Ceramah Master Cheng Yen: Menolong Masyarakat dan Menyebarkan Cinta Kasih

Sejak awal tahun ini, hati saya penuh kesedihan dan kepedihan. Pada awal tahun ini, sebuah pesawat TransAsia Airways jatuh di Sungai Keelung. Bayangkanlah, saat itu, di tengah terpaan angin dan hujan serta cuaca yang begitu dingin, insan Tzu Chi terus memberikan pendampingan di tepi Sungai Keelung. Mereka segera membentuk tim pemerhati dan terus memberikan pendampingan selama sekitar delapan hari. Saat petugas penyelamat keluar dari sungai, insan Tzu Chi segera memberikan selimut kepada mereka agar mereka tidak kedinginan. Insan Tzu Chi juga menuangkan teh jahe yang masih panas untuk mereka dan meminta mereka meminumnya. Selain memberi mereka selimut dan penghangat tubuh, insan Tzu Chi juga menyediakan kompor roket agar mereka dapat menghangatkan tubuh mereka. Selain itu, relawan kita juga menyediakan makanan dan kudapan bagi mereka. Pemandangan yang saya lihat saat itu membuat hati saya sangat pedih dan sedih, tetapi juga sangat tersentuh. Saya sering bergumam sendiri, “Murid-murid saya, terima kasih atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian yang terus bersumbangsih di sana di tengah terpaan angin dan hujan.” Di dalam hati, saya terus berkata kepada murid-murid saya, “Terima kasih, Bodhisatwa dunia.” “Kalian telah melakukannya dengan baik.”

Kita juga bisa melihat Topan Soudelor berkekuatan besar menerjang Taiwan. Setelah topan ini berlalu, saya sungguh sangat bersyukur. Jika topan ini tidak melemah karena terhalang oleh Central Mountain Range, maka konsekuensinya akan sangat parah. Dampak bencana yang ditimbulkan lebih ringan karena kekuatan topan melemah. Meski demikian, topan ini mendatangkan dampak besar di Wulai, Xindian, dan Sanxia. Jika dilihat dari seluruh Taiwan, sesungguhnya bencana yang ditimbulkan sudah sangat sedikit. Untuk itu, kita juga harus bersyukur. Jika seluruh Taiwan terkena dampak bencana, maka sulit untuk menggerakkan begitu banyak orang membantu upaya pembersihan di Wulai. Singkat kata, meski dampak bencana di Wulai sangat parah, tetapi ada banyak relawan yang bisa membantu membersihkan lokasi bencana. Di antara mereka, saya bisa melihat para relawan lansia kita yang sudah berusia 60-an tahun, 70-an tahun, bahkan ada yang berusia 80 tahun lebih. Karena itu, saya mulai mengimbau anak-anak muda untuk turut berpartisipasi. Insan Tzu Chi yang berada di lokasi bencanajuga membutuhkan dukungan dan partisipasi dari anak-anak muda. Lalu, sekelompok anak muda turut berpartisipasi. Mereka berkata, “Baru masuk ke lokasi bencana selama 20 menit saja kami sudah tidak tahan dengan aroma tidak sedap di sana.”

Berhubung terkenal akan pemandian air panas, Wulai kerap didatangi banyak wisatawan. Akibat banjir, air dan lumpur bercampur menjadi satu dengan limbah di dalam tangki septic bercampur menjadi satu dengan limbah di dalam tangki septic sehingga menimbulkan aroma tidak sedap. Meski demikian, tidak ada satu orang pun yang berhenti melakukan upaya pembersihan. Singkat kata, selama beberapa hari itu, setiap orang sangat bekerja keras. Hasilnya juga sangat memuaskan. Kita bisa melihat lokasi bencana telah bersih kembali.

“Kakak-kakak Tzu Chi sekalian, pada hari pertama bencana, saya terkejut dengan pemandangan yang terlihat. Saya segera menghubungi balai desa untuk meminta bantuan petugas kebersihan, tetapi tidak ada karena jumlah petugas hanya 300 lebih dan semuanya sudah dikerahkan. Keesokan harinya, para relawan Tzu Chi datang dan bertanya, “Apakah kalian membutuhkan bantuan?” Saya menjawab, “Kami membutuhkan bantuan.” Hari itu, 230 relawan datang untuk membantu upaya pembersihan. Keesokan harinya, datang 400 relawan. Keesokan harinya lagi, datang 600 relawan. Mereka juga membawa alat berat ke sana. Lewat laporan singkat yang saya lihat tadi, Tzu Chi mengerahkan 12.643 relawan untuk memberikan bantuan pascatopan. Saya merasa sangat bangga karena kebagian sekitar 2.000 relawan. Berkat bantuan insan Tzu Chi, 90 persen rumah warga di kelurahan kami sudah bersih kembali,” ucap Gao Yi-liang, Lurah Guishan

“Melihat sekolah-sekolah di sana dapat dibuka kembali tepat waktu, saya merasa jauh lebih tenang. “Kondisi tersulit bagi kami adalah terputusnya aliran air dan listrik pada beberapa hari yang lalu. Kepala sekolah kami sering berkata, “Kita berada di samping Waduk Feitsui, tetapi tidak memiliki air.” “Kita berada di samping Pembangkit Listrik Guishan, tetapi tidak memiliki listrik.” Berkat bantuan insan Tzu Chi, barulah kami bisa membuka kembali sekolah kami dengan lancar pada tanggal 31 Agustus. Saya berterima kasih kepada kalian yang hadir saat sekolah kami dibuka kembali. Kalian telah menulis sejarah SD Guishan dengan cinta kasih. Belajar menjadi sandaran orang lain, inilah yang saya pelajari selama berinteraksi dengan kalian. Jadi, saya harus berlatih bagaimana cara menjadi sandaran orang lain,” Weng Su-min, Kepala Departemen Urusan Akademik SD Guishan.

Pascatopan kali ini, banyak orang yang semakin memahami Tzu Chi. Saya sangat berterima kasih kepada Kepsek Liyang juga semakin memahami Tzu Chi setelah turut bersumbangsih.

“Dalam pertemuan pagi relawan, Master berkata, “Anak-anak muda, di manakah kalian?”Saudara sekalian, saya adalah kepala SMA Hsin Tien. Murid-murid kami berusia 15 hingga 18 tahun. Tidak mudah untuk menggerakkan mereka pada liburan musim panas, tetapi kami tetap berusaha untuk mengajak mereka. Ada 38 murid yang berinisiatif mendaftarkan diri. Kami hanya memiliki satu tujuan, yaitu membuat SD Guishan bisa dibuka kembali dalam kondisi bersih dan indah. Karena itu, kami pun pergi ke sekolah itu dan membersihkannya untuk terakhir kalinya. Kami mengelap meja, kursi, pintu, dan jendela. Kami juga menghias ruang kelas mereka. Murid-murid saya sangat bijaksana. Mereka mengubah garis bekas banjir menjadi gambar permukaan laut. Mereka berkata bahwa di dalam laut, ada ikan-ikan yang sedang berenang, sedangkan di daratan ada anak-anak yang pergi ke sekolah dengan gembira. Kami berharap anak-anak di lokasi bencana dapat kembali bersekolah dengan gembira,” kata Li Ling-hui, Kepala SMA Hsin Tien.

Kini Kepsek Li masih bertugas. Meski belum pensiun, beliau telah menjadi relawan Tzu Chi selama bertahun-tahun. Dia bisa melakukannya dengan baik. Jadi, kalian juga boleh bergabung dengan Asosiasi Guru Tzu Chi. Ada beberapa kepala sekolah yang bergabung dengan kita pascagempa di Taiwan pada bulan September 1999. Di antara mereka, ada dua orang yang mengemban tanggung jawab di Nantou. Salah satunya adalah Kepsek Jiang. Saat tidak bisa mendapatkan kepala sekolah untuk SD Tzu Chi Hualien, saya berkata, “SD Tzu Chi Hualien belum ada kepala sekolah, apa yang harus saya lakukan?” Kepsek Jiang berkata, “Master, kalian sudah membantu saya dalam banyak hal.” “Jika Master membutuhkan bantuan saya, saya bersedia bertugas di Hualien.” Selama beberapa waktu, Kepsek Jiang mengemban tanggung jawab sebagai kepala SD Tzu Chi Hualien. Setelah kembali ke Nantou, beliau mendedikasikan diri untuk mengurus pekerjaan Tzu Chi di Nantou.

Selain Kepsek Jiang, juga ada Kepsek Xuyang membantu rekonstruksi lokasi bencana pascagempa di Taiwan pada bulan September 1999. Saya sangat kagum kepada beliau. Setiap kali saya pergi ke sana, beliau selalu menjadi pemandu saya dan menjelaskan kepada saya tentang ukuran besi yang kita gunakan dalam proyek pembangunan dan sebagainya. Beliau memahami semua itu dengan jelas. Setiap kali saya pergi ke sana, beliaulah yang menjelaskan kepada saya tentang perkembangan pembangunan. Saya sering melihat beliau memantau lokasi pembangunan dengan mengenakan helm. Sejak saat itu hingga kini, beliau sangat berdedikasi. Jadi, setiap orang hendaknya lebih memahami kekuatan cinta kasih Tzu Chi. Setelah itu, barulah mereka bisa lebih memahami semangat dan filosofi Tzu Chi. Jika mereka bisa turut bersumbangsih, mereka juga bisa merasakan secara langsung kebahagiaan setelah bersumbangsih.

Menolong orang yang membutuhkan dengan cinta kasih dan welas asih

Terinspirasi untuk menolong sesama karena kebaikan yang diterima di masa lalu

Menolong masyarakat dan menyebarkan cinta kasih

Tekad untuk bersumbangsih semakin kuat seiring bertambahnya usia

 Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 9 September 2015

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -