Ceramah Master Cheng Yen: Menyadari Berkah dan Menumbuhkan Jiwa Kebijaksanaan
Alangkah baiknya jika bisa hidup tenteram. Kita
harus senantiasa bersyukur atas setiap hari yang dilalui dengan tenteram. Kita
sungguh harus bersyukur. Saya selalu berkata seperti ini setiap hari. Sungguh,
memandang ke seluruh dunia, ada banyak bencana yang terjadi. Saya sungguh
merasa tidak tega.
Kita harus berdoa dengan tulus demi
ketenteraman dunia ini. Inilah tujuan kita semua. Kita harus membangun tekad. Saat
ini, setiap orang hendaknya bermawas diri dan berhati tulus. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita harus mawas diri.
Kita juga bisa melihat Selandia Baru. Akibat
terjangan hujan badai, Selandia Baru juga dilanda banjir. Setelah sepenuh hati melakukan
survei bencana dan evaluasi, insan Tzu Chi pun membagikan bantuan.
“Sebelumnya, saya tidak tahu tentang Tzu Chi.
Sekarang saya sudah tahu. Kalian begitu baik hati, perhatian, dan membantu kami
dengan cinta kasih yang tulus. Itu sungguh luar biasa,” kata Jan Brown, korban
banjir.
“Hari ini adalah hari yang sangat indah dan
penuh kehangatan. Kepada kalian yang bersumbangsih bagi kami, kami sangat berterima
kasih,” kata Elisara, korban banjir lainnya.
Para korban bencana sangat tersentuh karena
tidak ada organisasi lain yang menyerahkan barang bantuan ke tangan mereka
secara langsung. Karena itu, mereka sangat tersentuh. Jika wilayah yang dilanda
bencana terdapat insan Tzu Chi, maka kita bisa merasa tenang karena insan Tzu
Chi setempat bisa bersumbangsih. Jadi, kita merasa lebih tenang. Singkat kata, dunia ini penuh penderitaan.
Kemarin adalah Hari Anak. Di Taiwan, banyak
orang memanfaatkan libur panjang ini untuk berkumpul bersama keluarga, mengajak
keluarga bertamasya, dan sebagainya. Banyak orang yang bersenang-senang dan
melakukan banyak permainan.
Kita bisa melihat pada Hari Anak, banyak
orang tua yang memberikan banyak kenikmatan materi pada anak-anak. Untuk
menebus kesalahan mereka karena biasanya terlalu sibuk, para orang tua
mendampingi dan bermain bersama anak mereka sepanjang hari. Namun, anak-anak
pengungsi tidak seberuntung itu.
“Saya mau mencari Ibu, bantu saya cari Ibu,” Anak
berusia 12 tahun.
“Tahun lalu adalah tahun terburuk bagi anak-anak. Kami memastikan ada lebih dari 650 anak Suriah yang tewas dan 850 anak yang direkrut menjadi tentara. Mereka menjalankan operasi di berbagai tempat yang berdampak buruk bagi anak-anak. Kami berharap perang bisa berakhir dan anak-anak bisa kembali ke sekolah dan menjalani hidup layaknya anak-anak,” ujar Juru bicara UNICEF Yaman.
Akibat perang, anak berusia 7 atau 8 tahun saja harus memegang senapan yang lebih besar dari tubuh mereka. Mereka direkrut menjadi tentara anak. Anak-anak dari usia 7 hingga 10 tahun mengalami hal yang sama.
“Karena perang, saya tidak bisa bersekolah lagi. Saya tidak tahu apa kesalahan kami. Kami sangat patuh,” kata Anak Afganistan berusia 13 tahun.
Sekolah terkena serangan udara. Bagi guru dan murid, ini adalah tragedi besar yang meninggalkan trauma psikologis di dalam hati mereka. Banyak sekolah yang terkena serangan, dikuasai pasukan, atau dijadikan tempat penampungan. Banyak anak yang putus sekolah dan harus bekerja untuk bertahan hidup.
Anak laki-laki menjadi tentara anak, sedangkan anak perempuan dipaksa menikah muda. Demi bertahan hidup, anak-anak harus bekerja dan tidak bisa bersekolah. Kita bisa melihat anak-anak berusia 6, 7, 8, hingga 10 tahun yang menjadi pekerja anak. Anak-anak di sana lebih dewasa dari anak-anak seumur mereka karena pengaruh lingkungan.
“Di pabrik besi, saya sering terluka. Suatu kali, saya tersandung lembaran besi yang meninggalkan luka yang dalam. Nama saya adalah Azizullah. Tahun ini saya berusia 12 tahun,” kata seorang anak Afganistan berusia 12 tahun.
