Ceramah Master Cheng Yen: Menjadikan Agama Sebagai Panduan dan Bersumbangsih Secara Nyata
“Saat itu, usai mengunjungi penerima bantuan, kami selalu kembali ke Hualien. Dahulu, jika membicarakan dana untuk membangun rumah sakit, Master Cheng Yen selalu merasa sedih. Saya sangat berani. Di bawah podium, saya berkata, ‘Master tidak perlu khawatir. Selama saya, Li Jia-hua, masih hidup, saya pasti akan menggalang dana semampu saya’. Setiap kali mengumpulkan dana, saya berkata kepada Master Cheng Yen di dalam hati, ‘Master tidak perlu khawatir. Saya telah mengumpulkan sejumlah dana lagi’. Saya menangis saat berpikir demikian. Master berkata bahwa biaya pembangunan harus dibayar 15 hari sekali. Melihat Master kekurangan dana, saya pun menyumbangkan emas yang telah disimpan selama puluhan tahun untuk membeli batu bata guna membantu Master membangun rumah sakit,” Li Jia-hua, relawan Tzu Chi.
Suaminya, Liao Ding-xing menambahkan, “Uang kita harus digunakan untuk menolong orang yang kurang mampu, mendidik yang kaya, dan membangun rumah sakit. Donasi kami juga digunakan untuk membangun RS. Ini merupakan hal baik, bukan hal buruk. Saya tentu mendukungnya.”
Relawan Li Jia-hua dan Relawan Liao yang merupakan pasangan suami-istri ini telah bergabung ke Tzu Chi selama lebih dari 35 tahun. Meski kini mereka sudah lanjut usia, mereka tetap bersiteguh pada tekad awal. Saat melihat saya berusaha untuk menciptakan berkah bagi orang-orang dengan mendirikan rumah sakit yang sangat dibutuhkan di Hualien, Jia-hua membangkitkan tekad dan ikrar untuk membantu saya membangun rumah sakit. Seiring berdirinya satu demi satu Rumah Sakit Tzu Chi, dia tetap terus bersumbangsih. Suaminya juga melatih diri bersamanya, terus mendampinginya, dan tidak pernah absen dari kegiatan Tzu Cheng (Komite Pria Tzu Chi).
Kini suaminya telah berusia 90 tahun dan tetap bersumbangsih dengan penuh semangat dan kerendahan hati. Dia sungguh merupakan relawan senior yang pantas dijadikan teladan. Kita sering melihat mereka bersumbangsih dengan kelapangan hati, niat yang tulus, dan penuh sukacita. Setelah pensiun, sang suami bergabung ke dalam barisan Tzu Cheng. Tidak peduli tugas seberat apa pun, dia tetap rela melakukannya. Dia turut membantu dalam proyek pembangunan kembali pascagempa di Taiwan pada bulan September 1999.
Sebelum itu, saat kita akan membangun Sekolah Keperawatan Tzu Chi, dia juga turut mengemban tugas yang berat dalam proyek pembangunan. Hingga kini, dia terus bersumbangsih di berbagai tempat. Di mana pun anggota Tzu Cheng dibutuhkan, dia tidak pernah ketinggalan. Contohnya, saat Da Ai TV baru mulai beroperasi dan membutuhkan relawan dokumentasi, dialah yang pertama mengikuti pelatihan. Dia juga merupakan salah satu relawan rumah sakit angkatan pertama di Rumah Sakit Tzu Chi Hualien. Sepasang suami-istri ini mendedikasikan diri sebagai relawan rumah sakit dan tidak pernah absen. Hingga kini, sang suami masih terus mengantarkan rekam medis. Dia bersumbangsih dengan sukarela dan penuh sukacita. Saat tidak ada jadwal piket, dia akan membantu di posko daur ulang. Hingga kini pun masih demikian.
“Harapan saya adalah dapat bersumbangsih. Sejak bergabung menjadi anggota Bao Quan yang kemudian diganti namanya menjadi Tzu Cheng, saya melihat bahwa hal-hal yang Tzu Chi lakukan sangat baik. Saya merasa cocok dan suka dengan Tzu Chi. Karena itu, saya berikrar untuk terus bersumbangsih dan tidak akan berubah pikiran. Saya akan bersumbangsih hingga akhir hayat. Master Cheng Yen membutuhkan kekuatan dari para relawan Tzu Chi untuk mewujudkan Empat Misi Tzu Chi,” kata Liao Ding-xing.
