Ceramah Master Cheng Yen: Menjunjung dan Menyebarkan Ajaran Buddha
“Semuanya, Amitabha. Setelah tiga tahun pandemi, tahun ini kita kembali ke Balai Peringatan Chiang Kai-shek untuk mengikuti upacara pemandian rupang Buddha. Tahun ini, juga ada area poster sehingga ada banyak anggota Sangha yang dapat membabarkan Dharma dan menjalin jodoh dengan orang-orang. Jadi, upacara ini sangat istimewa dan semua orang dipenuhi sukacita dalam Dharma,” kata Bhiksu Ming Guang Kepala Vihara Haiming, Shulin.
“Pemandian rupang Buddha Tzu Chi setiap tahunnya dapat membuat para anggota Sangha dan umat perumah tangga yang berpartisipasi meneguhkan keyakinan terhadap Tiga Permata. Upacara ini juga dapat meningkatkan rasa hormat dan minat masyarakat terhadap ajaran Buddha,” kata Bhiksuni Yuan Mao Rektor Buddhist Hongshi College.
“Bisa dikatakan bahwa berkat jalinan jodoh dengan Tiga Permata, barulah kita bisa menapaki jalan pelatihan diri menuju pencerahan ini. Kita semua saling mendukung sebagai mitra bajik. Tzu Chi telah melakukan banyak hal demi mendalami ajaran Buddha dan membimbing semua makhluk. Demi semua makhluk dan ajaran Buddha, Tzu Chi telah melakukan banyak hal. Marilah kita bersungguh hati mengagumi segala Dharma di dunia ini serta turut bersukacita dan memuji semua perbuatan demi semua makhluk dan ajaran Buddha,” kata Bhiksu Da Hui Kepala Vihara Guangxiu, Xizhi.
Semuanya membuat saya sangat bersyukur, terlebih para anggota Sangha dan relawan kita. Saya sungguh bersyukur. Saat kita melakukan sesuatu di dunia ini, ada orang yang bersedia mendukung dan mewujudkannya bersama dengan kesatuan tekad dan ikrar. Inilah hal yang paling membuat saya tersentuh. Para anggota Sangha di sini terus menyemangati saya dan selalu mengerahkan kekuatan mereka untuk memberikan dukungan pada saya. Ini membuat saya sangat tersentuh.
Waktu tidak menunggu siapa pun. Membandingkan perjalanan saya kali ini dengan perjalanan sebelumnya ke Taipei, perbedaannya sangatlah besar. Kini, sangat sulit bagi saya untuk berjalan dan berdiri dengan stabil. Meski saya terus menyemangati diri sendiri untuk berjalan dan berdiri dengan stabil, tetapi saya sungguh merasa bahwa itu di luar kemampuan saya. Jadi, waktu tidak menunggu siapa pun. Waktu membawa pergi segalanya seiring berlalunya setiap menit dan detik. Berhubung waktu dan stamina saya terus berkurang, maka saya makin menyadari pentingnya menggenggam waktu yang ada.
Saat ini, saya mengimbau diri sendiri setiap detik untuk menggenggam waktu yang ada. Detik demi detik terus berlalu. Satu hari hanya terdiri atas 86.400 detik. Jika dihitung dengan hari, waktu seakan-akan sangat banyak. Namun, jika dihitung dengan detik, waktu sangat cepat berlalu.
Saya sering berkata bahwa kita hendaknya menghitung waktu dengan detik untuk mengingatkan diri sendiri bahwa detik demi detik terus berlalu. Kita semua tahu bahwa kita harus membalas budi luhur Buddha. Membalas budi luhur Buddha berarti meneruskan kebijaksanaan Buddha. Dengan niat untuk membalas budi luhur Buddha, kita hendaknya memanfaatkan kehidupan dan kebijaksanaan kita untuk mewariskan semangat ajaran Buddha. Ini hendaknya bukan hanya dilakukan oleh saya, melainkan oleh setiap anggota Sangha dan umat perumah tanggga yang ada di sini.
Saya selalu berkata bahwa waktu sangatlah adil. Ini bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan waktu. Selama kita memanfaatkan setiap detik dengan baik, saya yakin bahwa kita bisa menyebarluaskan Dharma di dunia.
“Saya mendengar Kakek Guru mengimbau orang-orang untuk membantu korban gempa di Turki. Saya lalu berkata kepada Nenek bahwa saya ingin membuat gantungan untuk bazar. Kakek Guru, ini adalah penghasilan dari menjual gantungan,” kata Liao Yin-zhen relawan cilik Jing Si Books & Café.
Ada setumpuk besar. Berapa jumlahnya?
“Saya tidak tahu,” jawab Liao Yin-zhen.
Tidak tahu berarti tak terhingga, sangat banyak. Baiklah, terima kasih. Kamu harus bersyukur kepada orang tuamu, anak-anak lain, dan orang-orang yang membeli gantunganmu, mengerti?
“Mengerti,” tutup Liao Yin-zhen.
“Kakek Guru, demi menolong orang-orang yang menderita, saya belajar dengan tekun di sekolah. Saya berharap dapat meraih beasiswa dan menggunakannya untuk menolong mereka,” kata Cui Shu-qing relawan cilik Jing Si Books & Café.
Berapakah usiamu saat bergabung menjadi relawan?
“Dua tahun,” jawab Cui Shu-qing.
Dua tahun. Berapa usiamu sekarang?
“Dua belas tahun,” jawab Cui Shu-qing.
Sepuluh tahun. Kamu sudah sangat senior.
“Saya menjadi relawan cilik sejak berusia dua tahun. Tiga belas tahun telah berlalu. Kini, saya akan segera masuk SMA. Saya akan menunaikan kewajiban saya sebagai murid dan berbagi kebiasaan baik di Tzu Chi dan Sekolah Tzu Chi dengan teman-teman saya,” kata Liao Ming-ting relawan Jing Si Books & Café.
Bodhisatwa cilik pada belasan hingga 20 tahun lalu telah tumbuh dewasa sekarang. Saya juga mendengar bahwa ada salah seorang yang kini berkuliah di Universitas Nasional Taiwan. Waktu berlalu dengan sangat cepat. Sungguh, janganlah melupakan masa kecil kalian yang begitu menggemaskan dan murni. Kalian harus melakukan pewarisan.
Saat memiliki waktu luang, ingatlah untuk membimbing para relawan cilik dan berbagi kisah dengan mereka. Dengan demikian, kalian dapat menjaga kemurnian hati kalian. Inilah yang disebut hakikat kebuddhaan, sifat hakiki orang berkesadaran. Jadi, berapa pun usia kalian, sifat hakiki kalian selalu sangat murni. Karena itu, hendaklah kalian senantiasa mendampingi para relawan cilik.
Para Bodhisatwa cilik memiliki hati yang sangat murni. Mereka mengasihi sesama dan ingin berdonasi. Demi berdonasi, mereka rela menghemat uang saku. Untuk apa menghemat uang saku? Apakah kalian tahu? (Untuk menolong sesama) Benar.
“Kami tahu bahwa ada banyak orang yang menderita dan membutuhkan bantuan. Meski donasi kami tidak besar, tetapi asalkan semua orang berniat untuk membantu, himpunan tetes demi tetes air dapat membentuk lautan,” kata Wang Yao-cheng relawan cilik Jing Si Books & Café.
“Berkat Kakek Guru, kami yang masih berusia dini dapat belajar menolong sesama dan menghargai berkah,” kata Wang Zhi-rong relawan cilik Jing Si Books & Café.
“Kakek Guru dan para bhiksuni, apa kabar? Tahun ini, saya berusia 4 tahun. Saya menjadi relawan cilik bersama kakak saya dan mengajak orang-orang bervegetaris. Saya ingin memberikan uang saya kepada Kakek Guru,” kata Hong Qiao-tong relawan cilik Jing Si Books & Cafe.
Dia ingin mendonasikan uangnya kepada Kakek Guru.
“Ingatlah untuk bervegetaris,” pungkas Hong Qiao-tong.
Inilah cinta kasih agung yang murni. Setiap orang memiliki cinta kasih. Saat cinta kasih orang-orang terhimpun, akan terbentuk kekuatan besar. Jadi, berkat adanya Anda dan saya, dunia akan makin harmonis serta penuh cinta kasih dan rasa haru. Saya sangat gembira. Para Bodhisatwa cilik ini akan segera bertumbuh menjadi Bodhisatwa dewasa. Kalian harus terus mengembangkan cinta kasih untuk menolong orang-orang yang menderita. Janganlah kalian melupakan cinta kasih ini.
Upacara pemandian rupang Buddha penuh tata krama dan keagungan
Menjunjung dan menyebarkan ajaran Buddha
Mempertahankan sifat hakiki dan hati yang murni
Menyebarkan kebajikan demi membawa manfaat bagi dunia
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 14 Agustus 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Felicia
Ditayangkan Tanggal 16 Agustus 2023