Ceramah Master Cheng Yen: Menjaga Pikiran demi Kedamaian Dunia

Di Kota Shenzhen, Provinsi Guangdong, Tiongkok, sebuah gunung tiba-tiba runtuh. Mengapa ini bisa terjadi? Ada yang berkata bahwa ini akibat ulah manusia. Mengapa mereka berkata demikian? Karena gunung ini berasal dari tumpukan tanah dan sampah. Dahulu, dalam jangka waktu panjang, banyak tanah galian yang dibuang ke sana akibat berkembangnya industri konstruksi hingga akhirnya membentuk sebuah gunung.

Dua hari yang lalu, gunung ini tiba-tiba runtuh. Akibatnya, 33 bangunan, seperti pabrik, dll., semuanya terkubur tanah longsor. Orang-orang di dalamnya tidak sempat menyelamatkan diri. Ada pula yang masih belum ditemukan. Setelah mendengar kabar tentang bencana ini, insan Tzu Chi di Shenzhen segera mencurahkan perhatian dan mendirikan sebuah posko untuk menyediakan makanan hangat. Berhubung kini cuaca di sana juga cukup dingin, maka insan Tzu Chi memberikan makanan hangat, mantel, selimut, dan lain-lain. Insan Tzu Chi di Shenzhen memberikan bantuan dengan sangat cepat. Mereka masih terus-menerus mencurahkan perhatian dan memberikan bantuan. 

Kemarin, divisi kerohanian kita berkata bahwa Shenzhen juga membutuhkan tempat tidur lipat. Berhubung banyak rumah dan asrama yang runtuh, banyak orang di tempat penampungan yang membutuhkan tempat tidur lipat. Jadi, saya meminta mereka untuk menghubungi relawan di Kunshan. Kemarin, truk yang mengangkut tempat tidur lipat telah berangkat menuju Shenzhen. Kabarnya, dibutuhkan waktu selama 30 jam, baru bisa tiba di Shenzhen. Ketidakkekalan yang datang secara tiba-tiba ini merupakan akibat dari ulah manusia. Ini bukan bencana alam, ulah manusialah yang menyebabkan tanah longsor ini.

Kini alam telah terluka akibat penebangan hutan dan sebagainya. Gunung dan hutan telah dirusak oleh manusia. Akibat penebangan yang berlebihan,begitu hujan turun, terjadilah tanah longsor yang membuat seluruh desa terkubur. Hal seperti ini sering kita dengar. Kekuatan karma yang diciptakan manusia sungguh sangat besar. Karena itu, kita harus hidup berdampingan dengan alam dan kembali pada pola hidup yang sederhana dan hemat. Hidup manusia memang seharusnya seperti ini.

Kita bisa melihat seorang relawan daur ulang, Nenek Hou Huang Su-li. Beliau memiliki putri yang sejak kecil menderita epilepsi dan keterbelakangan mental. Karena itu, beliau harus mendampingi dan merawat putrinya. Beliau sering mengajak putrinya ke posko daur ulang untuk memilah barang daur ulang. Beliau mengajari putrinya secara perlahan-lahan. Para relawan di posko daur ulang kita juga mengajari putrinya dengan sepenuh hati.

Suatu kali, beliau terjatuh dan terluka. Lalu, beliau memeriksakan diri ke RS Tzu Chi Taipei. Melihat relawan lansia yang kondisi ekonominya  tidak begitu baik dan masih harus merawat putrinya meski sudah lanjut usia,dr. Wu dan para staf kita terus mencari hingga akhirnya menemukan pelindung punggung yang cocok untuknya. Mereka juga mengantarkannya kepada nenek itu. Beliau sangat tersentuh.

Saat mendengar kisah ini di rumah sakit kita, saya sungguh sangat bersyukur. Para dokter kita sangat memperhatikan pasien. Mereka bahkan melakukan kunjungan ke rumah nenek itu untuk memberi perawatan dan perhatian. Inilah kehangatan antara dokter dan pasien. Nenek tersebut sangat mengasihi bumi dan benar-benar menyerap Dharma ke dalam hati. Beliau memahami hukum karma sehingga bisa menerima kondisi dirinya dan putrinya.

Selama beberapa waktu, putrinya tidak bisa keluar rumah karena sakit. Jadi, beliau memilah barang daur ulang di rumah. Meski demikian, beliau tetap berharap dapat membawa putrinya ke posko daur ulang agar putrinya dapat berinteraksi dan menerima bimbingan relawan lain. Nenek ini penuh cinta kasih seorang ibu dan sangat bijaksana. Beliau telah menyerap Dharma ke dalam hati dan memahami makna kehidupan. Beliau juga memahami bahwa kehidupan manusia sangat singkat. Karena itu, beliau ingin menghimpun berkah, bukan hanya mengikis karma buruk.

Jadi, beliau menggenggam setiap waktu untuk melindungi bumi. Nenek ini sungguh mengagumkan. Di Taichung, juga ada tujuh relawan lansia yang sangat menggemaskan. Mereka sangat bersatu hati. Mereka semua bekerja sama untuk melakukan daur ulang demi mengasihi bumi. Orang-orang menjuluki mereka “Tujuh Kuntum Bunga”. Mereka melakukan daur ulang dengan gembira dan penuh sukacita. Meski sudah lanjut usia, mereka tetap mengemban tanggung jawab untuk melindungi bumi dan  mengasihi masyarakat. Para Bodhisatwa lansia ini senantiasa menghargai dan menciptakan berkah. Sejak mereka masih muda hingga kini, mereka selalu menjaga keselarasan antara langit, bumi, dan manusia.

Kita harus menjaga keselarasan antara langit, bumi, dan manusia. Hidup di dunia ini, kita harus menaati hukum alam. Banyak relawan yang bersumbangsih seperti ini. Jika setiap orang bisa meneladani para Bodhisatwa lansia dalam melakukan daur ulang, maka sampah-sampah tidak akan menggunung. Jika setiap orang dapat melakukan daur ulang dan berpola hidup  sederhana, maka tidak akan tercipta begitu banyak sampah. Jika kita bisa memilah barang daur ulang dan mengolahnya menjadi produk lain, maka sampah tidak akan menggunung lagi.

Singkat kata, untuk menyelamatkan dunia yang besar ini, harus dimulai dari pikiran manusia yang kecil. Apakah pikiran kita benar-benar kecil? Sebersit niat yang timbul dalam pikiran kita dapat menciptakan berkah besar juga dapat mendatangkan bencana besar. Jadi, kita harus menyadari kebenaran ini dengan sepenuh hati.

Segera memberikan bantuan yang dibutuhkan  begitu bencana terjadi

Membimbing putri sendiri ke jalan yang benar dengan bijaksana dan penuh cinta kasih

Memperhatikan pasien dengan penuh cinta kasih

Bodhisattva lansia mengemban tanggung jawab dan senantiasa menaati hukum alam

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan di DAAI TV Indonesia tanggal 24 Desember 2015

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Desember 2015

Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -