Ceramah Master Cheng Yen: Menjalankan Praktik Enam Paramita dengan Kebijaksanaan
“Sun City atau di La Saline merupakan daerah dengan jalan terkumuh dan paling berbahaya, juga yang paling membutuhkan beras. Setiap tahun kita akan mengunjungi daerah ini untuk membantu mereka yang paling membutuhkan,” kata Chen Jian, relawan Tzu Chi Amerika Serikat.
“Saya dan keluarga sudah menanti beras ini. Semoga Tzu Chi segera datang kembali,” kata Nicole Kettia, salah seorang warga.
“Keluarga saya terdiri atas lima orang. Tiga tahun terakhir ini, setiap tahun saya menerima beras dari Tzu Chi. Saya sangat berterima kasih,” kata Yugdaloi, warga Sun City.
“Saya gembira menerima beras dari Tzu Chi. Terima kasih, Master. Terima kasih, semuanya,” tegas Rose, seorang warga lainnya.
Bencana gempa bumi di Haiti hingga kini sudah delapan tahun berlalu.
“Setelah gempa terjadi, kita terus membagikan beras hingga sekarang. Setelah gempa, kita mulai sangat memperhatikan Haiti. Jadi, setiap tahun, di sini kami menjalankan program "Kampus Bahagia", pembagian beras, dan sebagainya. Namun, beberapa tahun kemudian, kami terus bertanya-tanya, "Adakah perubahan di sini?" Kami tidak ingin hanya memberikan materi, seperti beras dan barang kebutuhan. Kami ingin mengubah keadaan. Salah satu pemikirannya adalah mengadakan pelatihan kerja, seperti membuka kelas pelatihan di kampus. Jadi, kami berpikir bahwa kami dapat mengajari mereka keterampilan dasar, seperti teknik bangunan, air, dan listrik. Dengan begitu, mereka bisa mencari pekerjaan. Di luar sangat banyak proyek pembangunan yang sedang berjalan karena pascagempa, banyak bangunan yang perlu dibangun kembali. Jadi, tenaga kerja banyak dibutuhkan. Namun, kita harus memberi mereka keterampilan profesional. Kita berharap ini bisa mengubah keadaan hidup mereka,” kata Han Huang, Ketua Tzu Chi Amerika Serikat.
Entah itu memberi manfaat lewat ucapan, membantu orang dengan tenaga, membantu memenuhi kebutuhan orang lain, dan sebagainya; baik bersumbangsih dengan tenaga, pikiran, maupun dengan memberi bantuan materi, asalkan kita memiliki niat untuk berdana dan bersedia untuk bersumbangsih, maka praktik dana ini dapat dijalankan dengan sempurna.
Namun, niat berdana tidak timbul semudah itu karena manusia dipenuhi tiga racun atau lima kekeruhan. Di dalam batin kita terdapat ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Ini sangat merugikan kita. Kegelapan batin adalah racun dalam batin kita. Ketamakan manusia tiada batasnya. Manusia selalu ingin memiliki lebih banyak. Setelah mendapat lebih banyak, manusia akan semakin merasa tidak cukup.
Bagi yang kurang beruntung, mereka tidak menuntut banyak. Contohnya di Haiti, banyak warga yang sangat menderita. Pada bulan November tahun lalu, Pastor Zucchi bersama seorang dokter dari Jerman berkunjung ke Taiwan untuk menyampaikan terima kasih kepada Tzu Chi yang telah membagikan beras untuk memenuhi kebutuhan para muridnya. Di sana banyak orang yang kekurangan. Beliau menyediakan makanan satu kali dalam sehari atau lima kali dalam seminggu. Beliau sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah bertahun-tahun membantu warga setempat.
Setelah menyampaikan hal ini, Pastor Zucchi mengeluarkan uang yang dibawanya. Beliau berkata bahwa warga setempat ingin menyumbangkan uang. Jika memiliki lima gourde, mereka ingin menyumbangkan satu gourde. Satu gourde Haiti sama dengan 450 sen Taiwan (Rp.213). Mereka tidak dapat menyumbang banyak. Saat mereka memiliki selembar uang 5 gourde, mereka menukarnya dengan pecahan kecil, baru kemudian menyumbangkan 1 gourde. Ini bukan karena mereka kikir, tetapi karena mereka memang hanya memiliki 5 gourde.
Mereka rela menyumbangkan seperlima dari yang mereka miliki. Apakah jumlahnya banyak atau tidak, bagi saya itu sudah sangat banyak. Meski hanya 450 sen Taiwan dan angkanya tidak besar, tetapi mereka sangat bijaksana. Mereka bersedia untuk bersumbangsih. Kebijaksanaan ini datang dari rasa syukur dan keinginan untuk membalas budi.
Di Haiti juga ada kompleks badan misi Tzu Chi. Tim teknik dari OECC membantu Tzu Chi dalam banyak hal di sana. Badan misi Tzu Chi dan kantor OECC berada di dalam kompleks yang sama. Itu adalah kantor perwakilan Tzu Chi di Haiti. Di dalam ruangan yang luas, mereka mengadakan kegiatan bedah buku. Mereka sangat teratur. Mereka juga mengikuti pelatihan relawan, mempelajari tata krama Tzu Chi, dan sebagainya. Mereka belajar sesuai panduan yang ada.
Pastor Zucchi juga menjalankan misi Tzu Chi dan mengenakan seragam Tzu Chi. Manajer OECC juga memikul tanggung jawab di Tzu Chi. Jadi, Tzu Chi telah memiliki benih di sana. Kita melihat bimbingan yang mereka jalankan dengan penuh kebijaksanaan. Kita juga melihat hati Bodhisatwa yang bagaikan Bodhisatwa Ksitigarbha dan Avalokitesvara dalam diri mereka. Mereka selalu menjangkau orang yang membutuhkan dan tak gentar terhadap kesulitan.
Contohnya, Manajer Chang. Beliau bersedia tinggal di Haiti. Begitu pula dengan Pastor Zucchi. Beliau sesungguhnya dapat pergi ke Roma, tetapi beliau bersedia tinggal di Haiti. Ini seperti Bodhisatwa Ksitigarbha yang memilih berada di neraka. Inilah kebijaksanaan yang penuh welas asih. Inilah kasih sayang dan cinta kasihnya. Kemurahan hati dan kebijaksanaan mereka tak akan habis saya ceritakan.
Mereka memilih untuk tinggal di daerah yang berbahaya dan penuh penderitaan. Mereka tidak rela meninggalkan warga. Mereka terus menjaga daerah itu. Bayangkan, tanpa kebijaksanaan, mereka tak akan bisa mengatasi kesulitan itu. Mereka telah menghadapi kondisi yang sulit dengan kesabaran. Inilah sumbangsih yang penuh kebijaksanaan. Jadi, mengenai Lima Paramita, mereka telah menjalankannya dari berdana hingga mencapai kebijaksanaan. Kisah mengharukan ini tak pernah habis diceritakan.
“Kita berharap Kompleks Tzu Chi di Haiti ini, sesuai harapan Master, kelak akan menjadi tempat pendidikan dan tempat untuk menyebarkan Dharma. Kita memiliki relawan yang baik hati dan orang-orang yang berhati mulia, seperti para biarawati dan pastor. Kita semua bersama-sama mendoakan Haiti. Semoga warga dapat hidup aman dan tenteram. Master juga berharap dapat menyebarkan welas asih Buddha di Haiti ini,” petikan wawancara Stephen Huang, CEO Tzu Chi Internasional.
Menjalankan praktik Enam Paramita dengan kebijaksanaan
Membimbing warga dengan bantuan materi dan pendidikan
Bertekad untuk berdana meski hidup kekurangan
Menyebarkan semangat welas asih di Haiti
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 21 April 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina