Ceramah Master Cheng Yen: Mengurangi Nafsu Keinginan dan Tahu Berpuas Diri

Kita dapat melihat di Perancis, saat perayaan Hari Bastille, tiba-tiba sebuah truk besar melaju cepat ke kerumunan orang. Akibatnya, dalam waktu sekejap, banyak orang meninggal dunia. Sungguh, kekeruhan di dunia ini semakin lama semakin tebal. Saya sungguh khawatir. Kita juga melihat Topan Nepartak telah mendatangkan kerusakan besar di wilayah tenggara Taiwan. Ketidakselarasan unsur angin dan air telah mendatangkan bencana. Topan itu telah menghancurkan beberapa rumah yang sederhana.

Kita mungkin dapat membantu orang-orang yang sulit untuk bangkit kembali. Kita juga dapat melihat siswa antarsekolah yang saling membantu dengan penuh kehangatan. Baik mahasiswa, anggota Tzu Ching, siswa dari fakultas teknik, siswa dari sekolah menengah kejuruan, maupun siswa dari sekolah putri, semuanya berkumpul bersama untuk membantu. Saya lebih berterima kasih kepada Rumah Sakit Tzu Chi Guanshan. Kemarin, 24 staf rumah sakit bergerak untuk membantu membersihkan sebuah sekolah.

”Berhubung pohon yang tumbang sangat besar, tidak mungkin bagi kita untuk memindahkannya. Karena itu, kami harus memotongnya terlebih dahulu. Terkadang kami harus memangkas pohon-pohon di sekitar rumah sakit. Karena itu, kami membutuhkan gergaji dan kami juga tahu cara menggunakannya,” kata dr. Wing-him Poon, Kepala RS Tzu Chi Guanshan.

Ini adalah kali kedua staf rumah sakit pergi ke sana untuk membantu. Selain itu, ada pula personel militer dan para warga. Inilah kekuatan cinta kasih. Setiap orang di masyarakat telah terinspirasi untuk saling membantu. Meski dilanda bencana, tetapi penghiburan dan kontribusi para relawan Tzu Chi telah menyentuh hati banyak orang. Relawan Tzu Chi masih akan terus menyalurkan bantuan.

Gelombang relawan Tzu Chi kedua telah tiba di Taitung. Kemarin mereka telah mulai melakukan kunjungan dari rumah ke rumah untuk memahami kondisi warga. Seorang lurah sangat tidak tega melihat para warganya yang tidak sanggup bangkit kembali dari bencana. Hingga kini pejabat pemerintah masih belum datang ke sini. Bukan, ini karena kerusakan akibat bencana sangat parah. Semua bantuan bencana dialihkan ke Taitung. Personel militer datang sehari ke sini, tetapi hari ini mereka tidak kelihatan lagi. Mereka akan datang lagi. Wilayah yang terkena dampak bencana terlalu luas.

Saya sangat berterima kasih kepada para relawan kita yang telah sejak hari pertama hingga sekarang masih terus melakukan kunjungan dari rumah ke rumah. Mereka juga membawa tempat tidur lipat, paket kebutuhan harian, dan lain-lain. Mereka juga mengajarkan lansia bagaimana cara penggunaan tempat tidur lipat. Cukup dengan membukanya, mereka sudah dapat tidur di sana. Para lansia sangat gembira. Mereka berkata bahwa mereka sudah beberapa hari tidak memiliki ranjang untuk tidur dan tidak dapat tidur nyenyak. Dengan adanya tempat tidur lipat itu, kini mereka dapat tidur dengan nyenyak. Akan tetapi, semua perabot rumah mereka telah rusak akibat terendam air. Ini juga merupakan sebuah masalah besar.

Biasanya, volume sampah di Taitung dalam sehari mencapai sekitar 70 ton. Kini volume sampahnya mencapai lebih dari 700 ton per hari.”Kapasitas tempat pembuangan akhir diperkirakan masih mampu menampung 15.000 ton sampah. Diperkirakan topan kali ini menghasilkan 6.600 ton sampah. Artinya, ia hampir mengambil setengah kapasitas TPA, “ jelas Liu Zhi-hao Kepala Dinas Pembersihan Taitung.

