Ceramah Master Cheng Yen: Meninggalkan Jejak Sejarah dengan Jalinan Jodoh Dharma

Setelah berangkat pagi-pagi, saya langsung menuju Posko Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Qianjia, Hsinchu. Dalam rangka 30 tahun misi pelestarian lingkungan, saya banyak mengadakan telekonferensi dengan insan Tzu Chi di seluruh dunia, di antaranya dengan relawan di Qianjia.

Hari ini saya juga pergi mengunjungi posko daur ulang di kolong jembatan itu. Di sana saya melihat sekelompok relawan lansia, juga ada relawan muda. Saya melihat mereka mulai melakukan daur ulang. Saya menghampiri area pemilahan botol plastik. Saya berdiri di sana dan melihat para lansia memotong cincin leher botol. Kelihatannya asyik, tetapi dibutuhkan kesabaran.

Saya melihat para relawan ini sudah terbiasa. Dengan demikian, usia tak menjadi halangan. Para lansia juga bisa melakukannya dengan cepat. Mereka melakukannya dengan gembira. Saya juga sangat senang melihatnya.

Di tempat itu, para relawan sungguh meningkatkan nilai kehidupan. Botol yang kita kumpulkan, setelah dibersihkan dan cincin lehernya dilepas, lalu melewati beberapa kali proses pembersihan lagi, kemudian digepengkan dan dibungkus. Berapa harganya? Tidak seberapa. Namun, semua itu tetap sangat berharga. Ini mengandung sebuah niat hati demi Bumi ini.


Manusia zaman sekarang amat konsumtif. Bahan plastik dibutuhkan hampir setiap saat, baik untuk kemasan, kantong belanja, maupun botol. Semuanya menggunakan bahan plastik. Jadi, setiap orang setiap harinya rata-rata entah membuang berapa banyak bahan plastik. Seberapa besar sesungguhnya Bumi kita ini?

Manusia terus memproduksi bahan plastik dan terus mengeksploitasi sumber daya alam. Sumber daya alam terus berkurang. Bahan plastik ini pun menjadi masalah besar bagi Bumi. Plastik terus diproduksi dan terus dibuang. Tanpa sekelompok relawan Tzu Chi ini, entah apa jadinya alam kita.

Pembungkus buah di pasar begitu tipis. Setelah pembungkus ini dibuka, tahukah kita berapa banyak sampah yang dibuang? Relawan Tzu Chi mengumpulkan sampah-sampah ini, lalu membersihkan, mengeringkan, dan mengepresnya. Ini membutuhkan banyak usaha dan energi. Saat dijual, harganya juga tidak seberapa. Lalu, mengapa relawan Tzu Chi tetap melakukannya? Para relawan daur ulang ini bekerja bukan demi uang, melainkan demi melindungi Bumi.

Bodhisatwa sekalian, tidak perlu saya jelaskan, kalian sudah lebih paham daripada saya karena kalian telah membangkitkan kepedulian dan terjun langsung untuk bersumbangsih. Jadi, kita harus saling berterima kasih. Kita ingin membuat komunitas dan Bumi kita menjadi lebih terjaga, lebih sehat, dan lestari. Agar Bumi ini dapat tetap sehat, peran manusia untuk menjaganya sangat dibutuhkan.

Di sisi lain, yang merusak Bumi juga manusia. Manusialah yang merusak Bumi. Kita semua harus sadar. Kita harus benar-benar memiliki kesadaran. Inilah yang dibutuhkan saat ini.


Bodhisatwa sekalian, dalam tiga hari ini, saya berbicara di hadapan kalian sebanyak dua kali. Kalian tidak memintanya, tetapi mendapatkannya. Kalian tidak meminta agar saya berbicara, tetapi tanpa diduga, kesempatan ini kalian dapatkan. Tentu, saya sendiri juga sangat gembira.

Saya melihat banyak relawan senior berdiri di sini. Sungguh, setiap orang masuk ke Tzu Chi berkat jalinan jodoh yang menyentuh. Jika berbagai jalinan jodoh atau sebab dan kondisi ini kita himpun, inilah yang disebut Kronik Besar Tzu Chi.

“Saat itu saya datang tanpa diundang. Saya mendengar Master ingin membangun RS di Hualien. Saya bercerita kepada semua orang bahwa donasi mereka berguna untuk membeli semen. Lalu, pada tahun 1990, saya membawa sepuluh orang donator untuk mengunjungi rumah sakit kita di Hualien. Kemudian, saya menemukan bahwa kata-kata "bersumbangsih tanpa pamrih; sepenuh hati menggarap ladang berkah" sangatlah berguna bagi saya,” kata Zhan Chen Song-ying relawan Tzu Chi.

