Ceramah Master Cheng Yen: Menginventarisasi Kehidupan dan Tekun Melatih Diri


Bodhisatwa sekalian, tahun demi tahun terus berlalu. Setiap tahun, saya pasti akan datang menjelang Tahun Baru Imlek untuk mengikuti Pemberkahan Akhir Tahun. Waktu terus berlalu. Satu hari terdiri atas 86.400 detik dan waktu terus berlalu detik demi detik. Hingga kini, sudah berapa detik berlalu? Kita semua hendaknya bermawas diri.

Seiring berlalunya satu hari, usia kehidupan kita juga berkurang satu hari. Bagai ikan yang kekurangan air, apa kebahagiaan yang diperoleh? Karena itu, kita harus bertekad dan berikrar untuk tekun dan bersemangat melatih diri serta tidak lengah. Kita harus bersungguh-sungguh memahami hal ini. Mari kita menginventarisasi kehidupan kita.

Seorang pedagang harus segera melakukan inventarisasi ketika barang dagangannya tiba. Jadi, 86.400 detik bagaikan barang dagangan yang masuk setiap hari. Barang dagangan ini masuk setiap pukul 12 malam. Setelah itu, detik demi detik terus berlalu. Dihitung dari pukul 12 malam tadi hingga kini, berapa detik sudah berlalu?

Saya berharap setiap orang dapat bermawas diri dan menggenggam setiap detik dalam kehidupannya. Saya selalu menggenggam setiap detik dengan baik dan mengingatkan diri sendiri untuk tidak bertutur kata buruk, membangkitkan pikiran buruk, ataupun menapaki jalan yang salah. Jadi, setiap hari, saya selalu menggenggam setiap detik yang ada.

Dalam perjalanan saya kali ini, yang paling memprihatinkan ialah sebagian relawan tidak dapat datang menemui saya. Ada yang memberi tahu saya bahwa mereka sudah lanjut usia dan tidak leluasa bergerak sehingga agak sulit untuk turun dari ranjang dan keluar rumah. Murid-murid saya yang dahulu sangat tekun melatih diri ini hampir seumur dengan saya. Di antara murid-murid saya pada masa-masa awal, ada sebagian yang sudah lanjut usia dan sebagian yang sudah tiada. Relawan Tzu Chi pertama di Taitung pun telah meninggal dunia pada usia 90-an tahun.


Dahulu, saat berkunjung ke Taitung, saya selalu tinggal di rumahnya. Saat itu, jika saya pergi ke sana, ibu mertuanya selalu menggandeng tangan saya dengan akrab dan berkata, "Master, saya sangat bersukacita melihat Master." Saya lalu berkata, "Saya selalu datang mengganggumu." Dia berkata, "Master, saat Master melangkah ke dalam pintu rumah kami, berkah kami pun datang." Beliau sangat gembira saya berkunjung ke rumahnya.

Saat kita memulai penyaluran bantuan di Taitung, saya selalu melakukan survei secara langsung. Saya sering tinggal di rumahnya beberapa hari. Menantu dan putranya yang membantu saya melakukan apa yang hendak saya lakukan.

“Jika tahu kapan Master akan berkunjung, saya akan terlebih dahulu membersihkan dan mensterilkan mangkuk dan sumpit yang digunakan Master,” kata Huang Yu-nü relawan Tzu Chi.

Putranya adalah kepala sekolah dan menantunya adalah guru. Mereka membantu saya membentangkan jalan Tzu Chi di Taitung.

“Di Hualien ada seorang bhiksuni yang membantu orang-orang yang mengalami kesulitan hidup dan tidak memiliki uang untuk berobat. Ini adalah hal yang sangat bermakna. Bagaimana bisa kita tidak mendukungnya? Jadi, setiap hari, saya menggalang donasi di sekolah. Mari kita mengikuti langkah Master dengan erat, oke?” kata Huang Yu-nü relawan Tzu Chi.

“Oke.”


Kali ini, saat saya berkunjung ke Aula Jing Si Taitung, Guru Huang juga pergi ke sana untuk menemui dan menyambut saya. Lama tidak bertemu. Bagaimana kondisi kesehatanmu?

“Master menanyakan kondisi kesehatanmu,” kata Wang Shou-rong putra Huang Yu-nü relawan Tzu Chi.

Siapa saya?

“Siapa?”

“Ibu tidak menyapa Master?” kata Wang Shou-rong putra Huang Yu-nü.

“Master,” ucap Huang Yu-nü.

Ya. Semoga aman dan tenteram. Setelah saya turun dari kendaraan, tangannyalah yang pertama saya gandeng. Saya sungguh menghargai Guru Huang. Meski sudah berusia 90-an tahun, beliau tetap pergi untuk menyambut saya sehingga setelah saya turun dari kendaraan, tangannyalah yang pertama saya gandeng. Demikianlah pertemuan terakhir saya dengannya.

Sekarang pendengarannya menurun.

“Benar, pendengarannya menurun,” kata Wang Shou-rong putra Huang Yu-nü.

Bagus, tangannya masih sangat bertenaga. Saya mendoakanmu. Pulanglah untuk istirahat dan kembali lagi nanti. Sampai jumpa. Inilah anaknya. Kini dia yang mengemban misi Tzu Chi di Chiayi.

“Pada tahun 1979, saya pindah ke Chiayi karena pekerjaan. Saat itu, kebetulan belum ada relawan Tzu Chi di Yunlin dan Chiayi. Ini merupakan berkah bagi saya,” kata Wang Shou-rong relawan Tzu Chi.


Mereka sekeluarga merupakan pendidik. Dalam keluarga mereka, semangat Tzu Chi telah diwariskan hingga generasi ketiga sekarang. Di Chiayi, saya juga berpesan padanya, "Ingatlah untuk terus mewariskan semangat Tzu Chi hingga generasi keempat, kelima, keenam, dst.” Dalam Sutra Bunga Teratai, Buddha mengatakan bahwa Dharma harus diwariskan hingga generasi ke-50. Namun, saya berkata bahwa bukan hanya 50 generasi.

Zaman Buddha telah berlalu lebih dari 2.500 tahun dan kita masih mewariskan ajaran-Nya hingga kini. Kali ini, saya melakukan perjalanan dari selatan ke utara. Jika kalian mengikuti perjalanan dan ceramah saya setiap hari, kalian akan menyadari bahwa saya selalu mengulas hal yang sama, yakni ajaran Buddha. Inti sari ajaran Buddha adalah Sutra Bunga Teratai.

Buddha datang ke dunia dengan satu tujuan mulia. Saya terus mewariskan tujuan mulia ini dan kalian juga harus mewariskannya. Kini saya tahu bahwa saya harus menggenggam waktu yang ada dan waktu tidak bisa dihentikan. Tidak bisa dihentikan ataupun diraba, inilah waktu.

Kita harus bersungguh-sungguh merenungkan berapa banyak sisa waktu kita. Kita harus memanfaatkan tubuh kita dan meningkatkan kekuatan untuk menuju arah tujuan kita di masa mendatang. Setelah menentukan arah tujuan, kita harus meningkatkan kekuatan agar kita tidak menyimpang sedikit pun. Demikianlah hendaknya kita memanfaatkan kehidupan kita.     

Guru dan murid bertemu dan mengenang masa lalu
Mewariskan silsilah Dharma dari generasi ke generasi
Menginventarisasi kehidupan dan mempraktikkan usaha benar
Menggenggam waktu untuk tekun melatih diri  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 November 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 13 November 2022
Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -