Ceramah Master Cheng Yen: Menolong Pengungsi dan Melindungi Semua Makhluk
Dengan mempertaruhkan nyawa, mereka akhirnya tiba di perbatasan, tetapi perbatasan itu telah ditutup. Karena itu, terjadi bentrokan di perbatasan. Para pengungsi hanya berharap dapat melewati perbatasan negara. Mereka sungguh menderita.
Penderitaan manusia sungguh tak terkira. Inilah bencana akibat ulah manusia. Jika semua orang bisa bersikap penuh pengertian, berlapang dada, tahu berpuas diri, dan bersyukur, maka hubungan antarmanusia akan harmonis. Dengan begitu, tidak akan terjadi konflik, tidak akan ada orang yang terancam bahaya dalam perjalanan mengungsi, dan tidak akan terjadi bentrokan di perbatasan atau di tengah perjalanan.
Kita bisa melihat banyak konflik yang tidak kita pahami. Namun, kita tahu bahwa semua itu mendatangkan penderitaan. Sesungguhnya, bagaimana cara menyelaraskan pikiran dan menyucikan hati semua orang di dunia ini? Ini sungguh sangat sulit. Bagaimana cara membuka pintu hati orang-orang yang dilanda bencana akibat ulah manusia?
Kita bisa melihat di Serbia, insan Tzu Chi dari 11 negara telah berkumpul bersama demi membagikan barang keperluan musim dingin bagi para pengungsi yang singgah di sana. Untuk membagikan barang bantuan kepada mereka, kita juga harus mengatasi berbagai kesulitan.
Dalam proses pembagian bantuan, kisah yang menyentuh hati juga sangat banyak. Contohnya juru bicara Dewan Kota Samac, Bosnia. Saat Bosnia dilanda banjir, insan Tzu Chi pergi ke sana sebanyak tiga kali untuk membagikan barang bantuan. Karena itu, saat Tzu Chi akan membagikan barang bantuan di Serbia, juru bicara itu mengajak belasan relawan untuk membantu. Seorang pemilik restoran di Serbia juga turut membantu. Singkat kata, di dunia ini, orang yang memiliki kesatuan tekad dan cinta kasih tidaklah sedikit.
Di setiap tempat terdapat benih cinta kasih. Setiap benih cinta kasih rela bersumbangsih dengan hati yang paling tulus. Inilah kekuatan cinta kasih. Tentu, meski insan Tzu Chi yang pergi ke Serbia berasal dari berbagai negara, tetapi pembagian bantuan tetap berlangsung tertib. Setiap relawan memiliki tanggung jawab masing-masing. Jadi, setiap orang memiliki tanggung jawab, seperti berkomunikasi dengan pihak yang bersangkutan, mempersiapkan lokasi pembagian bantuan, proses pembagian bantuan, dan lain-lain. Semuanya berlangsung tertib di bawah pengarahan insan Tzu Chi. Kisah yang menyentuh hati sungguh banyak.
Bodhisatwa selalu memperagung tanah tempat tinggal mereka dengan membawa manfaat bagi orang lain. Para relawan kita bertekad dan berikrar untuk terjun ke tengah masyarakat dan menggenggam kesempatan untuk bersumbangsih. Jika tidak terjun ke tengah masyarakat, mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk menolong sesama.
Di dunia yang luas ini, orang yang menderita sangatlah banyak. Bodhisatwa datang ke dunia ini demi menjangkau semua makhluk yang menderita. Dapat mengembangkan nilai kehidupan kita untuk menjadi penyelamat dalam hidup orang lain, ini sungguh tidak mudah.
Relawan yang berasal dari tempat yang jauh harus naik pesawat terbang atau naik mobil selama berjam-jam untuk pergi ke sana. Relawan kita mengemban misi yang berat ini dengan harapan dapat menolong orang-orang yang menderita agar mereka terbebas dari kedinginan, terutama anak-anak. Inilah nilai kehidupan di dunia ini. Meski dunia ini penuh penderitaan, tetapi ia juga merupakan ladang pelatihan Bodhisatwa.
Bencana akibat ulah manusia membuat banyak orang hidup dalam kesulitan. Bencana alam juga membawa banyak penderitaan yang membuat orang merasa tidak berdaya.
Kita juga melihat banyak unggas dimusnahkan akibat merebaknya virus flu burung. Demi memenuhi nafsu makan manusia, hewan-hewan terus diternakkan. Akibat kondisi lingkungan yang buruk, hewan-hewan pun terjangkit virus penyakit hingga akhirnya dimusnahkan. Ini telah menciptakan karma buruk kolektif.
Karma buruk kolektif yang tercipta akibat pemusnahan hewan dalam jumlah besar ini terus terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan. Hingga waktu tertentu, karma ini akan berbuah dan mengondisikan kita terlahir di tempat tertentu. Buah dari karma buruk kolektif ini merupakan bencana akibat ulah manusia dan bencana alam yang sering kita lihat dan membawa penderitaan bagi banyak orang. Karena itu, kita harus memiliki kesadaran.
Apakah kamu ingin makan ikan? / Tidak. / Mengapa? / Karena ikan adalah teman, bukan makanan. / Di sini ada banyak ikan. Mereka semua adalah temanmu? Namun, mereka sudah mati. / Teman saya sudah mati. / Jika ada yang ingin makan ikan, apa yang akan kamu katakan padanya? / Jangan makan ikan. Ikan, saya mengasihimu. / Namun, semua orang makan ikan. / Saya merasa sangat sedih. Ikan yang malang. Oh, tidak! Udang, cumi-cumi! Apa ini? / Ini belut. Kamu merasa bahwa mereka kesakitan? Lalu, apa yang kamu rasakan? / Saya sedih sekali. karena orang-orang membunuh ikan-ikan itu. Ikan adalah teman, bukan makanan. Saya juga sangat menyukai ayam, tetapi orang-orang juga membunuh ayam dan merenggut nyawa mereka. Ini sangat menakutkan.
Anak ini merupakan murid TK Cinta Kasih. Berkat bimbingan gurunya, dia dapat memahami kebenaran dan mengendalikan nafsu makan. Dia memiliki tekad yang teguh untuk tidak mengonsumsi daging.
Saat melihat ada yang menangkap ikan untuk dibunuh, dia akan mengikutinya sambil mengucapkan “Amitabha”. Lihat, inilah sifat hakiki manusia. Sifat hakiki manusia yang murni adalah bajik. Akan tetapi, hidup di dunia yang penuh dengan Lima Kekeruhan ini, apakah sifat hakiki yang murni ini akan tercemar? Ini bergantung pada keteguhannya.
Singkat kata, kita harus bermawas diri. Dengan begitu, barulah semua makhluk bisa hidup aman dan tenteram.
Terjadi bentrokan di perbatasan negara
Membagikan perlengkapan musim dingin kepada para pengungsi
Tidak tega mengonsumsi daging karena adanya welas asih
Mengasihi dan melindungi hewan demi ketenteraman semua makhluk
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Maret 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 4 Maret 2016