“Saya dilantik pada tahun 1996. Hampir setiap hari saya melakukan survei kasus. Tugas Tzu Chi apa pun pasti saya terima. Sekitar dua tahun belakangan ini, saya mengalami degenerasi tulang punggung bagian bawah. Saya tetap menjalankan Tzu Chi. Kini, yang bisa saya lakukan ialah mengunjungi penerima bantuan, melakukan survei kasus, dan memasak,” kata Jiang Fen-mei relawan Tzu Chi.


“Saya masuk ke dalam keluarga besar Tzu Chi ini, tak terasa sudah 25 tahun. Tahun ini, pandemi menyelimuti seluruh dunia. Ditambah lagi dengan bencana banjir, topan, dan gempa, para korban sungguh menderita. Atas dasar belas kasih, Master menyerukan agar para anggota komite bertekad untuk lebih giat menggalang hati dan cinta kasih. Saya akan terus berusaha menggenggam jalinan jodoh dengan Tzu Chi dan bertindak nyata menggarap ladang berkah serta mewujudkan makna nama Dharma yang Master berikan pada saya, yakni selain ‘menggalang’ hati, juga harus menyatakan kebenaran, kebajikan, dan keindahan Tzu Chi; bersama-sama berbuat baik, membawa manfaat, dan menjalin jodoh dengan semua makhluk. Saya akan selalu memotivasi diri sendiri untuk terus tekun dan bersemangat serta senantiasa mengingat ajaran Master dan memasukkannya ke dalam hati dan perbuatan,” kata Tang Chun-lan relawan Tzu Chi.

“Kehidupan tidak kekal. Seketika saya tumbang. Dokter berkata saya harus punya persiapan mental karena mungkin membutuhkan 3 tahun untuk pulih. Saya tidak rela jika hari-hari saya kosong dari Tzu Chi selama 3 tahun. Saya mengikuti kegiatan sambil duduk di kursi roda. Kegiatan mendoakan orang yang meninggal sering saya ikuti. Selain itu, ada beberapa kegiatan yang saya ikuti sambil memakai tongkat atau alat bantu jalan. Saya tetap mengikuti kegiatan. Jika tidak menjalankan Tzu Chi, bermalas-malasan, atau cuti dari Tzu Chi, bagi saya ini adalah hal yang kejam,” kata Fan Feng-tian relawan Tzu Chi.

Semua yang duduk di sini saat ini tengah mengukir cacatan sejarah zaman ini, terutama catatan sejarah Bodhisatwa Tzu Chi. Sulit terlahir sebagai manusia, lebih sulit lagi mengukir sejarah dalam keluarga besar Tzu Chi yang akan diwariskan dari masa ke masa. Kalian kerap menahan saya dengan berkata, ‘Master, kami ingin Master tetap tinggal.’ Bagaimanapun, saya tidak bisa luput dari hukum alam.


Kalian semua harus mengukir sejarah Tzu Chi. Ingatlah apa yang pernah saya pesankan kepada kalian. Dengan demikian, saya akan selalu ada dalam hati dan catatan sejarah kalian. Dengan begitu, saya bagai tetap ada dari masa ke masa. Inilah hubungan antara guru dan murid.

Kita telah membangun dunia Tzu Chi. Kita hidup di era yang sama. Jadi, kalian semua harus sungguh-sungguh mengukir catatan sejarah ini. Ingatlah bahwa saya juga merupakan bagian dari keluarga kalian. Mengerti? (Mengerti)

Inilah cara meninggalkan jejak jiwa kebijaksanaan saya. Dengan begitu, jejak jiwa kebijaksanaan kalian dan saya sama-sama terukir pada masa ini. Apakah kalian mengerti? (Mengerti)

Hari ini saya telah mengunjungi Posko Daur Ulang Qianjia. Para relawan daur ulang sangat gembira. Saya juga sangat gembira. Ini adalah salah satu jejak langkah yang saya tinggalkan. Terima kasih.

Ceramah kali ini adalah bonus. Semua orang seharusnya sangat gembira karena mendapat kesempatan lebih.

Memanfaatkan kehidupan untuk melindungi Bumi
Menjalankan pelestarian lingkungan demi menghargai sumber daya alam
Kebahagiaan dalam Dharma meninggalkan jejak langkah
Jejak Bodhisatwa terus diwariskan sepanjang masa

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 November 2020      
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 22 November 2020
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -