Ceramah Master Cheng Yen: Menjadi Silent Mentor dengan Cinta Kasih

Kita bisa melihat hati para relawan yang secemerlang bulan purnama. Sejak lebih dari 20 tahun yang lalu, para dokter dari Filipina kembali ke Griya Jing Si setiap tahun untuk merayakan Festival Kue Bulan bersama saya. Di lapangan di luar Griya Jing Si, semua orang merayakannya dengan gembira. Wakil Kepala RS Leh Siu Chuan, dr. Robert Sy, dr. Antonio Say, dan dr. Josefino Qua kembali ke Taiwan setiap tahun. Meski Wakil Kepala RS Leh telah tiada, tetapi saya selalu mengingatnya karena dia sangat dekat dengan saya.

Setiap kali mengadakan baksos kesehatan, dia setiap malam menelepon saya dengan penuh rasa hormat untuk melaporkan berapa gigi yang mereka cabut serta berapa operasi katarak dan kelenjar tiroid yang mereka jalankan. Dia melaporkannya dengan jelas lewat telepon. Hatinya sangat dekat dengan hati saya dan dipenuhi rasa hormat. Dia adalah umat Kristen, tetapi sangat menghormati ajaran Buddha dan saya.

Selama 20 tahun lebih, dia kembali ke Taiwan setiap tahun untuk menghadiri Konferensi Tahunan TIMA. Di lain waktu, dia juga sering kembali. Mereka telah bertahun-tahun merayakan Festival Kue Bulan bersama saya. Tahun ini, kita juga melihat anggota TIMA dari berbagai negara berkumpul bersama. Selama tiga hingga empat hari ini, mereka saling berbagi pengalaman dalam menjalankan misi di negara masing-masing.


Kali ini, yang saya dengar secara menyeluruh adalah kisah yang dibagikan oleh relawan kita, Yan Hui-mei. Dia berbagi tentang asal mula dibangunnya RS Tzu Chi Hualien dan kasus-kasus yang kita terima saat itu. Contohnya seorang pemuda suku asli, Lin Chuan-qin. Karena kecelakaan yang dialaminya, Karena kecelakaan yang dialaminya, setengah tubuhnya diamputasi. Saat itu, Kepala RS Chen Ing-ho dan tenaga medis lainnya menangani pemuda ini dengan sepenuh hati.

Kecermatan dr. Chen dalam merawatnya menyentuh hati Su Yu-zhen yang saat itu juga diopname di RS Tzu Chi Hualien. Di kamar pasien, dia melihat dengan jelas bagaimana tim medis kita merawat dan memperhatikan pemuda itu dengan kekuatan cinta kasih. Dia yang saat itu juga merupakan pasien sangat tersentuh. Karena itu, dia bergabung dengan Tzu Chi dan mengikuti pelatihan hingga dilantik menjadi komite.

Selama hampir 30 tahun, dia terus mendedikasikan diri dengan antusias, tekun, dan sepenuh hati. Setiap hari, dia bersumbangsih sebagai relawan RS dengan membantu dr. Chen Ing-ho. Dia terus bersumbangsih di dekat dr. Chen Ing-ho. Beberapa hari yang lalu, dia tiba-tiba jatuh pingsan saat sedang bersumbangsih. Setelah dilakukan upaya penyelamatan dan pemeriksaan, ternyata aneurisma serebralnya pecah. Setelah dirawat beberapa hari di ruang perawatan intensif, dia meninggal dunia kemarin pagi. Jenazahnya telah diantarkan ke Universitas Tzu Chi sebagai Silent Mentor.

Sehari sebelumnya, jenazah Relawan Jiang Lin Fang juga diantarkan ke Universitas Tzu Chi. Dia juga merupakan relawan yang sangat berdedikasi dan bersungguh hati. Selama bertahun-tahun, dia menyumbangkan sepertiga dari penghasilan per bulan kepada Tzu Chi. Dia juga aktif berinteraksi dengan orang-orang di komunitasnya dan mendedikasikan diri dalam Empat Misi Tzu Chi.

Demi kegiatan daur ulang, dia dan suaminya bahkan menyumbangkan kebun pisang mereka kepada Tzu Chi untuk membangun posko daur ulang. Mereka mengurus posko daur ulang bersama serta mengajak orang-orang untuk melakukan daur ulang dan memperhatikan lansia. Inilah yang mereka lakukan selama lebih dari 20 tahun.


Dia juga menyiapkan makanan dan camilan bagi para relawan daur ulang. Dia dan suaminya terus bersumbangsih dan memperhatikan sesama dengan hati penuh rasa syukur. Karena itu, semakin banyak orang yang bergabung dengan Tzu Chi untuk bersumbangsih demi Bumi dan umat manusia. Dia tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Kemudian, dia didiagnosis terkena kanker dan menjalani pengobatan di RS Tzu Chi Dalin. Meski sedang menjalani kemoterapi, dia tetap melakukan daur ulang.

Tiga hari yang lalu, dia telah meninggal dunia. Jenazahnya telah diantarkan ke Universitas Tzu Chi. Bagaimana mungkin saya tidak merindukannya? Saya sering melihat Su Yu-zhen, relawan dari Hualien, karena dia sering kembali ke Griya Jing Si. Saat ada kamp pelatihan atau kegiatan yang diadakan di Hualien, dia selalu kembali untuk membantu. Dia juga tidak pernah absen untuk bersumbangsih sebagai relawan di departemen ortopedi.

Bayangkanlah, bagaimana mungkin saya tidak merasa kehilangan? Saya merasa sangat kehilangan. Jadi, di tengah masyarakat, terdapat banyak orang yang diam-diam bersumbangsih tanpa pamrih. Namun, banyak orang yang tidak menyadari kontribusi mereka. Mereka hanyalah orang biasa, tetapi bisa diam-diam bersumbangsih demi kepentingan masyarakat. Kontribusi mereka sungguh sangat besar.

Banyak relawan kita yang membawa manfaat besar dengan menjadi Silent Mentor. Mereka yang diam-diam bersumbangsih sungguh mengagumkan. Bagi saya, mereka sangatlah mengagumkan. Kepergian setiap relawan kita selalu meninggalkan luka mendalam dalam hati saya. Sesuai hukum alam, saat waktunya tiba, mereka pun pergi dengan damai. Namun, saya tetap merasa kehilangan.


Saya sering mengingatkan diri sendiri tentang cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Dengan keseimbangan batin, kita melepaskan noda batin yang kita bangkitkan semenit sebelumnya. Meski tahu bahwa saya harus melepaskan noda batin yang terbangkitkan semenit sebelumnya, tetapi saya sungguh tidak bisa melakukannya dan tetap merindukan para insan Tzu Chi yang telah tiada.

Kecemerlangan bulan mengingatkan akan dokter teladan

Menyaksikan cinta kasih dan berikrar untuk bersumbangsih

Sulit merelakan kepergian para relawan yang bersumbangsih tanpa pamrih

Meninggalkan cinta kasih di dunia tanpa pamrih

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 September 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 27 September 2018

Editor: Khusnul Kotimah
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -