Ceramah Master Cheng Yen: Menjadi Oasis di Tengah Gurun Pasir
Lihatlah, ada sekelompok anak yang terlahir di lingkungan yang penuh kesulitan. Pakaian, tempat tinggal, dan makanan mereka sangatlah memprihatinkan. Sulit bagi mereka untuk menerima pendidikan. Kita bisa melihat bahwa ada begitu banyak anak yang berkumpul di sana untuk belajar. Berhubung tidak memiliki ruang kelas, begitu menengadah, mereka bisa langsung melihat matahari. Mereka juga tidak dikelilingi oleh tembok.
Berhubung pensil mereka sangat pendek, mereka harus memegang pensil dengan ujung jari saat menulis. Kehidupan mereka penuh kesulitan. Melihat ini, kita akan merasa sangat tidak tega. Saat matahari bersinar terik, mereka harus terus berpindah tempat mengikuti bayangan pohon. Mereka belajar di bawah pohon. Inilah kondisi anak-anak di Afrika Timur.
Penderitaan
mereka sungguh tak terkira. Namun, apakah mereka menyadari bahwa mereka
menderita? Mereka tidak dapat membandingkan kehidupan mereka dengan desa lain karena
kondisi kehidupan setiap orang di sana sama. Jadi, mereka juga tidak tahu apa
yang disebut puas dan tidak puas. Mereka menjalani kehidupan seperti itu sehari-hari.
Yang membuat mereka merasa menderita ialah penyakit. Mereka menderita kekurangan gizi dan jatuh sakit. Perut mereka buncit, tangan dan kaki mereka sangat kurus. Mereka tidak memiliki obat dan tidak bisa mendapat pelayanan medis. Mereka sungguh tidak berdaya.
Kita bisa melihat bahwa sekelompok dokter dan relawan kita dari beberapa negara dan wilayah berkumpul di sana untuk mengadakan baksos kesehatan. Saya sangat berterima kasih kepada dr. Ye Tian-hao dan dr. Lu Yi-xin yang mengunjungi setiap keluarga di sana untuk melakukan survei terlebih dahulu.
“Di
keluarga ini, bayinya ada tanda-tanda dehidrasi dan elastisitas kulitnya juga
sangat buruk. Anak yang berusia 7 tahun itu menderita malaria belakangan ini sehingga
terus mengalami sakit perut. Ibu mereka utamanya ialah masalah kulit, yaitu
dermatitis. Melalui kunjungan ini, kami kira-kira bisa mengetahui masalah
kesehatan mereka dan
mengundang mereka ke lokasi baksos kesehatan kita untuk berobat,” kata dr. Ye
Tian-hao, Anggota TIMA dari Kaohsiung.
“Dia sendiri tidak memiliki tenaga untuk membangun kembali rumahnya. Jadi, dia terus bertanya-tanya apakah Tuhan melihat dia sedang menderita. Dia merasa sangat menderita, baik secara batin maupun fisik,” ujar dr. Lu Yi-xin, Anggota TIMA dari Australia.
Mereka sungguh sangat menderita. Ada beberapa keluarga yang lebih menderita daripada yang lain. Ada yang seluruh anggota keluarganya jatuh sakit. Mereka sangat tidak berdaya. Di dalam satu keluarga, ada yang menderita penyakit dalam dan ada yang menderita penyakit kulit. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Mereka tidak hanya hidup kekurangan, tetapi juga menderita penyakit. Mereka sangat menderita karena hidup kekurangan dan jatuh sakit.
Dahulu,
saat membabarkan Sutra, saya sering mengulas tentang surga dan neraka. Berhubung
kita tidak dapat melihat neraka, saya sering mengulas tentang penderitaan di
Afrika. Banyak orang di sana hidup dalam kekurangan dan tidak memiliki makanan.
Ada yang lebih menderita lagi, tak hanya karena kemiskinan dan penyakit, tetapi
juga karena peperangan yang tiada hentinya.
Ada banyak anak yang digendong dalam pelukan ibu mereka. Saat ada banyak lalat yang menghinggapi kepala dan wajah mereka, mereka bahkan tidak bertenaga untuk mengusirnya. Ada juga anak yang tidak bertenaga untuk mengedipkan mata guna mengusir lalat yang hinggap di samping mata mereka.
Di dunia ini, ada penderitaan yang tak terkira seperti itu. Mereka bukan hanya kekurangan dan jatuh sakit, tetapi juga dilanda perang. Sejak lahir, mereka hidup kekurangan di tempat yang penuh bencana alam dan bencana akibat ulah manusia. Ini semua adalah karma kolektif semua makhluk.
Kita
harus percaya akan karma kolektif. Saya sering mengingatkan kepada kalian semua
bahwa kita harus memiliki keyakinan, berikrar, dan melakukan tindakan nyata serta menjalankan
sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Kita jangan hanya tahu menikmati berkah yang
kita miliki saat ini saja. Meski sekarang kita tinggal di lingkungan yang penuh
berkah, kita harus mengingatkan diri sendiri bahwa hukum karma bagaikan
bayangan yang selalu mengikuti kita. Ke mana pun kita pergi, bayangan kita akan
selalu mengikuti kita.
Tak peduli karma baik atau karma buruk yang kita ciptakan, ia akan terus terakumulasi detik demi detik. Karma baik ataupun buruk yang kita ciptakan di masa lampaulah yang mengondisikan kita terlahir di mana. Ada yang terlahir di keluarga berada dan dilindungi seperti permata. Ada juga yang terlahir di tempat yang penuh penderitaan. Dari sini bisa diketahui bahwa hukum karma di luar kendali kita. Berhubung kita hidup di tempat yang penuh berkah, saya berharap kita dapat menciptakan berkah bagi dunia dan menghimpun kekuatan cinta kasih semua makhluk.
Bersyukur, menghormati, dan mengasihi kehidupan; harmonis tanpa pertikaian, menciptakan berkah bersama. Inilah kalimat yang saya berikan pada kalian tahun ini. Kita harus melakukan tindakan nyata. Jika arah kita benar, maka lakukan saja. Waktu terus berlalu detik demi detik. Banyak kata-kata yang ingin saya bagikan.
Singkat kata, saya berharap semua orang dapat membangkitkan cinta kasih yang bagaikan oasis di padang pasir. Orang-orang di tempat kekeringan seperti gurun sangat membutuhkan tetesan air. Bagaikan oasis di tengah padang pasir, tetes demi tetes cinta kasih sungguh sangat dibutuhkan. Terima kasih.
Karma kolektif semua makhluk mendatangkan penderitaan tak terkira
Hukum karma bagaikan bayangan yang mengikuti kita
Meyakini secara mendalam dan mempraktikkan ikrar secara nyata
Menghimpun berkah dengan tetes-tetes cinta kasih
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Mei 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 24 Mei 2019