Ceramah Master Cheng Yen: Menstabilkan Kehidupan dan Menyerap Ajaran Baik
Kita
dapat melihat di Indonesia. Pada tanggal 13 April 2008, gubernur Jakarta saat
itu mengganti nama Kali Angke menjadi Kali Angke Tzu Chi. Ini adalah hal yang
sangat menggembirakan.
Teringat
pada tahun 2002 lalu, hujan lebat berkepanjangan pada tahun itu menyebabkan
banjir parah di Jakarta. Sebagian besar wilayah pulih dalam waktu beberapa hari
setelah air banjir disedot. Akan tetapi, warga yang tinggal di bantaran Kali
Angke tetap hidup di tengah genangan air kotor dan sampah selama satu bulan
penuh. Demikianlah kondisi hidup mereka.
Saat
Relawan Stephen Huang kembali dari Amerika Serikat, saya berkata padanya untuk
pergi ke Indonesia. Lalu, dia pergi ke Indonesia dan pulang dengan membawa
rekaman kondisi setempat. Dia menunjukkan kepada saya kondisi pasca banjir di
sana setelah satu bulan berlalu. Saat itu, saya memberi tahunya untuk mengundang
para pengusaha Indonesia agar segera kembali ke Taiwan.
Saat
itu, Bapak EkaTjipta Widjaja dan putranya, Bapak Franky O. Widjaja dari
Grup Sinar Mas kembali ke Taiwan. Saya memberi tahu mereka untuk menjalankan
program 5P, yaitu segera melakukan penyedotan air sekaligus melakukan
pembersihan sampah. Saya juga memberi tahu mereka untuk menemui
pemerintah Indonesia guna meminta mereka menggerakkan anggota tentara dan
polisi untuk turut membantu.
Selain itu, kita juga harus mengajak warga setempat untuk ikut berpartisipasi. Saya sangat berterima kasih karena pada saat itu Bapak Eka Tjipta Widjaja menyetujui ide saya. Setelah kembali ke Indonesia, beliau segera mengajak para pengusaha dan menemui pemerintah Indonesia untuk meminta bantuan anggota tentara dan polisi. Selain itu, para petinggi di perusahaannya juga memimpin para staf untuk ikut membantu.
Tahun itu, Bapak Eka Tjipta Widjaja
sudah berusia 80 tahun lebih. Beliau juga menjadi teladan nyata. Lihatlah, beliau
juga mengambil sekop untuk membersihkan lumpur bersama orang lain. Lumpur-lumpur
itu sangat berat. Saya sungguh berterima kasih kepada beliau. Berkat teladan
nyatanya, banyak pengusaha lain mulai ikut berpartisipasi.
Saya juga sangat berterima kasih karena mulai
bulan Maret 2002, mereka mulai menjalankan program 5P. Selain melakukan
penyedotan air, pembersihan sampah, penyemprotan hama, dan pengobatan, saya
juga berharap mereka dapat mengajukan pengadaan lahan dari pemerintah Indonesia
karena kita ingin mengadakan normalisasi Kali Angke dan membangun rumah bagi
warga yang tinggal di bantaran kali. Saya berharap mereka mengajukan pengadaan
lahan dari pemerintah.
Saya juga memberi tahu mereka untuk membangun
perumahan yang dekat dengan perkotaan. Dengan demikian, warga bisa lebih
leluasa untuk bekerja, membuka usaha kecil, dan lain-lain. Jika terlalu jauh
dari perkotaan, mereka akan kesulitan mencari nafkah sehingga akan kembali ke
bantaran. Untuk meningkatkan kualitas hidup para warga, kita harus memastikan
mereka hidup dekat dengan perkotaan. Kita telah mencapainya.
Lalu, kita mulai membongkar bangunan ilegal
di bantaran. Kita menghabiskan waktu yang panjang untuk membersihkan kali
tersebut. Sebelum Festival Perahu Naga tahun itu, saya berkata bahwa semoga
kita dapat membersihkan kali itu hingga dapat mengadakan lomba perahu naga di
sana. Setelah mendengarnya, Bapak Sugianto Kusuma segera pulang untuk
menyampaikan perkataan saya. Kemudian, gubernur saat itu memutuskan untuk
mengadakan lomba perahu naga di sana tahun itu.
Mendengar hal tersebut, saya berkata, “Jangan
diadakan sekarang karena kali itu belum benar-benar bersih. Saya masih dapat
melihat sampah di sana.” Gubernur saat itu menjawab, “Justru karena belum
benar-benar bersih, maka kita harus mengadakannya sekarang.”
Saya berkata
padanya bahwa ini akan menjadi acara internasional. Beliau berkata bahwa beliau
akan mengundang utusan asing untuk
menonton perlombaan itu. Saya bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Dengan
demikian, orang-orang bisa melihat sampah-sampah di Kali Angke sebelum
pembersihan total. Kelak, setelah membersihkannya, kita dapat kembali
mengundang mereka untuk melihatnya.”
Sungguh, pada tahun
itu, mereka mengadakan lomba perahu naga di kali itu. Inilah yang pernah
terjadi. Ini merupakan salah satu contoh bagaimana kita membantu orang-orang di
dunia internasional untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kita juga melihat
Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng. Ada beberapa warga yang meski
sudah memegang kunci, tetapi hanya berdiri di depan rumah dan tidak berani
membuka mata mereka. Mereka berkata, “Anda yang buka pintu. Saya tidak berani
membuka mata saya.” “Mengapa?” “Saya takut begitu membuka mata, semuanya
hanyalah mimpi.”
Saat masuk ke dalam
rumah, mereka mendapati bahwa perabotnya sudah lengkap, termasuk ranjang, meja,
dan kursi. Ini tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Selain membangun rumah
baru untuk mereka, kita juga membangun sekolah agar anak-anak dapat menerima
pendidikan.
Dahulu, anak-anak
di bantaran Kali Angke bertelanjang kaki dan berlari di tengah sampah. Mereka
tidak berkesempatan untuk bersekolah. Jadi, kita juga membangun sekolah untuk
mereka. Selain orang tua memiliki tempat tinggal yang aman, anak-anak juga dapat bersekolah.
Saat sekolah itu
baru diresmikan, siswanya berjumlah lebih dari 400 orang. Kini jumlah siswa di
sana sudah mencapai lebih dari 2.000 orang. Anak-anak yang dahulu bertelanjang
kaki di bantaran Kali Angke kini sudah ada yang lulus kuliah dan bergabung
dengan badan misi Tzu Chi.
Mengingat masa-masa
dahulu, meski mengalami banyak kesulitan, tetapi kita sudah melewati sebuah
perjalanan yang indah. Hingga kini, program normalisasi Kali Angke sudah
berlalu 15 tahun. Warga setempat yang mulanya hidup kekurangan dan tidak
stabil, kini sudah dapat menjalani hidup dengan aman, bahagia, dan stabil. Saya
sungguh gembira melihatnya. Mendengar kisah yang mereka bagikan, saya sangat
gembira.
Selain Indonesia,
relawan Tzu Chi di negara lain juga sangat mengikuti ajaran saya. Mereka semua
adalah Bodhisatwa dunia yang mendedikasikan diri sepenuh hati dan tenaga baik
bagi pengungsi maupun korban bencana. Saya juga akan lebih berusaha keras untuk
menginspirasi orang-orang mengembangkan cinta kasih agar dapat menjangkau
tempat yang lebih luas dan membantu lebih banyak orang.
Semoga semua orang
dapat hidup damai dan aman. Sutra Makna Tanpa Batas mengajarkan kepada kita
untuk melenyapkan penderitaan dan membabarkan ajaran baik. Setelah melenyapkan
penderitaan mereka, kita harus berbagi ajaran baik agar mereka dapat hidup
disiplin dan menyucikan hati. Inilah tujuan kita.
Membangun rumah bagi warga kurang mampu dan menanamkan pendidikan budaya humanis
Mengemban Empat Misi Tzu Chi secara bersamaan
Menstabilkan kehidupan warga dan menyerap ajaran baik ke dalam hati
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 April 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina