Ceramah Master Cheng Yen: Menyadari Kebenaran Hidup

Detik demi detik terus berlalu. Sehari sebelum malam Tahun Baru Imlek, saya mendengar berita bahwa Tainan diguncang gempa bumi. Saya terus mengkhawatirkan keselamatan orang-orang. Pascagempa, saya setiap hari melakukan telekonferensi dengan relawan yang berada di Aula Jing Si Tainan. Saya mendengar bahwa hari itu, sekitar pukul empat dini hari, insan Tzu Chi Tainan segera memberikan penghiburan, mencurahkan perhatian, dan lain-lain.

Begitu bencana terjadi, kita segera memberikan berbagai bantuan. Saya mengikuti perkembangan di lokasi bencana lewat telekonferensi setiap hari. Di Hualien, sekelompok anak muda di Divisi Kerohanian kita juga membentuk pusat koordinasi bencana. Mereka tidak pernah meninggalkan tempat mereka meski jam makan siang sudah tiba. Karena itu, saya selalu menyuruh mereka untuk segera pergi makan pada jam makan. Namun, mereka berkata bahwa mereka akan makan secara bergilir. Jadi, mereka tetap bersiaga di tempat untuk menunggu kabar terbaru. Dengan sepenuh hati, mereka mengikuti perkembangan di lokasi bencana. 

Para korban di bawah reruntuhan yang menanti untuk diselamatkan sama menderitanya dengan keluarga korban yang menanti di lokasi bencana. Kita bisa melihat para dokter kita, dr. Kao yang merupakan anggota TIMA segera terjun ke lokasi setelah gempa terjadi dan terus berada di sana hingga kemarin. Para dokter dari RS Tzu Chi Taichung, Dalin, dan Taipei juga terjun ke lokasi bencana secara bergiliran untuk memberikan pengobatan (tradisional) Tiongkok dan pengobatan barat (medis). Saya lebih berterima kasih lagi kepada konselor kesehatan mental yang pergi ke sana untuk memberikan penghiburan guna meringankan beban batin dan depresi warga.

Tentu saja, ini membutuhkan pendampingan jangka panjang. Karena itulah, insan Tzu Chi terus mendampingi warga. Buddha mengajarkan kepada kita untuk mengasihi tanpa memandang jalinan jodoh dan memiliki rasa senasib dan sepenanggungan. Hidup berdampingan dengan semua makhluk dan memiliki rasa senasib dan sepenanggungan bisa kita lihat di Taiwan pascagempa kali ini. Beberapa hari pascagempa, insan Tzu Chi wilayah utara, tengah, dan selatan Taiwan berkumpul bersama. Pada hari kelima pascagempa, lebih dari 800 relawan yang telah berpengalaman dalam penyaluran bantuan bencana internasional berkumpul bersama.

Mereka yang sangat berpengalaman dalam memberikan penghiburan terjun ke tengah masyarakat untuk menghilangkan rasa takut masyarakat. Banyak lansia yang selamat, tetapi merasa sangat takut. Mereka berkata, “Alangkah baiknya ada insan Tzu Chi yang datang mengunjungi saya.” Yang mereka butuhkan bukanlah materi, melainkan penghiburan. Lewat telekonferensi kemarin, saya mendengar relawan kita berbagi bagaimana mereka melakukan survei, menenangkan hati warga, dan mengevaluasi bagaimana cara memberikan bantuan.

Sebagian rumah warga mengalami kerusakan berat, tetapi pemiliknya mampu membangunnya kembali. Ada pula sebagian rumah warga yang hanya mengalami kerusakan ringan, tetapi pemiliknya tidak mampu membangunnya kembali. Karena itulah, kita harus mengevaluasi tingkat kerusakan rumah dan kondisi ekonomi setiap keluarga untuk menentukan bantuan yang dibutuhkan oleh setiap keluarga.

Di sebagian keluarga, terdapat anak yang akan segera masuk sekolah. Apakah keluarga kurang mampu yang terkena dampak gempa bumi kali ini memiliki biaya untuk pendaftaran masuk sekolah anak-anak mereka? Para relawan kita sangat perhatian. Mereka berharap pendidikan anak-anak tidak terpengaruh oleh bencana kali ini. Mereka melakukan survei dari pusat gempa bumi hingga ke sekelilingnya. Selama berhari-hari ini, insan Tzu Chi masih terus bersumbangsih.

Bencana besar di Tainan kali ini sungguh membuat orang merasa tidak tega. Kini orang-orang telah mulai terbangun dari mimpi buruk selama tujuh setengah hari ini. Mimpi buruk ini sungguh panjang dan mengerikan untuk dikenang kembali. Jadi, hidup manusia bagaikan sebuah mimpi yang penuh ilusi dan ketidakkekalan. Bayangkanlah warga yang tinggal di gedung-gedung yang roboh. Saat itu, langit masih gelap dan semua orang sedang bermimpi. Tiba-tiba, mimpi mereka hancur. Begitu pula dengan tubuh dan rumah mereka. Betapa mengerikannya hal ini. Hidup manusia sungguh tidak kekal. Dalam Sutra Intan terdapat sebuah kalimat yang berbunyi, “Segala sesuatu yang berkondisi bagaikan mimpi, ilusi, gelembung, dan bayangan.”

Guncangan gempa bumi berkekuatan 6,4 skala Richter membuat gedung-gedung roboh dan hancur. Gedung-gedung itu merupakan buatan manusia. Di dunia ini, segala sesuatu akan mengalami pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Sebuah lahan yang awalnya kosong digunakan untuk mendirikan gedung. Kemarin sore, lahan tersebut kembali menjadi lahan kosong. Bukankah gedung-gedung itu juga bagaikan mimpi? Hidup manusia bagaikan ilusi dan bagaikan mimpi buruk. Apakah kita sungguh-sungguh telah menyadari bahwa hidup manusia tidak kekal?

Kita juga melihat laporan bahwa di Kaohsiung, Tainan, dan Chiayi, yang mengalami kerusakan berat dan ringan. Apakah anak-anak dapat belajar di ruang kelas yang aman? Apakah kegiatan belajar akan terganggu? Ini juga sangat kita perhatikan. Selain itu, juga ada sebagian warga yang kondisi ekonominya tidak begitu baik dan rumah mereka sudah tidak dapat ditempati. Kita juga harus memperhatikan hal ini. Selain itu, entah berapa banyak orang yang menderita stres pascatrauma.

Namun, kali ini, yang patut dipuji adalah cinta kasih warga Taiwan. Kisah-kisah penuh kebajikan dan cinta kasih tidak dapat saya ulas satu per satu dalam waktu singkat. Singkat kata, kebajikan dan cinta kasih sungguh merupakan permata Taiwan.

Memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan dan hidup berdampingan dengan semua makhluk

Tenaga medis Tzu Chi terjun ke lokasi bencana untuk menenteramkan fisik dan batin warga

Berkunjung dari rumah ke rumah untuk menghibur warga yang ketakutan

Mencurahkan perhatian agar anak-anak dapat bersekolah dengan tenang

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Februari 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Februari 2016

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -