Ceramah Master Cheng Yen: Mengubah Penderitaan Menjadi Kebahagiaan dengan Praktik Welas Asih
Kita bisa melihat bahwa dengan bersumbangsih, kita dapat mengatasi kesulitan orang-orang dan mengubah penderitaan mereka menjadi kebahagiaan. Contohnya di Malaysia.
Akibat pandemi COVID-19, sektor industri dan usaha juga mengalami penurunan. Berhubung banyak yang berhenti beroperasi, maka orang yang kekurangan semakin kekurangan. Karena itu, insan Tzu Chi tetap membagikan bantuan. Atas sumbangsih relawan kita, para penerima bantuan sangat bersyukur dan tersentuh.
Relawan kita berkunjung ke rumah mereka. Berhubung mereka tidak dapat keluar, insan Tzu Chi pun menjangkau mereka dan melihat kondisi mereka yang kekurangan.
Akibat pandemi COVID-19, warga lansia dilarang pergi ke mana-mana sehingga tidak bisa bekerja dan kelangsungan hidup mereka terganggu. Dengan kesungguhan hati dan cinta kasih, insan Tzu Chi Malaysia berkunjung dari rumah ke rumah untuk mencurahkan perhatian.
Kita bisa melihat cinta kasih di dunia ini dan jalinan kasih sayang antarmanusia. Inilah berkah sesungguhnya bagi dunia.
Di dunia ini masih ada benih berkah. Kita harus menyemangati satu sama lain. Ladang berkah yang luas di dunia ini membutuhkan insan mulia untuk menabur benih di atasnya dan menggarapnya. Bagai badai yang pasti akan berlalu, pandemi ini juga pasti akan berakhir. Setelah itu, masyarakat akan kembali makmur. Jadi, pandemi ini pasti akan berakhir.
Meski kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir, tetapi ia pasti akan berakhir. Kita harus bersabar, saling memperhatikan dengan cinta kasih, dan saling membantu untuk melewati masa sulit. Setelah itu, masyarakat akan kembali makmur. Meski demikian, kali ini, kita hendaknya mengambil pelajaran besar yang didatangkan oleh pandemi ini.
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan ketakutan di seluruh dunia. Belakangan ini, dalam siaran berita internasional, sekelompok ilmuwan terus mengingatkan orang-orang untuk meningkatkan kewaspadaan karena pandemi ini belum berakhir dan pandemi berikutnya akan lebih serius dari ini.
Di dalam Sutra, Buddha telah mengatakan hal ini pada lebih dari 2.000 tahun yang lalu, yakni tentang pandemi. Pandemi kali ini mungkin akan merenggut nyawa banyak orang. Jadi, Bodhisatwa sekalian, kita sungguh harus senantiasa bertobat saat mendongak dan bersyukur saat menunduk.
Kita harus bertobat karena sebagai manusia, kita sulit menghindari kesalahan, terlebih membangkitkan niat buruk. Dengan cinta kasih yang disertai ego, manusia sulit untuk menghindari kesalahan dan dapat merugikan orang lain demi melindungi diri sendiri. Terlebih, demi memenuhi nafsu makan, manusia menjagal banyak hewan dengan mengabaikan karma buruk membunuh yang tercipta.
Kita sering berkata bahwa membunuh menciptakan karma buruk besar. Semua orang memahami kebenaran ini, tetapi berpura-pura tidak tahu. Setiap kali makan, mereka mengambil daging dengan sumpit dan menelannya sesuap demi sesuap.
Makhluk hidup mana yang tidak takut mati? Hewan apa yang tidak merasa sakit? Jika kita memukulnya, ia akan berteriak. Jika kita mengejarnya, ia akan berlari lebih cepat daripada kita. Ia berusaha kabur dan berteriak untuk memohon ampun. Jika dipukul, hewan juga akan merintih kesakitan, persis seperti manusia. Jadi, kita harus bertobat setiap waktu.
Saat mendongak, bertobatlah atas apa yang dikonsumsi setiap hari. Saat menunduk, bersyukurlah atas tanaman pangan yang tersedia untuk kelangsungan hidup kita. Dengan mengonsumsi tanaman pangan saja, tubuh kita sudah bisa memperoleh gizi yang cukup. Karena itu, kita hendaknya bersyukur. Jadi, kita harus lebih bersungguh hati.
Prinsip kebenaran di dunia ini terpampang jelas di hadapan kita. Kita sungguh harus membina rasa syukur. Melihat perubahan iklim yang ekstrem, kita harus tahu bahwa perubahan iklim di masa mendatang akan semakin ekstrem. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini ialah membina ketulusan di dalam hati.
Hal yang ingin saya sampaikan tidak ada habisnya. Melihat kondisi iklim yang tidak selaras, kita hendaknya bersyukur dapat hidup tenteram. Melihat tempat lain dilanda bencana, kita hendaknya bertobat.
Akibat perbuatan manusia, atmosfer terus mengalami kerusakan. Jika atmosfer mengalami kerusakan parah, seluruh dunia akan dilanda bencana besar. Kita harus tersadarkan serta sentiasa memohon pengampunan dan bertobat. Saat menunduk, kita harus bersyukur atas setiap hari yang dilalui dengan tenteram dan kebutuhan sehari-hari yang terpenuhi.
Singkat kata, meski tidak punya cukup waktu untuk menyampaikan semua yang ingin saya sampaikan, saya tetap harus selalu mengingatkan kalian. Semua ini merupakan prinsip kebenaran yang terkandung dalam keseharian kita. Jadi, mari kita bersungguh hati setiap waktu. Inilah Dharma dalam keseharian.
Jika kita tidak bersungguh hati dan hidup kita tidak tenteram, bagaimana kita mempelajari Dharma? Jika tidak memahami Dharma, kita tidak akan bisa mempraktikkannya. Yang terpenting kita harus memahami Dharma dalam keseharian.
Banyak hal yang ingin saya sampaikan. Intinya, kita harus senantiasa bersungguh hati, bertobat, dan saling bersyukur. Jadi, mari kita lebih bersungguh hati.
Penyebaran wabah penyakit membuat
orang-orang dilanda kesulitan
Mengasihi semua makhluk
hidup dan berhenti menjagal hewan
Bertobat atas segala karma
buruk saat mendongak
Bersyukur dan mendoakan ketenteraman saat
menunduk
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 13 September 2020