Sepasang suami-istri ini melatih diri bersama dengan kesatuan hati dan tekad. Mereka sering berbagi kisah mereka. Selain itu, yang paling membuat saya kagum adalah keteguhan tekad mereka. Tekad mereka sama sekali tidak pernah tergoyahkan. Jia-hua pernah mengalami dua kali kecelakaan lalu lintas dan menderita luka serius. Namun, setiap kali saya melihatnya, dia selalu berkata, “Master tenang saja. Saya tidak akan memaksakan diri. Namun, jika masih bisa bergerak dan bersumbangsih, saya tidak akan menyia-nyiakan hidup saya. Master yang mengajarkan hal ini kepada saya.”
Saya berkata, “Benar, sayalah yang mengajarkan hal ini. Namun, kamu juga harus menjaga kesehatanmu agar bisa melakukan lebih banyak hal.”
Dia berkata, “Kehidupan manusia tidaklah kekal. Ini juga merupakan ajaran Master.”
Dia selalu mengingat ajaran saya dan bersiteguh untuk melatih diri dengan tekun dan bersemangat. Setiap kali saya melihat mereka, mereka selalu penuh kelapangan hati dan niat yang tulus. Selama 35 tahun ini, saya melihat mereka melatih diri dengan tekun dan bersemangat tanpa henti. Sungguh, untuk menjadi Bodhisatwa dunia, kita harus melatih diri.
Tzu Chi merupakan sebuah organisasi yang didasari semangat religius (zong jiao). “Zong” berarti setiap orang harus memiliki tujuan benar dalam hidupnya. Kita bukan hanya harus menolong orang yang membutuhkan di dunia ini, tetapi juga harus berusaha untuk membuat semua orang di seluruh dunia memahami kebenaran yang sesungguhnya. Jalan Kebenaran harus ditapaki. Jalan Kebenaran ini dapat membimbing orang-orang agar tidak berjalan menyimpang. Inilah tujuan hidup kita.
“Jiao” berarti pendidikan seumur hidup. Dalam kehidupan ini, jangan sampai kita berjalan menyimpang. Dengan demikian, barulah kita bisa menciptakan kehidupan berikutnya yang lebih indah. Kita harus bisa menentukan arah tujuan kita. Kelahiran kita di dunia ini berada di luar kendali kita. Jeratan kekuatan karma juga membuat kita tidak bisa berpikiran terbuka, dipenuhi noda batin, berperilaku menyimpang, dan melakukan banyak kesalahan. Karena itu, setiap orang harus memiliki cara pandang religius. Jadi, kita harus sungguh-sungguh melatih diri.
Di Afrika. Para relawan lokal dari Lesotho dan Afrika Selatan terus mencurahkan perhatian ke negara tetangga mereka, seperti Botswana. Sejak dua tahun lalu hingga kini, mereka telah pergi ke sana sebanyak 8 kali. Demi menyebarkan cinta kasih ke tempat-tempat yang dilanda penderitaan guna menginspirasi relawan baru dan menolong orang yang menderita, mereka tidak takut bekerja keras dan terus bersiteguh mengemban misi. Inilah tujuan hidup mereka yang membuat mereka terus menabur benih cinta kasih. Warga setempat terus mempelajari Dharma sehingga dapat memahami tujuan hidup mereka. Pada kehidupan ini, mereka telah terbebas dari kekurangan batin.
Kini mereka telah memperoleh kekayaan batin dan dapat menolong orang lain. Mereka juga bersumbangsih dengan sukarela dan penuh sukacita. Saya selalu sangat berterima kasih kepada para pengusaha Taiwan di Afrika yang menjadi Bodhisatwa dunia di sana. Ini semua berkat adanya jalinan jodoh. Berkat tekad yang mereka bangkitkan, mereka dapat menolong banyak orang yang dilanda penderitaan. Di setiap jalan yang dilalui Bodhisatwa, bunga teratai akan bermekaran. Di setiap tempat yang dijangkau insan Tzu Chi, kita selalu bisa melihat benih Bodhisatwa. Dunia ini merupakan ladang pelatihan kita.
Melatih diri dalam jangka panjang dengan tekad guru
Melatih diri tanpa henti dengan tekun dan bersemangat serta menjadi teladan
Tujuan hidup manusia harus sesuai dengan Jalan Kebenaran
Bunga teratai bermekaran di setiap tempat yang ditaburi benih cinta kasih
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 4 Oktober 2015
Ditayangkan tanggal 6 Oktober 2015