Ceramah Master Cheng Yen: Menjalankan Ikrar Welas Asih meski Menghadapi Kesulitan

“Sebelum banjir, lahan yang kalian lihat ini, yang ada batunya ini, adalah ladang jagung. Sebelumnya, bagian ini adalah sawah. Semua sawah sudah rusak. Di bagian bawah itu, semuanya sawah,” kata Deng Shun, anggota tanggap darurat bencana Ganshui.

Banjir di Tiongkok kali ini membawa dampak bencana bagi 26 provinsi. Dampak bencana kali ini sangat serius. Ada sebagian insan Tzu Chi yang lebih dekat dengan lokasi bencana. Namun, itu juga tidak dekat karena berjarak ratusan kilometer dari lokasi bencana. Pegunungan juga terkena dampak bencana. Jadi, perjalanan jauh dan sulit ditempuh.

Meski demikian, para relawan kita tidak takut kesulitan. Saat tahu bahwa ada wilayah yang terkena dampak bencana, terlebih dampak bencana serius, relawan kita segera melakukan persiapan. Jadi, begitu banjir surut, insan Tzu Chi segera melakukan survei bencana.

Kita bisa melihat para relawan berseragam biru putih. Dengan baju biru, celana putih, dan sepatu putih, mereka melangkah di atas tanah berlumpur. Lihat, setiap langkah sangatlah sulit. Apakah kalian melihatnya? Setelah satu kaki melangkah, mereka harus menarik kaki lainnya dari lumpur untuk terus melangkah. Setelah menonton video tersebut, saya memuji mereka.


Apakah celana putih mereka terkena lumpur? Tidak. Saya berkata, “Beri tahu mereka, saat menjalankan tugas seperti ini, jangan mengenakan celana putih. Mereka bisa mengenakan baju biru dan celana biru. Dengan begitu, lebih leluasa untuk berjalan.” Untuk melakukan survei bencana, para relawan kita berjalan kaki sangat jauh. Mereka sangat bersusah payah. Kerusakan terlihat di mana-mana.

“Barang-barang di dapur, tanaman pangan seperti jagung dan kentang, dan benih mengalami kerusakan,” kata Huang Xiaolin, seorang warga.

“Suara air terdengar di mana-mana. Saya ketakutan sampai tidak tahu arah. Ke arah mana saya harus lari? Saat itu, sangat sangat bingung. Langit sangat gelap sehingga saya tidak bisa melihat jalan,” kata Ejue Muyi, seorang warga lainnya.

Relawan kita berjalan kaki untuk melakukan survei. Usai melakukan survei bencana, mereka segera menyalurkan bantuan bencana. Relawan kita menyiapkan semua kebutuhan sehari-hari bagi korban bencana, yakni beras, minyak, garam, gula, dan barang kebutuhan sehari-hari lainnya.

Relawan kita membagikan barang bantuan yang lengkap sebanyak 18 jenis. Kita melakukannya dengan cinta kasih yang tulus. Kita harus memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Sungguh, kita hendaknya turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Saat orang-orang dilanda penderitaan, barang apa yang paling mereka butuhkan? Kita harus menempatkan diri di posisi mereka untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan.

 

Dengan perasaan senasib dan sepenanggungan serta rasa empati, kita bersumbangsih bagi orang-orang. Pembagian tempat tidur lipat, selimut, dan barang kebutuhan sehari-hari lainnya akan sangat sulit jika bukan di area yang rata dan lapang. Namun, akibat bencana kali ini, ke mana mereka mencari area yang rata? Akhirnya, pembagian bantuan diadakan di tepi jalan. Ini sungguh tidak mudah.

Insan Tzu Chi setempat mengatasi masalah ini dengan cepat. Yang paling penting bagi relawan kita ialah memudahkan korban bencana menerima barang, bukan memudahkan diri sendiri membagikan bantuan. Relawan kita terlebih dahulu memikirkan bagaimana memudahkan korban bencana menerima barang bantuan dan bagaimana mereka pulang ke rumah. Inilah kecermatan insan Tzu Chi.

Penyaluran bantuan kali ini memang harus sangat cermat dan menyeluruh. Insan Tzu Chi memikirkan berbagai cara untuk menjalankan misi. Lihatlah, mereka membagikan bantuan hingga malam hari. Cuaca sangat panas dan mereka membagikan bantuan di tepi jalan. Mereka sungguh mengagumkan. Mereka mengatasi berbagai kesulitan untuk mewujudkan misi ini.

Sungguh, dunia penuh dengan bencana. Beruntung, ada para Bodhisatwa dunia yang sangat tekun, bersemangat, dan aktif menapaki Jalan Bodhisatwa dan bersumbangsih di tengah masyarakat. Bodhisatwa ini bukan sekadar perumpamaan. Mereka merupakan Bodhisatwa yang nyata dan berada di antara kita. Mereka menjangkau semua makhluk yang menderita untuk memberi perhatian dan penghiburan serta bersumbangsih bagi yang membutuhkan.

Terhadap para Bodhisatwa Tzu Chi, saya sangat bersyukur. Rasa syukur ini terus memberikan energi yang saya butuhkan dalam kehidupan saya. Para Bodhisatwa ini terus menumbuhkan rasa syukur di dalam hati saya. Singkat kata, banjir di Tiongkok kali ini sangat serius. Peringatan dikeluarkan pada tanggal 2 Juni. Kemudian, terjadilah banjir. Hingga kini, sudah sebulan lebih terjadi banjir. Kondisi bencana di sana sungguh menakutkan.

 

Manusia sering membanggakan bahwa kekuatan manusia sangat besar. Benarkah demikian? Ada pula orang yang berkata bahwa manusia pasti bisa mengalahkan alam. Bisakah? Kekuatan manusia sangatlah kecil, lebih kecil dari semut kecil yang menghadapi Gunung Sumeru. Dibandingkan dengan alam, kekuatan manusia sangatlah kecil. Kita hendaknya menghormati alam.

Sungguh, kita hendaknya memperbaiki pola pikir, kembali pada sifat hakiki kita, menghormati alam, dan yakin bahwa kekuatan alam sangat besar. Jangan terus membanggakan kekuatan diri sendiri. Pada saat seperti ini, yang terpenting ialah menciptakan berkah setelah melihat penderitaan. Menyadari berkah saja tidaklah cukup, kita juga harus menciptakan berkah.

Lihatlah orang-orang yang menderita. Bodhisatwa harus menjangkau daerah yang dilanda penderitaan untuk melenyapkan penderitaan semua makhluk. Saat kedua kaki relawan kita terperangkap di dalam lumpur, mereka tetap dengan sukarela melanjutkan perjalanan. Mereka menarik kaki mereka dari lumpur dan terus melangkah maju dengan sukarela.

Mereka hanya memiliki satu tujuan, yakni melenyapkan penderitaan orang-orang. Demikianlah Bodhisatwa dunia. Dengan penuh cinta kasih, mereka berusaha untuk menolong warga kurang mampu yang mengalami kesulitan.

Banjir menerjang dan meninggalkan lumpur di mana-mana
Insan berhati mulia menjalankan ikrar tanpa rasa takut meski penuh kesulitan
Ikrar welas asih Bodhisatwa sebagai sandaran
Melenyapkan penderitaan, memberi kebahagiaan, dan giat menciptakan berkah

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 06 Juni 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 08 Juli 2020
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -