Ceramah Master Cheng Yen: Menjaga Kelestarian Alam dan Menolong Umat Manusia
Kapankah dunia ini dapat senantiasa aman dan tenteram? Sungguh banyak hal yang membuat kita khawatir. Dalam siaran berita internasional juga banyak berita yang membuat kita prihatin. Misalnya, sebuah gedung apartemen di London yang tiba-tiba terbakar dua hari lalu. Api terus menyala hingga tiga puluh jam. Kepanikan dan kekhawatiran tampak dalam diri orang-orang di sana. Waktu tiga puluh jam itu sungguh terasa sulit untuk dilewati bagi mereka. Selain itu, ada pula ketidakselarasan unsur tanah, unsur air, dan unsur angin di dunia ini. Pada saat ini kita dapat melihat di dunia ini ada banyak negara yang mengalami bencana alam.
Kembali menengok ke Taiwan, Biro Cuaca memprakirakan bahwa hujan deras akan turun dalam beberapa hari ke depan. Daerah pegunungan tentu sangat mengkhawatirkan. Kita telah melihat betapa rentannya bumi ini. Ketika hujan turun, tanah pegunungan menjadi bagaikan tahu yang longsor selapis demi selapis. Bahkan, pohon besar pun tumbang hingga ke akarnya. Begitu pula bebatuan. Akses jalan di pegunungan sangat berbahaya. Kita juga melihat jalan tengah diperbaiki karena jalan tersebu tadalah jalan utama menuju Nantou. Jalan itu juga sangat berbahaya. Gunung di sana sangat curam dan sering longsor.
Melihat para pekerja sedang memperbaiki jalan, saya sungguh merasa waswas. Melihat kendaraan berlalu lalang dan mendekat ke titik longsor, saya juga sangat khawatir. Namun, warga di sana bergantung pada jalan itu. Ini sangat berbahaya. Melihatnya, saya sangat khawatir. Semoga orang-orang tetap selamat dan dapat tinggal di daerah yang aman. Jika daerah pegunungan ditinggali, kerusakan pasti terjadi karena untuk bertahan hidup, manusia pasti bercocok tanam di sana. Kondisinya sangat tidak sesuai. Kini kita harus memulihkan kondisi pegunungan dan menjaga kelestariannya. Reboisasi harus dilakukan demi kelangsungan masa depan manusia.
Hujan deras yang turun kali ini juga membawa kerugian bagi Desa Baozhong, Yunlin. Ada sebuah taman kanak-kanak di sana yang terendam banjir akibat hujan deras. Beruntung, anak-anak di sana selamat. Singkat kata, bangunan di daerah pegunungan sangat rentan. Kini, begitu mendengar berita turunnya hujan deras, saya pasti teringat kondisi orang-orang yang tinggal di atas gunung dan di lereng gunung. Saya sangat khawatir. Namun, khawatir saja tidak ada gunanya.
Kembali menengok ke dunia internasional, Haiti adalah sebuah negara miskin. Pertama kali kita membantu di sana adalah saat negara itu dilanda gempa bumi. Hingga saat ini, relawan Tzu Chi tidak pernah meninggalkan Haiti. Bulan lalu, Relawan James Chen dari AS datang. Beliau sangat peduli kepada warga di Haiti. Beliau menunjukkan foto-foto kepada saya.
Saya bertanya, "Mengapa mereka mengangkat tangan tinggi-tinggi?"
Beliau menjawab, "Mereka sedang memegangi sepatu mereka."
Saya kembali bertanya, "Mengapa?" "Bukankah sepatu
seharusnya dikenakan di kaki?" "Mengapa malah diangkat ke
atas?"
Beliau menjelaskan, "Bagi mereka, sepatu adalah harta benda yang paling berharga karena ditemukan dan dipungut dari tempat lain." "Meski tidak pas di kaki, mereka sudah cukup senang jika bisa mengenakan alas kaki."
Saat banyak orang berdesakan, mereka takut sepatu mereka lepas dan hilang. Jadi, mereka memilih untuk membawanya di tangan. Berhubung orang yang berdesakan sangat banyak, maka mereka menenteng sepatu mereka. Ini karena mereka menganggap sepatu sangatlah berharga. Jadi, seorang pengusaha Taiwan di Dominika menyumbangkan sepuluh ribu pasang sepatu. Saat peti kemas yang berisi sepatu itu tiba, pastor setempat mengajak murid-murid untuk turut membantu persiapan pembagian sepatu. Di hari pembagian, kita dapat melihat semua orang akhirnya dapat mengenakan sepatu. Tak peduli apakah ukurannya pas di kaki, mereka sudah senang bisa mengenakan sepatu. Mereka sangat gembira dan penuh rasa sukacita.
“Terima kasih, Master atas berasnya. Kami sekeluarga beserta anak-anak kini bisa makan nasi dan memakai sepatu. Terima kasih. Terima kasih sekali. Mimpi pun tak pernah kami bisa punya sepatu baru. Saya akan memakainya saat pergi ke gereja dan bertemu teman-teman,” ucap Crispiniao Balaba, warga.
Lihatlah, dalam seumur hidup mereka, untuk memiliki sepatu saja sangat sulit. Kita juga melihat orang-orang yang bertelanjang kaki juga banyak. Sulit bagi mereka untuk bisa memiliki sepatu. Anak-anak juga sangat gembira. Sebaliknya, anak-anak di Taiwan masih menuntut sepatu bermerek. Begitulah kehidupan manusia. Banyak hal yang tidak setara di dunia ini. Mengapa demikian? Kita tidak bisa memilih kondisi tempat lahir kita. Jalinan jodoh dan karmalah yang menentukan di negara dan keluarga mana kita lahir. Kita tak dapat memilih. Jika memiliki berkah, kita harus bersyukur. Bisa berada di lingkungan masyarakat yang baik, memiliki keluarga yang baik, dan memiliki orang tua yang baik yang membuat hidup kita aman dan tenteram, sungguh tidaklah mudah.
Kita juga melihat spesialis mata TIMA di Filipina mengadakan operasi di Pulau Bohol. Kita dapat melihat lansia di sana yang tak dapat melihat selama puluhan tahun. Kedua matanya tadinya tak dapat melihat. Setelah menjalani operasi, sebelah matanya kini dapat melihat kembali. Setelah selesai menjalani operasi, lansia itu duduk dan mulai tersenyum. Dia juga bisa melihat dokter yang menolongnya, lalu berkata,"Terima kasih." Para dokter pun turut bersyukur.
“Kehilangan penglihatan rasanya sama seperti mati karena saya tak dapat bergerak leluasa dan tak dapat melakukan hal yang diinginkan. Saya merasa kehidupan seperti itu sia-sia. Saya terus berdoa agar penglihatan saya kembali. Bisa dioperasi rasanya bagaikan mimpi bagi saya. Terima kasih, Tzu Chi,” ucap Fortunato Tindoy, warga.
Kehidupan mereka pun berubah seketika. Mereka sangat gembira. Saya sungguh bersyukur para dokter dan relawan kita rela melintasi pegunungan dan menyeberangi lautan untuk
melakukan ini. Dalam sehari, mereka menangani ratusan pasien, menolong mereka untuk keluar
dari kegelapan dan kembali melihat cahaya. Ini sungguh mengharukan. Kisah mengharukan di sana
sungguh banyak. Singkat kata, dapat memasuki dunia Bodhisatwa Tzu Chi dan membantu umat manusia, sukacita yang kita rasakan tak dapat dilukiskan oleh
kata-kata. Inilah yang disebut kedamaian batin. Inilah ketenangan,
kebahagiaan, dan sukacita. Kedamaian batin sungguh membawa
kebahagiaan.
Akses jalan di pegunungan terputus
akibat longsor
Reboisasi diperlukan untuk memulihkan
kondisi alam
Pembagian puluhan ribu sepatu
dilakukan di Haiti
Para dokter membuat pasien di Pulau
Bohol bisa melihat kembali
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Juni 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 18 Juni 2017