Ceramah Master Cheng Yen: Menjalankan Praktik Bodhisatwa dengan Perasaan Senasib dan Sepenanggungan


“Kami mengikuti ritual namaskara untuk berdoa bersama semoga dunia aman, tenteram, perang dapat diredam, dan lebih banyak kehangatan,”
kata Chee Wei Han anggota Tzu Ching.

“Saya sepenuh hati melantunkan nama Buddha dan berdoa agar perang segera berakhir,” kata Koon Yin Cheng relawan Tzu Chi.

Benar. Untuk mewujudkan kedamaian, kita harus mengungkapkan doa dan rasa syukur yang tulus dari lubuk hati terdalam. Hanya jika setiap orang memiliki hati yang penuh rasa syukur, barulah seluruh dunia dapat aman dan tenteram. Jadi, untuk mewujudkan ketenteraman, kita harus bersyukur. Yang paling dibutuhkan semua orang di seluruh dunia ialah kedamaian, rasa syukur, dan harapan baik.

Saat menengadah ke langit di hari yang cerah, kita dapat melihat langit biru dan awan putih. Langit yang biru serta segumpalan awan yang putih, bersih, dan indah terlihat amat bersih. Terkadang, awan terlihat seperti rupang Buddha dan Bodhisatwa di langit biru yang memberikan rasa damai dan keharmonisan. Namun, dalam cuplikan berita yang saya saksikan belakangan ini, langit di Ukraina tampak mengerikan. Situasi langit dan daratan di tengah perang.


Bangunan megah yang memiliki nilai budaya dan indah hancur dalam sekejap. Semua itu hanya karena niat buruk yang timbul dari ketamakan, kebencian, dan kebodohan manusia. Karena ketidakselarasan pikiran segelintir orang, timbullah perebutan dan pertikaian sehingga terjadilah serangan dari udara ataupun darat yang menyebabkan banyak keluarga porak-poranda. Itu sungguh sangat memilukan.

Kita memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Dengan hati yang pilu, bagaimana mungkin kita dapat merasa bahagia? Kita turut merasakan kesedihan mereka. Kita sungguh tak berdaya. Namun, apa yang bisa kita lakukan? Inilah bencana akibat ulah manusia.

Bencana akibat ulah manusia disebabkan oleh ketamakan, kebencian, kebodohan, dan ketidakselarasan pikiran manusia. Jika terjadi dalam skala besar, dapat menyebabkan penderitaan, pergolakan, dan ketidaktenteraman dunia. Sebaliknya, jika terjadi dalam skala kecil, dapat menimbulkan masalah pada diri sendiri, keluarga, ataupun masyarakat. Semua itu bermula pada pola pikir manusia. Mengapa semua orang tidak menyelaraskan pikiran masing-masing? Mereka mengejar apa yang mereka inginkan dengan nafsu keinginan yang tak pernah terbatas. Mendengar hal demikian, saya merasa sangat sedih. Saya pun berpikir dalam hati bahwa itu sungguh sangat memilukan.


Semua makhluk terbuai dalam dunia sendiri, diliputi ketamakan yang tak terbatas, dan tenggelam dalam banyak hal yang ingin mereka miliki. Saya sering membayangkan bahwa kita dapat cukup kenyang dengan makan satu atau dua mangkuk nasi. Saat cuaca dingin, kita dapat merasa cukup hangat dengan mengenakan satu atau dua helai pakaian. Kita juga memiliki sebuah rumah kukuh yang dapat melindungi kita dari hujan serta pintu dan jendela yang bisa ditutup untuk menahan tiupan angin dan hujan. Bukankah kita harus merasa puas atas itu semua?

Namun, orang-orang zaman sekarang merasa memiliki sebuah rumah saja tidaklah cukup. Mereka menginginkan properti yang lebih banyak. Pernahkah mereka teringat akan kehidupan yang tidak kekal? Semua materi juga dapat hancur karena bencana akibat ulah manusia. Begitu bencana akibat ulah manusia terjadi, timbullah pergolakan dalam masyarakat. Akibat pergolakan masyarakat, harta benda atau apa pun yang mereka miliki bisa hilang bagaikan gelembung atau bayangan. Itulah yang dideskripsikan dalam Sutra Intan bahwa kehidupan manusia bagaikan mimpi, ilusi, gelembung, dan bayangan.

Kita dapat hidup aman dan tenteram dengan memiliki atap rumah yang melindungi kita dari sinar matahari dan hujan serta dinding, pintu, dan jendela yang kukuh, yang dapat melancarkan sirkulasi udara dan menahan tiupan angin agar kita tidak kedinginan. Karena itu, kita harus menyadari berkah dan senantiasa mengucap syukur. Yang hidup berkelimpahan hendaklah menyadari berkah. Selain menyadari berkah, kita juga harus menghargai dan menciptakan berkah. Jadi, saat ini, hendaklah setiap orang membangkitkan hati dan pikiran yang baik agar kita dapat menjaga ketenteraman dunia dan menciptakan berkah bagi dunia. Terima kasih, semuanya.


Setelah mendengar seruan saya dan melihat belas kasih saya akan dunia ini, cinta kasih kalian semua pun terbangkitkan dan telah memberi saya kekuatan tak terbatas. Saya sungguh sangat bersyukur. Atas nama orang-orang yang menderita di dunia, saya mengucapkan terima kasih kepada kalian semua. Rasa syukur saya sungguh tidak habis diucapkan. Singkat kata, untuk mewujudkan ketenteraman, kita harus banyak menciptakan berkah dan berdoa. Itulah yang harus kita lakukan setiap saat dengan tubuh, hati, dan pikiran kita.

Saya tulus mendoakan kalian semua. Semoga semua orang dapat memiliki hati Bodhisatwa dan senantiasa menapaki Jalan Bodhisatwa. Semoga semuanya hidup aman dan tenteram.  

Tulus melatih diri ke arah kebajikan
Menyelaraskan pikiran dan melenyapkan tiga racun batin
Menyadari ketidakkekalan yang bagaikan mimpi, ilusi, gelembung, dan bayangan
Menjalankan praktik Bodhisatwa dengan perasaan senasib dan sepenanggungan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 Mei 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 06 Mei 2022
Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -