Ceramah Master Cheng Yen: Menularkan Kebajikan dan Meneruskan Misi

Sejak wabah COVID-19 pertama kali merebak hingga kini, sudah beberapa bulan berlalu. Setiap hari kita berkutat pada topik ini. Kita juga melihat para tenaga kesehatan berbalut alat pelindung diri sepanjang hari. Mereka tidak berani membukanya seharian. Mereka juga tidak berani makan dan minum. Mereka sudah kelelahan, tetapi masih terus bertahan. Mereka harus menjaga jarak dengan orang sehat, tetapi berada sangat dekat dengan orang sakit. Mereka sungguh mengagumkan.

Kita lihat wabah kali ini, kurva pertambahan kasus positif mulai melandai, tetapi belum menurun. Melihat angka-angka itu, kita tetap merasa takut. Saya bukan meminta agar kalian tidak perlu takut. Berkata jangan takut adalah cara menghibur orang. Namun, jika tidak menenangkan hati, bagaimana semua orang melewati hari-hari?

Beberapa negara menerapkan penutupan wilayah. Sebagian orang kini mulai melakukan protes karena berbagai aktivitas tidak dapat dijalankan. Orang-orang mulai melakukan protes di jalan. Ada pula yang baru mau ikut bergerak. Sesungguhnya, bagaimana agar wabah kali ini dapat sepenuhnya berlalu dan lenyap? Bagaimana agar wabah ini berakhir?


Kelihatannya sangat sulit untuk mengakhiri wabah ini. Namun, setiap orang diharapkan tetap menaati peraturan. Setiap orang harus menaati peraturan. Contohnya, relawan Tzu Chi di Filipina dan Thailand. Mereka mengadakan penyaluran bantuan karena para warga kurang mampu dan buruh di sana banyak yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan untuk bertahan hidup. Mereka harus berhenti bekerja sehingga kehilangan pemasukan. Karena itu, insan Tzu Chi segera menyalurkan bantuan. Namun, pengadaan barang bantuan dan pengumpulannya juga sangat sulit.

“Di sini ada beras, minyak, mi, gula, dan garam. Ada pula barang kebutuhan lainnya dan minuman. Kami juga sangat berterima kasih kepada beberapa pemilik pabrik asal Taiwan. Mereka telah membantu kita,” tutur Lin Chun-ling, Ketua Tzu Chi Thailand.

“Saya kehilangan pekerjaan. Rumah saya juga rusak. Kondisinya sulit sekali, tetapi para relawan terus memperhatikan saya. Mereka memberikan bantuan materi dan moril yang membuat saya sangat terharu dan bersyukur,” kata Kawee, penerima bantuan.

“Saya sudah lama mengenal Tzu Chi. Di masa yang sulit ini, saya berterima kasih kepada Tzu Chi. Saya tak akan melupakan bantuan kalian bagi kami,” ujar Nuan, penerima bantuan.

Relawan Tzu Chi segera menghimpun barang bantuan dan membagikannya kepada warga kurang mampu agar mereka tetap bisa makan meski kehilangan pekerjaan. Kita berharap mereka dapat melewati masa-masa ini dengan selamat. Semua ini tidaklah mudah. Dalam menyalurkan bantuan, mereka tetap harus menjaga jarak.


Kita juga melihat di Filipina, mereka tetap menjaga jarak dan sangat tertib. Mereka membuat perencanaan dengan bijaksana sehingga pembagian bantuan bisa berjalan lancar dan tetap teratur seperti biasa. Bedanya, dahulu pembagian dilakukan dalam satu sesi, tetapi kini dibagi ke dalam beberapa sesi dan tempat. Dahulu, semua penerima bantuan berkumpul, sedangkan kini mereka menunggu di depan pintu rumah masing-masing.

Lihatlah, kursi-kursi ditempeli kertas besar berisi nomor yang sangat jelas. Dengan begitu, pemberi bantuan juga tidak perlu berdekatan dengan penerima. Mereka tetap bisa menjaga jarak. Pembagian bantuan pun berjalan seperti biasa. Barang bantuan yang dibagikan juga tetap banyak. Jadi, saya amat berterima kasih kepada insan Tzu Chi.

Entah dengan cara apa saya bisa mengungkapkan tekad dan ikrar mereka yang besar. Ada beberapa relawan yang keluarganya menentang. Namun, mereka tetap meyakinkan keluarganya, bahkan membuat anak-anak mereka tersentuh sehingga turut membantu membagikan bantuan. Dengan demikian, kekuatan bertambah besar berkat partisipasi anak-anak dan anggota keluarga.

Saat bersumbangsih, mereka melihat orang-orang yang menderita sehingga dapat menyadari berkah. Mereka dapat memberi penghiburan kepada orang lain. Itu sangat membahagiakan. Mereka menyadari berkah setelah melihat penderitaan dan mampu mengulurkan tangan untuk menyampaikan bantuan ke tangan penerima.

 

Mereka mengangkat barang bantuan yang berat itu dengan kedua tangan dan memberikannya kepada penerima sambil membungkuk. Para penerima juga sangat berterima kasih. Mereka juga menerimanya dengan kedua tangan sambil mengucapkan terima kasih. Bantuan itu bagaikan berkah dari langit. Sungguh banyak kisah yang mengharukan.

Di Afrika yang jauh, orang-orang juga khawatir dan takut terhadap wabah. Beberapa negara juga menerapkan penutupan wilayah. Orang-orang diminta untuk tidak keluar rumah. Namun, insan Tzu Chi harus memberi perhatian dan tetap harus keluar. Para relawan harus mencari cara untuk meyakinkan pemerintah tentang tujuan mereka keluar dan apa yang akan mereka lakukan. Mereka juga harus meminta izin mobilitas.

Ruang gerak mereka juga dibatasi. Mereka harus menggunakan kebijaksanaan dalam mencari cara untuk menghimpun dan membagikan barang bantuan. Begitulah para relawan mengembangkan cinta kasih, welas asih, pengetahuan, dan kebijaksanaan agung sehingga bantuan dapat sampai kepada penerima tanpa harus melanggar peraturan. Itu sungguh tidak mudah.

Begitulah insan Tzu Chi atau Bodhisatwa dunia, dapat melakukan satu hal yang sama di seluruh dunia tanpa memandang suku bangsa, yakni memberi bantuan kepada mereka yang kesulitan dan paling membutuhkan. Berkat insan Tzu Chi, orang-orang ini dapat terbebas dari kesulitan dan kelaparan. Ini sungguh mengharukan.

Tenaga medis berjuang di garis depan dengan berani
Teguh memerangi wabah tanpa gentar
Membantu warga kurang mampu dengan welas asih dan kebijaksanaan
Menularkan kebajikan kepada anggota keluarga dan meneruskan misi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 April 2020            
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 29 April 2020
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -