Ceramah Master Cheng Yen: Mengubah Kesadaran Menjadi Kebijaksanaan demi Meredam Bencana
Kita bisa melihat ketidakkekalan di dunia ini. Segala benda materi kesadaran fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur. Kehidupan memiliki fase lahir, tua, sakit, dan mati. Pikiran memiliki fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Semua yang Buddha ajarkan telah kita saksikan di dunia ini. Karena itu, kita harus bermawas diri dan berhati tulus.
Saat bencana terjadi, kita harus tersadarkan dan memetik hikmah darinya. Saya sering berkata bahwa kita harus bertobat dan bersyukur. Dengan adanya rasa syukur, kita akan tahu untuk bertobat. Dengan bertobat, kita akan menggenggam waktu untuk berbuat baik.
Menggenggam waktu untuk berbuat baik sangatlah penting. Kita harus menggenggam setiap momen untuk berbuat baik. Satu-satunya cara untuk meredam bencana ialah membangkitkan cinta kasih menyeluruh dan bertobat dengan tulus. Tanpa pertobatan yang tulus dan cinta kasih yang menyeluruh, kita tidak bisa meredam bencana yang terjadi silih berganti.
Jadi, kita harus menginspirasi orang-orang untuk membangkitkan cinta kasih menyeluruh. Namun, ini tidaklah mudah. Untuk itu, kita harus menggalakkan vegetarisme. Manusia harus terlebih dahulu berhenti membunuh hewan. Jika manusia tidak berhenti membunuh hewan, bertobat pun tidak dapat mengikis karma buruk yang terus diciptakan.
Setiap detik, lebih dari 2.400 ekor hewan kehilangan nyawa demi memenuhi nafsu makan manusia. Jadi, lebih dari 210 juta ekor hewan kehilangan nyawa setiap hari. Saya mengulas tentang hal ini setiap hari. Saya berharap setiap orang dapat mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan. Hanya memiliki kesadaran tidaklah cukup, kita juga harus mengembangkan kebijaksanaan.
Demi nafsu makan manusia, setiap hari, lebih dari 210 juta ekor hewan berteriak dengan hati penuh rasa dendam dan benci yang terus terakumulasi hingga kini. Bayangkanlah, manusia berusaha untuk membesarkan hewan ternak dengan cepat agar dapat segera dijual. Berhubung terus diberi makan, hewan-hewan ternak menghasilkan banyak kotoran. Berakhir di manakah kotoran-kotoran itu? Bukankah semuanya meresap ke dalam tanah dan mencemari bumi?
Demikianlah manusia. Demi cita rasa makanan yang hanya bertahan beberapa detik, manusia malah mencemari bumi. Bumi yang merupakan tempat tinggal generasi mendatang ini sudah tidak aman dan mengalami kerusakan. Kini orang-orang telah menguras sumber daya alam yang hendaknya dijaga untuk generasi mendatang.
Selain itu, demi memenuhi nafsu makan, manusia juga mencemari udara dan bumi. Orang-orang zaman sekarang bukan menciptakan berkah bagi generasi mendatang, melainkan menciptakan bencana. Sungguh, kita hendaknya mengembangkan kebijaksanaan. Kita harus mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan. Saya berharap semua orang dapat memahami Dharma secara tuntas.
Bencana-bencana yang terjadi di seluruh dunia sungguh memprihatinkan. Ini akibat karma buruk kolektif semua makhluk. Baik bencana alam akibat perubahan iklim maupun bencana akibat ulah manusia seperti pergolakan masyarakat, semuanya kerap terjadi. Intinya, kita harus meningkatkan kewaspadaan dan memahami kebenaran.
Belakangan ini, saya melakukan telekonferensi setiap hari untuk berinteraksi dengan insan Tzu Chi. Di Yilan, kita memiliki seorang anggota komite yang seluruh anggota keluarganya sangat taat. Dalam beberapa tahun, beberapa saudaranya meninggal dunia satu per satu. Bulan lalu, pabrik kayu keluarganya mengalami kebakaran. Dia kembali ke Griya Jing Si dan berbincang-bincang dengan saya.
Dia sungguh penuh pengertian. Dia berkata, “Beruntung, orang lain tidak terkena dampak kebakaran dan semua orang selamat.” Dia sangat bersyukur. Beruntung, ada lebih dari 400 relawan Tzu Chi yang membantu membersihkan pabriknya. Inilah cinta kasih antarsaudara se-Dharma. Semua orang bergerak untuk membantunya. Dia sangat tegar. Dia bersyukur tanpa berkeluh kesah. Saya bisa melihatnya.
Berhubung mempelajari Dharma, dia bisa terbebas dari noda dan kegelapan batin. Dia paham akan hukum sebab akibat dan tahu bahwa kondisi sekarang ditentukan oleh karma masa lalu. Jadi, dia bersumbangsih dengan sukacita dan menerima dengan sukarela. Di kehidupan lampau, dia mungkin diliputi ketidaktahuan sehingga menciptakan karma buruk yang membuat kehidupannya sekarang tidak berjalan sesuai keinginan.
Meski kehilangan orang-orang yang disayangi dan materi yang dimiliki, dia tetap merasa damai dan tenang. Ini sungguh tidak mudah. Dia sungguh membuat saya kagum. Meski demikian, saya tetap khawatir padanya. Saya berkata padanya, “Kembalilah ke Griya Jing Si. Griya Jing Si adalah rumah kita.”
Singkat kata, Dalam kehidupan ini, kita menghadapi penderitaan yang nyata. Alam manusia ini sungguh bagaikan terbagi atas lima alam. Usia kehidupan kita terus berkurang seiring berlalunya waktu. Karena itulah, saya sering berkata bahwa kita harus menggenggam setiap momen dan jangan biarkan waktu berlalu sia-sia.
Saudara sekalian, ingatlah untuk menggenggam setiap detik dan jangan menyia-nyiakan waktu. Kita harus senantiasa lebih bersungguh hati.
Di dunia yang penuh
penderitaan ini, setiap orang hendaklah bertobat dengan tulus
Mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan dan
menyadari ketidakkekalan
Menginspirasi cinta kasih
menyeluruh dengan menggalakkan vegetarisme
Menggenggam
waktu untuk berbuat baik demi meredam bencana
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Agustus 2020