu Chi Myanmar.
Hari ini, Relawan U Thein Tun dari Myanmar berbagi pengalamannya di atas panggung. Sesungguhnya, jalinan jodoh Myanmar dan Tzu Chi dimulai pada tanggal 2 Mei 2008, pasca siklon Nargis menerjang Myanmar. Kita segera meminta insan Tzu Chi Malaysia untuk menyalurkan bantuan di sana. Saya sangat bersyukur pada Ji Yuan dan Shu-mei yang memimpin sekelompok Bodhisatwva untuk memberikan bantuan darurat berupa beras dan barang kebutuhan harian. Perlahan-lahan, mereka mendapati bahwa ada banyak petani di pedesaan yang hidup kekurangan. Setiap musim tanam, mereka harus meminjam bibit padi. Setiap kali, hasil panen mereka hanya cukup untuk membayar utang dan menghidupi keluarga. Mereka tidak mampu membeli bibit padi lagi. Kita pun memikirkan cara untuk membantu mereka agar mereka tidak perlu meminjam bibit padi lagi. Karena itu, kita membagikan bibit padi kepada mereka. Kita juga memberikan dukungan spiritual, mewariskan Dharma kepada mereka, dan terus berbagi Kata Renungan Jing Si dengan mereka.
U Thein Tun telah mempraktikkan Kata Renungan Jing Si. Dia tidak menggunakan pestisida karena menghormati kehidupan. Setiap hari, dia berjalan mengelilingi sawahnya dan bertutur kata baik kepada tanamannya. Yang mengherankan adalah hasil panen yang melimpah setiap tahun. Sejak saat itu, dia memperoleh hasil panen yang melimpah setiap tahun. Dia tidak perlu meminjam bibit padi lagi. Dia bahkan memiliki bibit yang berlebih. Dengan penuh cinta kasih, dia menyumbangkan sebagian bibit padi kepada Tzu Chi setiap kali panen agar Tzu Chi bisa menolong semakin banyak orang. Suatu kali, akibat terserang hama, tanamannya yang sudah setinggi satu meter hanya tersisa 15 sentimeter. Meski demikian, dia tetap bertutur kata baik pada tanamannya setiap hari. Sungguh menakjubkan, pada musim panen, dia memperoleh hasil panen yang lebih baik dari petani lainnya.
Dahulu, dia harus menyewa kerbau untuk membajak sawah. Kini, dia telah memiliki empat ekor kerbau. Ini sungguh tidak mudah. Yang membuat saya semakin tersentuh adalah dia menyumbangkan semua hasil panen dari satu are sawahnya kepada Tzu Chi. Sebelumnya, dia tinggal di sebuah gubuk, tetapi kini, dia sering mengumpulkan orang-orang dan berbagi tentang Tzu Chi di rumah barunya. Kita telah menyaksikan kebajikan dan cinta kasihnya.
Bodhisatwa sekalian, kita harus memiliki keyakinan dan menghadapi segala sesuatu di dunia ini dengan penuh ketulusan. Kita harus yakin terhadap Dharma dan menyerap Dharma ke dalam hati. Dengan memiliki keyakinan yang tulus dan teguh, kita tidak akan terkalahkan oleh kesulitan apa pun. Selama bertahun-tahun ini, saya sering mengulas tentang semangat menyisihkan segenggam beras. Saat itu, U Thein Tun mendengar insan Tzu Chi dari Malaysia berbagi tentang semangat celengan bambu. Jika tidak memiliki satu koin pun, apa yang bisa disumbangkan? Dia menyumbangkan segenggam beras. Contohnya, ada keluarga beranggotakan 4 orang yang semula bisa makan 100 persen kenyang. Dengan menyisihkan segenggam beras, empat orang tersebut tetap bisa makan dengan kenyang. Mereka cukup makan 80 persen kenyang. Karena itulah, saya mengimbau orang-orang untuk makan 80 persen kenyang demi kesehatan diri sendiri dan menyisihkan 20 persennya untuk menolong sesama. Ini berasal dari semangat menyisihkan segenggam beras. Semangat menyisihkan segenggam beras berasal dari semangat celengan bambu. Saya lalu mengembangkansemangat menyisihkan segenggam berasmenjadi pola makan 80 persen kenyang dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Inilah lingkaran dan kekuatan cinta kasih.
Benar, kekuatan cinta kasih tidak memandang perbedaan agama dan ras. Setiap orang hendaknya menggalakkannya. Contohnya Paus Fransiskus yang mengundang banyak organisasi, termasuk Tzu Chi, ke Vatikan. Beliau menyatakan bahwa tahun ini merupakan Yubileum Luar Biasa Kerahiman. Beliau berharap semua orang di seluruh dunia dapat sungguh-sungguh mempraktikkan belas kasih. Bukankah Tzu Chi juga menggalakkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin selama 50 tahun ini? Beliau juga berpesan bahwa penting untuk menggalakkan belas kasih dan cinta kasih karena kini dunia penuh dengan bencana, terutama bencana akibat ulah manusia. Beliau berharap semua orang dapat mempraktikkan belas kasih dan cinta kasih. Semua agama memiliki tujuan yang sama. Yang disampaikan Paus Fransiskus pada saya lewat insan Tzu Chi juga demikian. Singkat kata, setiap agama mengajari umatnya bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih.
Tanpa welas asih dan cinta kasih, apa lagi yang bisa menjadi kekuatan kita? Buddha mengajari kita untuk saling mengasihi tanpa memandang jalinan jodoh serta memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Kita harus mengasihi satu sama lain tanpa membeda-bedakan, baik ras, agama, maupun yang lainnya. Ajaran setiap agama tidak luput dari welas asih dan cinta kasih. Benar. Karena itu, kita harus memiliki kesatuan hati. Kalian telah membangun ikrar luhur dan dilantik. Ini baru permulaan dalam menapaki Jalan Tzu Chi. Kalian harus memahami hal ini secara jelas. Di dalam hati setiap orang terdapat stupa. Karena itu, setiap orang hendaknya melatih ke dalam diri. Stupa terdapat di dalam hati setiap orang.
Bodhisatwa sekalian, menapaki Jalan Bodhisatwa hanyalah sebuah proses. Tujuan kita adalah tersadarkan dan mencapai kebuddhaan. Dunia ini penuh dengan penderitaan dan ketidakkekalan. Bagaimana cara kita membebaskan diri dari semua itu untuk selamanya? Kita harus menapaki Jalan Bodhisatwa hingga tersadarkan dan mencapai kebuddhaan. Membina kebijaksanaan untuk membebaskan diri dari penderitaan, inilah arah tujuan kita.
Menyaksikan cinta kasih petani di Myanmar
Menyisihkan beras untuk menolong sesama
Menginspirasi welas asih tanpa memandang perbedaan agama
Menapaki Jalan Bodhisattva untuk membina kebijaksanaan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 6 November 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 8 November 2016