“Saya telah menenun karpet selama 7 tahun. Saya memiliki 11 saudara dan kami bekerja untuk menghidupi keluarga. Ayah saya menjual es krim, kakak laki-laki saya menjual kantong plastik. Kami bertahan hidup dengan penghasilan yang minim. Saya tidak bisa bersekolah, tetapi apa lagi yang bisa saya lakukan?,” kata seorang anak Afganistan.
“Setiap hari, dari pagi hingga malam, saya mengumpulkan kertas daur ulang. Saya harus bekerja untuk menghidupi orang tua. Karena itu, saya tidak bisa bersekolah,” kata seorang anak Afganistan berusia 12 tahun.
Hidup di kolong langit yang sama, ada anak yang tumbuh besar dengan bahagia, ada pula yang menderita dan terpaksa bekerja. Selain itu, di sebagian wilayah, status sosial perempuan lebih rendah. Pada umumnya, anak perempuan tidak bisa menerima pendidikan. Mereka merasa bahwa anak perempuan yang tidak berpendidikan lebih mudah dikendalikan.
Anak perempuan sudah dinikahkan pada usia dini. Tugas mereka hanya melahirkan anak dan mengurus rumah tangga. Dibandingkan dengan mereka, anak-anak di Taiwan sungguh sangat beruntung. Karena itu, kita yang berada di Taiwan harus membangkitkan cinta kasih anak-anak. Kita berharap setiap anak dapat menyadari berkah setelah melihat penderitaan. Dalam mendidik anak-anak, kita harus membina cinta kasih mereka.
“Saya berharap anak-anak asal Suriah juga bisa melewati Hari Anak dengan bahagia seperti saya,” kata Zhang Yong-xin, Murid SD Tzu Chi Tainan.
Tujuan utama kita adalah memperkuat akar cinta kasih di dalam hati anak-anak. Anak-anak yang hidup makmur menuangkan isi celengan bambu dan menggelar bazar demi menolong anak-anak yang menderita.
“Ini adalah selada merah yang kami tanam. Kami ingin menolong warga Suriah agar mereka memiliki tempat tinggal,” kata Zhang Jing-kun, Kepala SMA Tzu Chi Tainan.
Dengan membantu orang kurang mampu, kita akan merasa bahagia, orang lain juga akan merasa bahagia. Mereka bisa bersumbangsih dengan tenaga, lalu menyumbangkan hasil penjualan untuk menolong banyak orang. Kita hendaknya memanfaatkan Hari Anak untuk membuat anak-anak memahami kebenaran.
Mengajak anak-anak pergi bersenang-senang bukan berarti mengasihi anak-anak. Cara mengasihi anak yang sesungguhnya adalah mengiringi pertumbuhan mereka dengan cinta kasih. Bagi anak-anak yang hidup makmur, menumbuhkan cinta kasih sangatlah penting. Jangan hanya memberikan kenikmatan materi pada anak-anak. Kita harus menginspirasi cinta kasih anak-anak.
Bagaimana kondisi anak-anak di tengah perang yang terluka dan mengalami keterbatasan gerak? Bagaimana kondisi pekerja anak yang bersusah payah bekerja? Kita mengadakan kegiatan agar anak-anak kita bisa merasakan bagaimana rasanya memikul barang, memindahkan barang, dan duduk di kursi roda.
Singkat kata, kita harus bersungguh hati mendidik anak-anak dengan cinta kasih untuk meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan mereka. Ini merupakan salah satu metode pendidikan kita. Anak-anak kita melewati Hari Anak yang sangat bermakna. RS kita juga membimbing anak-anak dengan sepenuh hati. Kita berharap dengan melihat bagaimana anak-anak yang menderita menjalani hidup mereka, anak-anak di rumah sakit kita bisa menyadari berkah.
Kisah yang ingin saya bagikan sangatlah banyak. Hidup di tengah masyarakat yang makmur, orang dewasa harus menyadari berkah dan memberi anak-anak pendidikan cinta kasih agar mereka bisa tumbuh besar dengan hati penuh cinta kasih. Dengan begitu, kelak masyarakat kita baru bisa menjadi masyarakat yang kaya batin dan materi.
Jangan membiarkan anak-anak menjadi orang yang kaya secara materi, tetapi tidak memiliki kekayaan batin. Karena itu, kita harus bersungguh hati mendidik anak-anak.
Anak-anak pengungsi putus sekolah dan mengalami trauma psikologis
Menyadari berkah setelah melihat penderitaan dan kembali menciptakan berkah
Menggunakan pendidikan cinta kasih untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 5 April 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina