Ceramah Master Cheng Yen: Menjaga dan Mewariskan Tradisi Jing Si
Saya sering berkata bahwa dahulu, di Griya Jing Si, setelah selesai dengan kesibukan di kebun, kita akan mengerjakan kerajinan tangan, seperti kantong kertas dan sepatu bayi. Kita juga pernah membuat popok bayi dengan mesin bertemperatur tinggi. Jika tidak berhati-hati, kita bisa terkena luka bakar. Dengan mengerjakan kerajinan tangan dan bertani, kita menjaga kelangsungan hidup kita. Guru De Ci, yakni Shao Wei, memasukkan ubi jalar ke dalam karung, lalu mengangkutnya ke perkotaan dengan sepeda untuk dijual agar bisa membeli beras. Semua ini pernah kita lakukan.
Membahas masa lalu, mencari nafkah sungguh tidak mudah. Sesungguhnya, kebutuhan hidup kita tidaklah banyak. Yang membuat tanggung jawab kita makin besar ialah orang-orang yang datang tanggal 24 Imlek setiap bulannya untuk menerima barang bantuan seperti beras dan mengikuti kebaktian Bhaisajyaguru. Semua pengeluaran ini ditanggung oleh Griya Jing Si. Demikianlah yang pernah kita alami saat itu.
Kita bisa melihat bagaimana kita menggunakan teko untuk melelehkan lilin dan mengumpulkan botol susu fermentasi sebagai wadah untuk membuat lilin. Setelah menuangkan lilin yang sudah meleleh ke dalam wadah dan menunggu hingga ia kering, maka terbentuklah lilin. Ini juga pernah kita lakukan dahulu.
Kita juga membuat berondong beras. Setiap hari, kita mendengar bunyi ledakannya yang sangat besar. Saat itu, saya harus menulis artikel untuk Buletin Tzu Chi sendiri. Saat hendak berfokus untuk menulis artikel, terkadang saya dikagetkan oleh bunyi ledakannya. Pada saat itu, saya tahu bahwa ada berondong beras yang telah selesai dibuat.
Waktu terus berlalu. Kini kita bisa melihat banyak insan Tzu Chi yang semuanya memiliki kasih sayang tak berujung dan cinta kasih tak terbatas. Namun, seiring berlalunya waktu, banyak insan Tzu Chi senior yang telah tiada. Mereka sangat bersusah payah dan bekerja keras di tengah kondisi yang serba sulit. Saya selalu mengingat orang-orang yang telah melewati masa-masa sulit bersama saya.
Kini saya makin menghargai orang-orang yang masih ada di sisi saya. Mereka semua sudah lanjut usia. Adakalanya, saya melihat bahwa tubuh mereka sudah sedikit bungkuk. Saat melihat insan Tzu Chi senior yang hanya tersisa beberapa orang ini, saya selalu teringat akan masa lalu. Jadi, saat mengenang masa lalu, banyak ingatan yang muncul di dalam benak saya.
Belakangan ini, kita sedang memanen kunyit di Griya Jing Si. Kunyit memiliki banyak akar serabut yang harus digunting dan dibersihkan. Saya baru menyadari bahwa segelas teh kunyit merupakan hasil kerja keras dari banyak orang. Selain itu, tanaman kunyit juga harus dirawat selama berbulan-bulan, baru bisa dipanen.
Memanen kunyit juga sangat melelahkan. Kunyit memiliki banyak akar serabut dan bentuknya tidak beraturan sehingga harus dicuci dengan saksama. Setelah itu, kunyit harus dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Sungguh, untuk menikmati segelas teh kunyit, dibutuhkan banyak waktu dan kerja keras. Saya sungguh bisa merasakan bahwa ini berkat dedikasi banyak orang.
Saat menikmati berkah, kita juga harus bermawas diri. Jika hanya menikmati berkah tanpa bersumbangsih, berkah ini akan habis. Jadi, kita harus bermawas diri. Karena itulah, saya harus lebih bersungguh-sungguh dan mengerahkan lebih banyak tenaga untuk memberikan ceramah. Selama masih hidup, saya harus memberikan ceramah. Saya akan terus menyebarluaskan semangat Tzu Chi, seperti akar kunyit yang terus menjulur.
Setiap hari, saya berjalan ke sudut bangunan itu untuk melihat pohon yang sungguh sangat besar itu. Saat membalikkan badan, saya melihat bonsai beringin di dalam pot. Bonsai beringin ini ditanam di dalam pot sehingga akarnya tidak bisa menjulur ke luar. Jika dipindahkan ke tanah yang luas, puluhan tahun kemudian, ia juga akan bertumbuh menjadi pohon besar.
Jadi, lingkungan yang baik dapat membina insan berbakat. Dengan adanya rasa tanggung jawab, barulah seseorang bisa berkembang dan sukses. Ini bergantung pada kesediaan mereka untuk bersumbangsih dan lingkungan mereka. Intinya, kita harus terus membina insan berbakat dan membangkitkan cinta kasih orang-orang.
Saya bersyukur kepada insan Tzu Chi senior yang memperkenalkan Tzu Chi pada setiap orang yang ditemui dan menjalankan Tzu Chi setiap hari. Berkat kalian, barulah Tzu Chi bisa seperti sekarang. Jika insan Tzu Chi di seluruh dunia dapat memahami sejarah Tzu Chi dan senantiasa mengingatnya, Tzu Chi bisa melakukan lebih banyak hal dan membawa manfaat yang lebih besar bagi dunia. Intinya, kita harus bersungguh hati.
Setiap orang bisa menjadi sebutir benih yang menumbuhkan benih tak terhingga. Kita harus menganggap diri sendiri sebagai sebutir benih yang telah ditabur di atas tanah dan seiring waktu, kita telah berakar, bercabang, dan memiliki daun yang lebat. Kita juga hendaknya bisa menghasilkan banyak benih. Singkat kata, sebutir benih bisa bertumbuh menjadi tak terhingga.
Mari kita menginventarisasi diri sendiri. Kehidupan kita bagaikan sebutir benih. Kita harus menggenggam waktu untuk menumbuhkannya agar ia dapat bertumbuh dan membawa manfaat besar. Saya sering berkata bahwa dengan bersungguh hati bersumbangsih, sesungguhnya diri sendirilah yang memperoleh manfaat dan pahala yang diciptakan sungguh tak terhingga.
Bersusah payah memulai langkah demi membimbing semua makhluk
Bekerja keras di tengah kondisi yang serba sulit demi menjaga tradisi Jing Si
Menggarap ladang berkah dengan cinta kasih sehingga Tzu Chi bisa berkembang seperti sekarang
Membangkitkan cinta kasih agung dan menggalang Bodhisatwa dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Februari 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 25 Februari 2022