Ke mana sampah-sampah ini harus dibuang? Dahulu, sampah sampah itu masih dapat diangkut ke Kaohsiung. Kini, ke manakah sampah-sampah itu harus dibuang? Beberapa hari ini, orang-orang mengkhawatirkan masalah sampah. Dalam keseharian, kita telah menggunakan terlalu banyak barang. Karena itu, saat bencana terjadi, barang-barang itu menjadi masalah besar.

Kita juga melihat seorang pria Jepang yang menjalani pola hidup sederhana. Dia tinggal di sebuah rumah yang bersih tanpa ada barang-barang yang berlebih. Dengan begitu, saat terjadi hal yang tak diinginkan, dia tak perlu khawatir. Inilah filosofi hidupnya. Ada pula seorang relawan yang telah mengenakan satu setelan baju seragam Tzu Chi selama 18 tahun. Dia adalah Liang Jin-quan, relawan Tzu Chi di Caotun, Nantou. Istrinya juga merupakan relawan Tzu Chi.

“Selama bajunya tidak sobek, saya harus menghargainya dan akan terus mengenakannya. Ibu saya selalu menyerahkan bajunya yang kekecilan kepada saya. Beliau ingin saya membuangnya, tetapi saya selalu menyimpannya karena saya merasa bajunya masih bisa dipakai, ujar seorang relawan Tzu Chi, Liang Jin-quan. 

Mereka sudah belasan tahun tidak membeli baju baru. Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka bahkan menampung air hujan untuk keperluan rumah tangga. Demikianlah cara mereka menjalani pola hidup sederhana. Dengan menjalani pola hidup sederhana, hati kita akan terasa damai. Dengan batin yang kaya, maka hidup kita tidak akan kekurangan. Inilah filosofi hidup mereka.

Kita juga melihat seorang relawan yang dahulu sangat bekerja keras untuk mencari uang dan meniti karier. Namun, kondisi kesehatannya kurang baik. Seseorang berkata padanya bahwa energi dari Kristal dapat menyembuhkan penyakitnya dan membuatnya sehat kembali. Dia pun memercayainya dan menjadi sangat terobsesi pada kristal. Dia pun menghabiskan tidak sedikit uang. Akan tetapi, kondisi kesehatannya tetap tak kunjung membaik. Setelah itu, dia pun mengenal Tzu Chi. Kini, dia telah berhenti mengoleksi Kristal dan tidak percaya lagi pada takhayul. Dia juga tidak terlalu peduli lagi pada benda materi. Dia menghabiskan waktunya untuk melindungi bumi dan bersumbangsih bagi umat manusia. Dia sangat sibuk hingga lupa tentang penyakitnya. Kini dia menjalani hidup dengan hati yang damai.

Memiliki uang tak berarti kita memiliki segalanya. Kita harus memiliki hati yang bersyukur baru dapat sungguh-sungguh memiliki segalanya. Kita dapat melihat benda materi di dunia dari sudut pandang yang berbeda. Kita hendaknya berpuas diri karena sudah dapat melihatnya. Kita tak harus memilikinya. Asalkan kita tahu berpuas diri, maka kita dapat menikmati segala sesuatu di dunia ini.Kesehatan tubuh adalah yang terpenting. Saat mata tak dapat melihat, meski mengenakan batu permata yang besar, kita juga hanya dapat merabanya tanpa tahu ukurannya. Ia juga tak membawa manfaat bagi kita. Meskipun dapat melihatnya, ia juga tak membawa banyak manfaat bagi kita. Saat perut merasa lapar, kita juga tak merasa kenyang hanya dengan merabanya. Saat hati merasa risau, kita juga tak dapat menghilangkan kerisauan hanya dengan merabanya.

Kita harus terjun ke tengah masyarakat untuk berinteraksi dengan sesama, membantu orang yang membutuhkan, dan meringankan penderitaan sesama. Dengan begitu, baru hati kita dapat merasa tenang dan damai. Bukankah ini juga merupakan filosofi hidup? Jadi, kita hendaknya mengubah pola pikir untuk memberi manfaat bagi semua makhluk.

Tidak tega melihat penderitaan di dunia

Antarmanusia saling membantu untuk melewati masa-masa sulit

Menjalani pola hidup sederhana dan memperkaya batin

Mengurangi nafsu keinginan dan memberi manfaat bagi semua makhluk

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Juli 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 17 Juli 2016
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -